Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

YOSEP PARERA DAN TRIMO: Hukum yang Memulihkan

NIKE AMELIA SARI
13/3/2022 05:05
YOSEP PARERA DAN TRIMO: Hukum yang Memulihkan
YOSEP PARERA DAN TRIMO(MI/SUMARYANTO BRONTO)


RESTORATIVE justice atau keadilan restoratif kini semakin sering menjadi pembahasan. Prinsip atau mekanisme ini merupakan alternatif penyelesaian tindak pidana, yakni
pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil bagi pihak korban ataupun pelaku. Penyelesaian ini juga mengedepankan pemulihan kembali kepada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik kepada masyarakat.

Kick Andy episode Restorative Justice yang tayang malam ini menghadirkan tiga bintang tamu yang mendapatkan penyelesaian hukum melalui restorative justice.
Kisah mereka diharapkan memberi pemahaman lebih pada masyarakat akan memang dibutuhkannya mekanisme tersebut. Tidak untuk mendorong pelaku kejahatan mencari celah lolos, tetapi memberikan keadilan kepada orang-orang yang sesungguhnya tidak memiliki niat kejahatan, dan bahkan sebenarnya tidak juga merupakan korban dari kondisi ketidakadilan.

Bintang tamu yang pertama ialah Trimo yang didampingi oleh pengacara, Yosep Parera. Pada Agustus 2021, aparat Polres Temanggung, Jawa Tengah, menangkap Trimo
dan Nur Alif dengan tuduhan mencuri kayu manis di kawasan hutan lindung milik Perhutani di Desa Jetis, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung.
Trimo dan Nur Alif yang merupakan warga Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, sesungguhnya tidak mengetahui jika perbuatan mengambil hasil hutan itu dilarang dan dianggap melanggar hukum. Sebab, saat kali pertama mengambil kayu manis, tidak sedikit warga yang melihat dan mereka tidak memberi teguran atau
larangan apa pun.

Barulah tiga hari kemudian, saat kembali mengambil kayu manis, Trimo dan Nur Alif langsung disebut mencuri dan langsung dilaporkan ke polisi.


Sangat miskin


Selain tidak memiliki niatan mencuri, pengambilan kayu manis dilakukan Trimo karena kondisi ekonomi yang sangat sulit. Semenjak pandemi, usaha berdagang anggrek
yang dilakoni pria berusia 37 tahun ini tidak laku.

Padahal, sebelum pandemi pun ia biasa hanya bisa menghasilkan uang Rp30 ribu yang hampir tidak mencukup untuk memberi makan tiga anaknya. “Hidup saya serbakurang.

Kalau kerja sehari buat makan sehari itu kurang. Sekolah saja saya hentikan karena tidak punya uang buat biaya anak sekolah. Seharinya itu kalau saya Rp30 ribu untuk biaya anak sekolah dan buat beli beras, itu semuanya macam-macam Rp30 ribu,” ucap Trimo yang bertutur sambil berderai air mata.

Tidak hanya dirinya, sang ponakan, Nur Alif, juga hidup dalam serbakesusahan. Nur Alif pula yang ketika itu datang ke rumah Trimo untuk meminta beras. Namun,
jangankan beras 1 kg, Trimo hanya punya 2 buah singkong.

“Saya punya singkong atau ubi rambat dua butir, saya kasih satunya ke ponakan saya, yang satunya saya masak buat keluarga saya,” tutur Trimo. Dua hari kemudian
Nur Alif datang lagi mengajak Trimo mencari lumut di Hutan Sumbing karena ada yang ingin membeli.

Sayang hingga di puncak pun mereka tidak menemukan lumut. Trimo pun diajak untuk mengumpulkan kulit kayu manis. Ajakan ini disambutnya dan berhasil mengumpulkan hingga dua karung. Trimo melakukannya tanpa sembunyisembunyi karena merasa hal itu tidak dilarang.

Setelah dilaporkan ke polisi, Trimo dan Nur Alif ditahan hingga dua bulan. Pembebasan mereka baru bisa tercapai berkat pendampingan dari Rumah Pancasila dan Klinik
Hukum Semarang yang dipimpin oleh Yosep Parera.

Kasus mereka diselesaikan dengan keadilan restorative justice oleh Kejaksaan Negeri Temanggung. Atas dasar kemanusiaan, Perhutani wilayah Kedu Utara setuju menempuh jalan damai dan tidak melanjutkan proses hukumnya.

Yosep Parera mengungkapkan kasus seperti yang dialami Trimo dan kasus lain yang dengan dugaan ketidakadilan serta kesalahan dalam penanganan banyak terjadi di
Tanah Air. Banyaknya ketidakadilan itu pula yang mendorong Yosep mendirikan Rumah Pancasila. “Saya mendirikan Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, organisasi masyarakat yang melakukan pembelaan hukum secara gratis dengan paradigma Pancasila. Karena itu, banyak sahabat Rumah Pancasila seluruh Indonesia yang ngirim
mengenai kasus-kasus yang ada dugaan ketidakadilan dalam proses penanganan, salah satunya beliau (Trimo),” jelasnya.

Yosep meyakini Trimo tidak memiliki niat mencuri karena ia melihat benar kesulitan ekonomi yang dideritanya. “Orang ini tidak ada niatan untuk mencuri tetapi
malahan warga yang sangat miskin. Saya mengecek secara langsung setelah mendapat keterangan dari tim saya,” papar Yosep.

Trimo selama ini belum tersentuh program bantuan pemerintah lantaran tidak memiliki kartu keluarga. Kartu nikah pun sudah tidak dimiliki karena dijadikan jaminan untuk proses kelahiran anak ke-2.

Dengan kondisi itu Yosep pun memberi pesan kepada penegak hukum dan masyarakat luas untuk membuka hati dan mata dalam menegakkan hukum. Hukum memang harus ditegakkan, tetapi pelaksanaan juga harus berkeadilan, termasuk bagi orang-orang yang sebenarnya juga merupakan korban ketidakadilan. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik