Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
KEBAHAGIAAN nyatanya tidak berarti berada di tempat yang tinggi ataupun jauh di negeri orang. Inilah yang telah dialami Siti Soraya Cassandra yang telah menjajal berbagai pekerjaan, termasuk di luar negeri.
Sebagai lulusan University of Queensland, Brisbane, Australia, ia memang tidak terlampau sulit mendapatkan pekerjaan. Namun, tetap saja hal itu tidak mendatangkan kebahagiaan.
Ia dan suami, Dhira Narayana, pun terpikir menjajal dunia bisnis, tetapi belum memiliki ide yang jelas. Di sisi lain, mereka resah dengan berbagai permasalahan lingkungan di masyarakat. Akhirnya mereka memiliki kesempatan menggabungkan dua minat itu ketika berkenalan dengan pengelola lahan di Taman Wisata Situ Gintung 3 di Ciputat, Tangerang Selatan. Mendapat tawaran menggarap sebagian lahan tersebut, pasangan suami istri itu segera menyambut. Mereka mengolah lahan itu menjadi kebun belajar yang mereka namai Kebun Kumara.
“Sebenernya Kebun Kumara ini berawal dari keresahan pribadi kita terhadap isu lingkungan serta gejolak pribadi kita yang ingin berkarya sesuai 'passion’ sekaligus bisa memberi manfaat,” ungkap perempuan yang akrab disapa Sandra itu saat menjadi narasumber Kick Andy episode Zona Nyaman tidak Sama dengan Bahagia.
Ingin serius menjadikan kebun itu sebagai ruang hijau sarana belajar masyarakat, Sandra pun mengikuti kursus permakultur di Yogja sebelum akhirnya membuka secara resmi Kebun Kumara pada 2016. Namun, selepas itu, Kebun Kumara tidak lantas sukses menarik pengunjung. Saat itu minat masyarakat Jakarta untuk berkebun belumlah tinggi. Selain itu, kualitas lahan mereka tidak terlalu baik.
“Awalnya enggak ada orang yang mau belajar sama kita. 'ngapain kita berkebun?’ Mereka mungkin melihatnya kita seperti bocah, ya, yang main-main berkebun, toh, kita juga bukan ahli dan lahan kita juga enggak bagus-bagus banget dulu,” ungkap Dhira.
Meski begitu, dengan konsistensi, akhirnya Kebun Kumara mulai dilirik masyarakat dan kini cukup populer di media sosial. Sandra dan Dhira pun telah mantap dengan profesi mereka sebagai ‘petani kota’. Mereka juga telah merasa menemukan kebahagiaan karena dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan yang tidak kalah penting, bekerja sesuai minat.
“Bagi saya, yang terpenting adalah kita bisa beradaptasi dengan kehidupan nyata dan membaca di mana peran kita serta bagaimana kita bisa bermanfaat. Saya rasa sayang sekali kalau kita sudah mendapat ‘privilege', bisa kuliah keluar negeri, tetapi tidak memanfaatkannya untuk melakukan hal yang benar-benar diminati,” tambah Sandra.
Kebun Kumara rutin mengadakan berbagai pelatihan dan pendidikan lingkungan hidup, seperti berkebun, belajar ecobrick, dan COB (memb angun dengan semen organik). Bahkan, saat ini Kebun Kumara telah dipercaya untuk mengelola sekitar 1,5 hektare tanah sebagai ruang hijau untuk pembelajaran.
“Aku ingin membesarkan Kebun Kumara ini untuk generasi yang akan datang karena dengan berkebun, orang pasti akan mengurus sampahnya sendiri dan berusaha menjaga tempatnya agar tetap bersih,” tambah perempuan berusia 31 tahun itu.
Beberapa waktu lalu, Kebun Kumara juga dipilih Tanakhir Films menjadi salah satu dari tujuh tokoh dalam film dokumenter Semesta. Kebun Kumara dipandang mampu mewakili perspektif masyarakat kota yang ingin turut ber partisipasi menjaga alam melalui penciptaan ruang hijau perkotaan. (Bus/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved