Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
ADA beban yang selalu dipikul Sungu Lembu dalam pengelanaannya, beban itu berwujud dendam. Pangeran dari kerajaan kecil bernama Banjaran Waru itu menjadikan pembalasan dendam sebagai tujuan hidupnya.
Dia hanya menginginkan satu, kematian Watugunung, raja dari Gilingwesi. Hanya untuk tujuan itu, dia rela meninggalkan tanah kelahirannya.
Sungu Lembu tinggal bersama pamannya, Banyak Wetan. Di sana dia mendapat limpahan pelajaran. Dia membaca buku, belajar bela diri, bahkan mengenal berbagai racun mematikan. Keluarga pamannya termasuk di antara pemberontak yang menentang penyerahan diri kepada Kerajaan Gilingwesi. Suatu ketika, pemberontakan itu terendus dan menelan korban. Bibinya tewas, sementara pamannya dipenjara. Menyaksikan itu semua, membaralah dendam Sungu Lembu. Dia menginginkan kepala Raja Watugunung, untuk menebus dendam dan mengeluarkan pamannya dari tahanan.
Apalagi dalam perjalanan itu, dia bertemu dengan Nyai Manggis, seorang pemilik rumah dadu. Mereka jatuh cinta. Keduanya ternyata berasal dari kerajaan yang sama. Nyai Manggis muda berbasib sama dengan ibu Sungu Lembu, dipaksa melayani syahwat lelaki Gilingwesi. Lebih parah, dia dijual dari satu tempat pelesiran (perjudian dan pelacuran) ke lainnya.
Tanpa disangka, di tempat Nyai Manggis, dia bertemu Raden Mandasia yang tak lain ialah salah seorang anak Raja Gilingwesi. Mandasia memiliki kegemaran ganjil, mencuri daging sapi. Meski hanya mengambil sebagian dagingnya, pangeran itu selalu meninggalkan bayaran setara seekor sapi atau lebih.
Raden Mandasia sedang dalam perjalanan seorang diri berusaha memikirkan penyelamatan kerajaannya. Pasalnya, ayahnya hendak memimpin pasukan menuju Kerajaan Gerbang Agung, kerajaan besar lain yang kemenangannya melecut permusuhan kerajaan-kerajaan lain hingga meminta persekutuan Gilingwesi untuk pembalasan. Baginya, keputusan ayahnya tidaklah bijaksana, sehingga dia berharap bisa menghentikan perang tanpa pertempuran.
Sungu Lembu menemani Raden Mandasia dalam perjalanan menuju Gerbang Agung. Niatnya hanya satu, agar bisa menemui Raja Gilingwesi dan membalaskan dendam. Berdua, mereka masuk ke berbagai petualangan mendebarkan.
Diselubungi dendam, Sungu Lembu sering tak benar-benar mampu melihat apa yang ada di depan mata. Bahkan baru lama kemudian, dia menyadari betapa Raden Mandasia ialah hal paling dekat yang bisa disebutnya sebagai teman. Itu menjadi ironis baginya, karena Sungu Lembu sadar sedikit saja mengenal Mandasia dan pikirannya, begitu pun sebaliknya. Dia pun berkesempatan mengenal Raja Watugunung dari sisi yang tak diduga sebelumnya ada.
Bergaya jenaka
Itulah sekelumit kisah berlatar kerajaan yang dituangkan Yusi Avianto Pareanom dalam buku Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi. Dengan apik, penulis meminjam berbagai khazanah cerita dari masa-masa berlainan, tanpa kehilangan konteks yang reflektif untuk masa kini.
Kendati banyak mengisahkan tragedi, kesedihan korban perang, dan pertempuran, penulis seperti tahu ramuan yang pas untuk menjauhkan pembaca dari kejenuhan.
Bukan hanya mampu mendeskripsikan kondisi hingga membuat pembaca mudah membayangkannya dalam kepala, gaya tulisnya pun terbilang jenaka mengundang tawa. Pertempuran tak sekadar digambarkan sebagai pertumpahan darah, tapi kita diajak masuk ke kepala Sungu Lembu, ke umpatan-umpatannya yang tak terucap.
Dongeng yang dikisahkan dengan plot maju mundur itu patut diacungi jempol atas gaya narasi Yusi Avianto yang amat mengalir. Pilihan diksinya amat kaya, pun alur cerita penuh kejutan tak terduga. Pembaca juga diajak masuk ke cerita yang menggunakan sudut pandang orang pertama dari karakter Sungu Lembu.
Ada banyak satire yang menggugah untuk introspeksi. Di halaman 330 contohnya, diceritakan soal orang-orang berjubah hitam. Penduduk setempat akan mahfum bahwa mereka itu sudah mencapai peleburan diri antara sang makhluk dan Sang Pencipta, hitam ialah tanda bahwa ia menyembunyikan semua kebijakan yang ia punya. Namun, Sungu Lembu yang baru di tempat itu dan dipenuhi rasa ingin tahu justru mempertanyakan, ‘Kalau ia sudah setinggi itu, mengapa masih perlu perlambang?’.
Dialog sederhana itu bisa menjadi kritik atas kondisi ketika manusia menerima kondisi di lingkungannya apa adanya, tanpa bertanya. Butuh orang luar untuk menyadari ada yang salah dari penerimaan kesepakatan umum atau kebenaran kolektif.
Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi setebal 450 halaman ini bercerita tentang perjalanan panjang dendam. Akankah terbalaskan, akankah terlupakan, akankah termaafkan?
Kita tak bisa memilih tragedi, tapi ketika dendam hinggap, sejatinya kita memiliki banyak pilihan cara untuk menuntaskannya. Bagaimana Sungu Lembu menuntaskan dendamnya? Sungguh, baik proses maupun akhir kisahnya, menjadikan buku ini amat layak dibaca. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved