Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Trisno: Bahagia di Luar Zona Nyaman

Bagus Pradana
30/8/2020 03:30
Trisno: Bahagia di Luar Zona Nyaman
Trisno(MI/SUMARYANTO BRONTO)

KEBERHASILAN anak desa menjadi sarjana sudah bukan cerita baru di negeri ini. Namun, tidak banyak sarjana yang rela kembali ke desa, meninggalkan peluang bekerja di kota.

Sebab itu, yang dilakukan Trisno ialah sebuah ketulusan. Ketika sukses menjadi sarjana pertama dari Dusun Tenon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, ia tidak menjadi kacang lupa kulit.

Sarjana psikologi Universitas Muhamadiyah Solo itu kembali ke kampung demi membuat perubahan bagi desanya. Pada awalnya, ia belum memiliki rencana pasti, tetapi ia jengah dengan stigma bodoh dan tertinggal yang sering diberikan pada warga dusun.

Belakangan, Trisno mendapat ide menyulap dusun kelahirannya menjadi desa wisata. Bersama dengan beberapa pemuda desa, Trisno mulai mengidentifikasi potensi wisata di sana, termasuk mendaftar kesenian-kesenian tradisional yang masih sering dimainkan warga di kaki Gunung Telomoyo itu.

“Di kaki Gunung Telomoyo ini, kita bisa dengan mudah menemukan aneka ragam kesenian lokal, ada tari-tarian semisal tari Topeng Ayu, Kuda Debog, Kuda Kiprah, Warok Kreasi, dan berbagai dolanan tradisonal. Ironisnya, potensi ini tidak bisa menghidupi masyarakat di sini,” papar Trisno yang menjadi narasumber Kick Andy episode Zona Nyaman tidak Sama dengan Bahagia yang tayang hari ini.


Desa Menari

Berbekal kesenian-kesenian tersebut, pada 2009, Trisno memperkenalkan citra desanya sebagai desa wisata atau yang kemudian dikenal orang dengan sebutan 'Desa Menari’. Menari sendiri, menurut penuturan Trisno, merupakan sebuah akronim yang ia sematkan untuk mem-branding pariwisata di desanya, yaitu 'Menebar Harmoni, Merajut Inspirasi, Menuai Harapan’.

Desa Wisata Menari memiliki ragam kesenian yang tetap berusaha dilestarikan dan terus dikembangkan para penduduknya. Para pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai tarian tradisional yang telah disiapkan warga sekitar saat berkunjung ke desa ini.

Para pengunjung juga akan diajak untuk ‘outbond ndeso’, yaitu kegiatan berkeliling desa dan menjajal beberapa fasilitas outbond, seperti flying fox dan Jembatan Titian Tali yang dibangun secara swadaya oleh warga. Selain itu, pengunjung juga akan diajak berkenalan dengan beberapa keterampilan hidup masyarakat desa, seperti bercocok tanam, beternak, dan lain sebagainya.

Meski begitu, perjalanan Trisno tidak selalu mulus. Ia sempat pula dicurigai punya motif politis karena bertepatan dengan Pemilihan Kepala Desa pada 2013. Telebih, waktu itu masyarakat belum merasakan manfaat ekonomi dari konsep sehingga mereka masih sangsi akan keberhasilannya.

Perlahan, Trisno bisa membuktikan komitmen sosialnya. Seiring waktu pula, wisatawan yang datang semakin banyak, bahkan dari mancanegara. Trisno pun tidak segan berbagi ilmu sukses itu ke desa lain. Ia sering dipanggil ke desa lain untuk urun rembuk pengembangan potensi wisata dan juga mengisi seminar.

“Saya senang berbagi ilmu, bahkan saya sering diminta secara khusus untuk mengajari perangkat desa dari desa lain untuk memetakan potensi yang ada di desanya. Lucunya, selalu ada perangkat desa yang terheran-heran ketika saya mengobservasi daerahnya dan menemukan potensi-potensi tersembunyi dari daerah tersebut,“ pungkasnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik