Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
Sebuah perusahaan teknologi yang berbasis di Inggris, Metalysis, telah memenangkan kontrak dari Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA) untuk mengembangkan teknologi pengubah mineral bebatuan di Bulan menjadi oksigen. Teknologi tersebut juga dapat memisahkan aluminium, besi, dan bubuk logam lainnya untuk digunakan sebagai bahan konstruksi di Bulan.
Jika proses ekstraksi oksigen ini berhasil, akan membuka jalan bagi pembangunan fasilitas infrastruktur lainnya di Bulan secara lebih efisien, daripada harus mengangkutnya dari Bumi dengan biaya yang sangat besar.
“Apapun yang Anda bawa dari Bumi ke Bulan membutuhkan biaya yang besar untuk mengangkutnya. Jadi, jika Anda dapat membuat bahan-bahan ini di Bulan, akan menghemat banyak waktu, tenaga, dan uang,” kata Ian Mellor, direktur pengelola dari Perusahaan Metalysis, yang berbasis di Sheffield, Inggris seperti dilansir dari theguardian.com, Senin (9/11).
Analisis bebatuan Bulan yang dilakukan tim peneliti dari Metalysis mengungkapkan bahwa oksigen membentuk sekitar 45% dari berat material Bulan. Sisanya sebagian besar adalah besi, aluminium dan silikon.
Dalam eksperimentasi ilmiah yang diterbitkan oleh para ilmuwan di Metalysis dan para pakar dari University of Glasgow menemukan bahwa dari proses simulasi ekstraksi tanah sampel Bulan tersebut dihasilkan 96% oksigen, meninggalkan bubuk logam yang dapat berguna sebagai bahan bangunan.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, jika NASA dan badan antariksa dari beberapa negara lainnya sedang mengupayakan persiapan lebih lanjut untuk kembali ke Bulan, dengan mendirikan pangkalan udara permanen atau sebuah "komplek penelitian" di Bulan.
Selama sembilan bulan, Metalysis memiliki waktu untuk menyempurnakan sistem elektrokimia penghasil oksigennya. Oksigen yang dihasilkan dari mekanisme ini harus digabungkan dengan gas-gas lain untuk menghasilkan kualitas udara yang cocok untuk bernapas.
Sue Horne, kepala eksplorasi ruang angkasa di Badan Antariksa Inggris, dalam keterangan resminya menyatakan, "Di masa depan, jika kita ingin melakukan perjalanan secara ekstensif di luar angkasa dan mendirikan pangkalan di Bulan dan Mars, maka kita perlu menemukan cara untuk untuk mendukung kehidupan di sana, seperti makanan, air, dan udara untuk bernapas."
Selama lebih dari empat dekade, eksplorasi ruang angkasa manusia hanya terbatas pada misi ke Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Spece Station (ISS) yang mengorbit sekitar 354 Kilometer di atas Bumi.
Diharapkan dengan diluncurkannya program Lunar Gateway pada awal tahun 2024 mendatang para astronom akan lebih berfokus pada pembangunan stasiun luar angkasa baru (Lunar Gateway) di orbit sekitar bulan, yang akan bertindak sebagai titik pemberhentian bagi manusia untuk mulai membangun infrastruktur permanen di permukaan Bulan. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved