Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Anak TKI Kini Punya Guru Baru

Palupi Mutiasih, Universitas Negeri Jakarta
10/4/2016 01:40
Anak TKI Kini Punya Guru Baru
(DOK PRIBADI)

Orangtuanya buruh migran, apakah anak-anaknya juga mesti mewarisi pekerjaan itu?

INEU Rahmawati, 24, menjawab pertanyaan itu dengan aksi. Ia memperjuangkan nasib pendidikan anak-anak TKI di Sarawak, Malaysia, dengan membangun Volunteerism Teaching Indonesian Children (VTIC) Foundation.

Dirintis sejak lima tahun lalu, VTIC kini menyeleksi mahasiswa Indonesia yang nantinya akan jadi guru alias cikgu per Agustus mendatang.

Gimana ceritanya kamu mendirikan VTIC?

Seusai mengikuti seleksi Mahasiswa Berprestasi Nasional, saya dan rekan, Ervina Maulida serta Asep Rudi Casmana, diundang Kak Salim, salah satu cikgu untuk anak-anak TKI di Sarawak, Malaysia.

Di sana, saya sangat miris, mereka rata-rata sekolah di satu tempat dengan sarana dan prasarana amat terbatas. Dorongan dari orangtua mereka, para buruh kelapa sawit agar anak-anaknya terus sekolah, sangat rendah.

Saya berpikir diri ini harus bisa bermanfaat, maka VTIC pun digagas agar anak-anak TKI memiliki pilihan di masa depan.

Mengapa harus anak TKI?

Pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan sudah banyak yang menyalurkan bantuan untuk daerah-daerah terpencil, sedangkan di Sarawak, Malaysia, saat saya ke sana pada 2012, anak-anak TKI belum tersentuh.

Dari 20 ribu lebih anak Indonesia di sana, baru 800 yang mendapatkan pendidikan di sekolah nonformal Indonesia.

Apa target VTIC untuk perbaikan pendidikan anak-anak TKI?

Tidak muluk, hanya ingin membantu anak-anak TKI mendapatkan pendidikan formal dan layak, menyadarkan orangtua dan memotivasi mereka.

Langkah untuk merealisasikannya?

Setiap tahun, pada periode Agustus-September, VTIC mengirimkan relawan-relawan pengajar dari mahasiswa terbaik seluruh Indonesia melalui rangkaian proses seleksi, mulai berkas, microteaching, hingga wawancara untuk mengajar anak-anak TKI di sana. Mulai Agustus karena bertepatan dengan momentum kemerdekaan.

Lalu ada juga tim dosen serta alumni Indonesia mengajar yang diberangkatkan untuk melakukan pelatihan bagi guru-guru di sekolah nonformal Indonesia di sana.

Pada 2015, ada tiga anak dari Sarawak, Malaysia, yang dibawa ke Indonesia untuk melanjutkan ke sebuah sekolah tak berbayar di Yogyakarta. Oh iya, saat ini saya dan tim sudah melakukan seleksi final cikgu yang akan diberangkat ke Malaysia. Adakah namamu di website kami? He he he.

Suka duka membangun VTIC?

Di tahun pertama membangun VTIC, banyak yang mencibir bahkan keluarga dan dosen. Terkadang semangat saya juga masih naik turun karena VTIC masih tergolong baru dan orang-orang masih menggangap bahwa anak-anak TKI bukanlah tanggung jawab kita, melainkan tanggung jawab negara.

Saya mulai membangun komunitas VTIC pada 2012. Hampir seluruh perusahaan menolak jadi sponsor, bahkan ketika saya meminta buku untuk anak-anak di sana. Padahal, buku-buku yang digunakan di sana adalah buku-buku 1980-1990-an.

Akan tetapi, alhamdulillah, masih ada orang-orang yang peduli. VTIC membuat saya menjadi seorang pembelajar, membangun komunitas dari Rp0.

Bagaimana tanggapan para TKI di sana?

Sejauh ini, VTIC bisa diterima baik, dibuktikan dari sambutan hangat setiap kali saya beserta relawan pengajar ke sana. Kesadaran akan pentingnya pendidikan juga sudah mulai terbangun.

Beberapa perusahaan kelapa sawit di sana sudah tergerak membantu dan mengizinkan sekolah nonformal Indonesia didirikan di beberapa ladang kelapa sawit.

Anak-anak juga mulai bersemangat berangkat ke sekolah. Guru-guru di sana yang notabenenya berasal dari TKI pun senang karena diberikan training administrasi pendidikan sehingga memudahkan mereka mengajar.

Apa target kamu selanjutnya?

Terus berjuang membangun VTIC dan menginspirasi anak-anak Indonesia membangun mimpi. Walau yang saya lakukan ini hanya kecil, suatu hari nanti, saya yakin akan ada mutiara-mutiara dari anak-anak TKI yang bersinar, keluar dari lingkaran kegelapan. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya