MESKI sudah membantu, beasiswa kerap belum benar-benar menuntaskan masalah fi nansial mahasiwa dari keluarga ekonomi lemah. Akibatnya, mereka harus tetap mencari uang tambahan jika ingin menjalani perkuliahan hingga lulus.
Bagi Dihqon Nadaamist, kebutuhan finansial itu pula yang membuatnya tidak gengsi untuk menawarkan jasa kebersihan untuk rumah dosen-dosennya.
“Pada tahun 2017, saya punya ide untuk membersihkan rumah dosen saya karena dosen saya waktu itu enggak ada waktu bersih-bersih, akhirnya saya membersihkan rumah beliau dan alhamdulillah dapat uang serta makan dari beliau. Dari situlah, kemudian saya lihat ada peluang,” cerita Dihqon saat menjadi tamu Kick Andy episode Langkah Kecil untuk Indonesia.
Saat itu, Dihqon yang berkuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menjadi penerima beasiswa Bidikmisi. Namun, beasiswa tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan perkuliahan.
Dua tahun menjalani usaha bebersih rumah, Dihqon kemudian memantapkan usaha itu dengan membuatnya menjadi usaha rintisan (startup) bernama Cleansheet. Menyadari banyak mahasiswa beasiswa lainnya membutuhkan uang tambahan, ia pun mengajak mereka bergabung.
"Setidaknya hasil yang di dapatkan bisa untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka,” lanjut Dihqon yang juga memberdayakan anak-anak putus sekolah.
Kini, Cleansheet telah memiliki 30 pegawai dengan sistem kerja paruh waktu. Dengan begitu, baik mahasiswa maupun anak putus sekolah dapat tetap mengejar mimpi, termasuk melanjutkan sekolah.
Berencana membuka cabang baru di Jabodetabek, layanan Cleansheet pun telah berkembang. Bukan hanya pembersihan umum bagian dalam rumah, melainkan juga merapikan taman dan perbaikan alat elektronik.
Terkait harga, Cleansheet mematok harga yang cukup terjangkau untuk setiap layanan yang mereka berikan, yaitu mulai 60 hingga 300 ribu rupiah, tergantung jarak lokasi dan luas area yang akan dibersihkan.
“Harganya bermacam-macam, tergantung luas dan layanan yang akan diorder. Itu pun tergantung tenaga kerja yang terjun ke lapangan. Kalau mahasiswa yang turun, biasanya kerjanya part time karena harus kuliah, yang jelas harga yang kami berikan masih tergolong normal untuk layanan seperti ini,” jelas Dihqon yang kini berusia 22 tahun.
Pemuda asal Pekalongan itu pun tidak melupakan impiannya untuk terus menuntut ilmu. Ia kini tercatat sebagai mahasiswa fastrack program magister (S-2) Ilmu Ekonomi IPB.
Dihqon juga mendapatkan pendanaan untuk usahanya dari berbagai instansi, dari kampus almamaternya, IPB, Kemenristekdikti, hingga Kemenpora. Dihqon berharap dapat terus mengembangkan usahanya dan dapat membantu banyak orang melalui bisnisnya. (Bus/M-1)