Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Mengartikan Fesyen Lestari

Putri Rosmalia
13/9/2020 01:20
Mengartikan Fesyen Lestari
(Dok. Indonesian Fashion Chamber)

EKSPLORASI Gregorius Vici dengan kain-kain adati bukanlah baru. Desainer yang berbasis di Semarang, Jawa Tengah, ini kerap menggunakan batik, lurik, hingga tenun ke rancangannya yang bergaya feminin dan glamor.

Gaya itu pula yang ia tampilkan di Global Talents Digital (GTD), sebuah peragaan busana yang diselenggarakan program edukasi dari Russian Fashion Council, Fashion Futurum Initiative. Di tahun keduanya ini GTD berlangsung pada 4–6 September 2020 secara virtual.

Gregorius sebagai satu dari empat desainer Indonesia yang lolos ke acara tersebut, menampilkan peragaan pada Sabtu (5/9). Di antaranya jumpsuit lengan panjang dengan belahan dada rendah dan celana berpipa lebar dan busana halter neck. 

Pada keduanya, Gregorius menggunakan batik, tetapi dengan teknik perca (patchwork). Pada jumpsuit, ia menggunakan beragam batik bernuansa sogan. Dengan padu-padan material batik yang serasi, pola perca wajik itu terlihat seperti kain utuh. Sementara itu, pada busana lainnya, Gregorius menampilkan batik dengan warna lebih beragam.

Koleksi bertema Alluring heritage itu, dijelaskan Gregorius sebagai cara untuk tetap membuat sisa kain batik tetap berharga dan indah. Selain itu, penggunaan kain sisa juga sejalan dengan tema GTD 2020, Sustainability (Keberlanjutan/kelestarian).

“Kain percanya pun masih memiliki nilai meskipun hanya merupakan potongan. Untuk proses batik yang sedemikian rupa dan membuatnya tetap berharga dan indah, kain perca tersebut diolah lagi menjadi sehelai kain melalui teknik patchwork sehingga menghasilkan bentuk kain yang baru untuk membuat busana tanpa membuang sisa-sisa kain tersebut,” ujar Gregorius, (5/9).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, jika kain batik sisa didapat dari penjaja kain batik bekas. “Sisa kain yang didapat berasal dari para penjaja kain batik bekas yang kehidupannya sehari-hari ialah pengayuh becak beserta keluarganya yang memang mengandalkan penghasilan dari kain perca tersebut sebagai kebutuhan hidup mereka sehari-hari,” lanjutnya.

Pemanfaatan kain perca tersebut diharapkan dapat berdampak luas bagi bumi dan manusia di dalamnya. Mulai pengurangan limbah sisa kain, meningkatkan ekonomi, hingga semakin mengenalkan keindahan corak-corak dalam berbagai model busana yang variatif dan modern.

Selain batik sisa, koleksi Alluring heritage juga menggunakan material tenun lurik, sifon, hingga denim, untuk melengkapi keindahan busana.


Padu padan

Pemanfaatan produk pakaian yang bertanggung jawab juga menjadi salah satu tujuan perancang busana asal Bandung, Rosie Rahmadi. 

Ia menghadirkan tema Kalopsia dalam GTD tahun ini. Kalopsia diambil dari istilah Yunani yang berarti khayalan, yakni segala sesuatu tampak lebih indah dari yang sebenarnya.

“Dan itulah yang saya rasakan tentang fesyen. Seperti sebuah delusi yang indah di depan, tetapi di balik itu semua ada sesuatu yang sangat mendesak untuk mengurangi konsumerisme berlebihan dan impact limbah fesyen yang begitu banyak,” ujar Rosie.

Menurutnya, Kalopsia terilhami dari konsep boneka kertas yang sering dimainkan di masa kecilnya. Konsep utamanya ialah menghadirkan busana modest atau tertutup dengan memadupadankan atau mix and match busana pada boneka agar terlihat lebih menarik.

Ia menjelaskan sengaja mengangkat tema pakaian tertutup atau modest fashion karena peminat akan jenis pakaian tersebut saat ini sudah semakin meningkat. Terutama di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim.  Kondisi itu menurutnya juga harus diimbangi dengan kesadaran untuk lebih peduli akan fesyen yang berkelanjutan. Konsep mix and match itu yang ditampilkan Rosie dalam Kalopsia di GTD 2020.

Kalopsia menghadirkan busana muslimah yang dominan menggunakan warna-warna dengan tone natural. Bahan utama yang digunakan ialah linen, katun, dan viscose. Rosie juga tetap menghadirkan konsistensi dengan menghadirkan siluet A line & H line sebagai ciri khasnya.

Sementara itu, perancang Emmy Thee memilih menonjolkan teknik tie dye. Ia menggunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk memberi variasi warna dan motif pada kain yang ia gunakan.

Emmy membuat pakaian dengan siluet H, longgar, mudah disesuaikan (adjustable), maupun asimetris. Warna yang dominan digunakan dalam koleksi bertema Changes itu ialah hitam, merah, biru, putih, khaki, dan cokelat. 

Sementara itu, bahan yang digunakan ialah tenun tangan, batik, linen, hingga denim bekas. Dua perancang Indonesia lainnya yang tampil dalam GTD ialah Aldre Indrayana dan Anggiasari. Keduanya juga menampilkan kain adati dengan konsep ramah lingkungan. (M-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya