Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
TAMAN Bima di RW 2 Kelurahan Arjuna, Kota Bandung, Jawa Barat, kini terkenal hingga ke luar Jawa. Daya tarik taman itu ada di tengahnya, yakni sebuah bangunan panggung berbentuk kotak dengan dinding yang terbuat dari 2.000 ember bekas.
Saban sore, sering terlihat anak-anak keluar-masuk membawa buku dari bangunan tersebut. Memang, bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 80 meter persegi itu merupakan perpustakaan yang sesuai ukurannya disebut microlibrary.
Diresmikan September tahun lalu, perpustakaan itu merupakan hasil kerja sama Pusat Sumber Belajar (PSB) Dompet Duafa dan Pemerintah Kota Bandung. Namun, benih perpustakaan itu sesungguhnya datang dari warga lingkungan sendiri.
"Gerobak baca kami dari bekas gerobak gorengan, keliling ke setiap gang, agar minat baca meningkat. Alhamdulillah selama hampir 2 tahun sejak 2013 lalu, kami menggerakkan minat baca ini dan warga mendukung," ujar Ketua RW 02, Kelurahan Arjuna, Deden Gandamana, Rabu (6/4), mengenang gotong royong untuk literasi itu.
Banyak warga RW 02 merasa kehadiran perpustakaan diperlukan untuk menangkal pengaruh negatif dari era digital. Warga tidak ingin anak-anak muda semakin kehilangan minat baca dan hanya sibuk bermain gawai. Meski gerobak mereka kini telah menjelma menjadi bangunan artistik, bukan berarti tidak perlu lagi ada usaha untuk menarik warga membaca. Deden menjelaskan, agar anak-anak terus tertarik datang, pengelola perpustakaan menggelar acara layar tancap setiap malam Minggu.
Bemo penuh ilmu
Di saat Kelurahan Arjuna tak lagi mengandalkan gerobak, Sutino Hadi Suparto masih mengandalkan bemo untuk niat mulianya di Jakarta. Sutino atau yang akrab disapa Kinong telah empat tahun ini menjalankan perpustakaan bermoda bemo putihnya. Seperti terlihat pada Kamis (7/4), sekitar pukul 10.00 WIB, Kinong sudah menyapa ramah anak-anak murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Nusantara di Rumah Susun Sederhana Karet Tengsin, Jakarta.
Sekejap, anak-anak pun mengerumuni bagian penumpang di bemo itu yang telah disulap menjadi lemari buku. "Seminggu sekali datang. Ini baik sekali untuk anak-anak karena kita baru pindah ke (area) bawah (rusun) dan tidak ada perpustakaan," kisah Dina Listiana, guru PAUD Nusantara.
Kinong sendiri mengaku awalnya tidak memiliki kepedulian pada literasi warga. Aktivitasnya yang semula hanya menarik bemo dan kerja serabutan berubah ketika di 2012, sebuah lembaga sosial masyarakat (LSM) membinanya dan menjadi cikal bakal bemo perpustakaan.
Henrico Halim, dosen di Universitas Tarumanagara, kemudian berperan menjadikan bemo Kinong berbahan bakar listrik dan dilengkapi internet. Namun, operasional bemo perpustakaan itu selanjutnya diupayakan Kinong sendiri. Dengan keterbatasan dana dan kewajibannya untuk mencari nafkah bagi keluarga, area operasional bemonya pun sangat terbatas.
"Ada juga masyarakat yang beranggapan saya dapat proyek, padahal saya kegiatan sosial menghibur dan kasih pelajaran untuk anaknya juga. Saya hadapi dengan masa bodoh aja," ujar ayah tujuh anak itu.
Tak jarang banyak anak yang komplain dengan judul buku yang itu-itu saja. Jika sudah demikian, Kinong biasanya meminta relawan yang pernah bekerja sama dengannya untuk memasok buku baru.
Salah satu pemasok buku bemo Kinong ialah Farida Indriastuti. Jurnalis yang juga aktivis lingkungan itu juga aktif menyuplai buku-buku bacaan ke lebih dari 10 kabupaten di Indonesia.
Di Yogyakarta, tepatnya di Kampung Ledhok Tukangan di Bantaran Sungai Code terdapat pula sosok seperti Kinong. Dialah Sidik Pratomo, 45, yang mendirikan dan menjalankan Pustaka Keliling Adil sejak 13 tahun lalu.
"Saya saat itu terinspirasi Dauzan Farook dari Kauman, Kota Yogyakarta, yang berkeliling meminjam-minjamkan buku-buku yang dibawanya," kata dia, Kamis (4/7).
Sidik kemudian memulai dengan 60 buku yang kebanyakan didapat dari Farook. Kini perpustakaannya telah memiliki 800 koleksi dan bahkan telah memiliki satu cabang yang didirikan pada 2005.
Pustaka Keliling Adil II yang beroperasi di Cokrobedog dikelola oleh sang adik, Agung Nugroho.
Selama menjalankan kegiatan sosial itu Sidik mengaku pernah pula mendapat cobaan. Dalam setahun, ia pernah kehilangan 200 buku.
Di sisi lain, melihat orang bisa mendapat ilmu dan solusi dari bahan bacaan menjadi kebahagiaan yang setimpal baginya. "Saya berharap semakin banyak orang yang sadar tentang pentingnya membaca dan mereka pun mulai membaca dengan mengunjungi tempat-tempat bacaan yang ada," kata pria yang menjalankan pustaka keliling pada Senin-Rabu setelah pukul 15.30 WIB itu.
Kampung buku
Di Gang Rukun, Cibubur, Jakarta Timur, ada pula perpustakaan yang dikemas menarik. Bernama Kampung Buku, tempat itu menggabungkan pula sanggar tari dan klub yoyo.
Edi Dimyati menuturkan, ia membangun tempat itu sejak 2010. "Membaca itu bukan sebuah kewajiban, melainkan kebutuhan. Perlakukannya jangan disuruh membaca, tapi saya buat agar anak butuh buku," jelas Edi kepada Media Indonesia, Selasa (5/4).
Kini perpustakaannya memiliki lebih dari 2.000 judul buku dari tujuh penerbit yang rutin memasok buku di sana. Setiap Minggu, anak-anak bersama orangtua dari sekitar Kecamatan Ciracas sengaja datang untuk mengikuti aktivitas tari sambil membaca. Para orangtua pun berperan aktif menjadi pustakawan. Tak hanya itu, Edi pun berhasil membuat anak-anak bangga mengemban tanggung jawab sebagai pustakawan cilik.
"Awalnya itu saya buat sebagai bentuk apresiasi karena sering bantu merapikan, mengecap, dan menyampul buku. Semua yang datang sekaligus menjadi pustakawan. Mereka juga merawat apa yang ada di dalam perpustakaan," katanya.
Bersama sang istri, Edi juga kerap memberikan les pelajaran seperti matematika dan bahasa Inggris untuk beberapa waktu dalam sepekan secara cuma-cuma. "Perpustakaan harus menjadi tempat wisata, apalagi sekarang juga harus jadi alternatif bagi orangtua yang tidak mau membawa anaknya ke mal. Jadi harus dibuat banyak aktivitas yang menarik. Trik yang kreatif sangat perlu untuk menjaga pengunjung perpustakaan," pungkas Edi. (AT/Fik/M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved