Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BERMODALKAN dua unit mesin pompa air bekas, Than Khie Ho bersama beberapa rekannya mendirikan Badan Pemadam Api Siantan (BPAS) pada 1949. Kedua mesin buatan Jerman itu dibeli seharga Rp20 ribu dari urunan warga. Peralatan itu ditempatkan di kedua posko mereka di Kelurahan Siantan Hulu dan Siantan Tengah.
BPAS tercatat sebagai pemadam kebakaran swasta pertama dan tertua di Kota Pontianak, Kalbar. Mereka kini memiliki empat posko dengan sekitar 200 personel. Pemadam yang genap berusia 66 tahun pada 13 Februari lalu telah malang-melintang hingga ke luar Pontianak untuk menjinakkan amukan api.
''BPAS semula kepanjangan dari Badan Pemadam Kebakaran Api Seberang karena berada di seberang (Pontianak Utara),'' kata Ketua BPAS Chin Bhu Jung kepada Media Indonesia, pekan lalu.
Pendirian BPAS berangkat dari keprihatinan para tokoh masyarakat terhadap daerah mereka yang rawan kebakaran. Setidaknya ada dua kali kebakaran besar yang melanda kawasan Siantan saat itu. Di antaranya, kebakaran di gudang dan rumah pengasapan karet milik NV Djung Nyan Sung pada 1947. Kobaran api merembet ke permukiman sehingga nyaris menghanguskan seluruh Parit Pekong, perkampungan di pinggiran Sungai Kapuas.
Warga di Kecamatan Pontianak Utara dan Pontianak Timur kala itu tak bisa berharap banyak dengan pasukan pemadam dari pemerintah.
''Saat itu belum ada jembatan (Kapuas dan Landak) jadi harus menyeberang sungai. Lama kalau menunggu mereka,'' jelas mantan Ketua BPAS Ateng Tanjaya.
Kiprah BPAS menginspirasi para pegiat sosial dan kemasyarakatan di Pontianak. Organisasi serupa pun bermunculan tahun kemudian. Saat ini ada 23 pemadam swasta di Pontianak. Mereka berdiri dan bertahan dengan prinsip kesukarelawanan. Petugas dan pengurusnya tidak bergaji, bahkan banyak tidak berasuransi. (AR/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved