Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
IKAN bawis memang bukan komoditas perikanan yang populer. Bahkan, di Kota Bontang, Kalimantan Timur, yang berlimpah dengan ikan tersebut, masyarakat tidak menganggapnya bernilai ekonomi. Ikan dari keluarga Siganus (baronang) yang berukuran kecil itu kerap dibuang oleh nelayan jika sedang melimpah. Hal ini pula yang sering dilihat Niniek Rakhmawati Zauharoh di pasar ikan.
Merasa ikan bawis dapat ditingkatkan nilainya, Niniek kemudian mendapat ide untuk mengolahnya menjadi keripik dan berbagai camilan. “Saya mulai usaha ikan bawis itu tepatnya tahun 2012. Ikan bawis itu biasanya dijual dengan harga murah kalau pas musim, tapi kalau tidak laku, ya, dibuang sama nelayan. Ikan ini kan amis, berduri, dan kecil, ya, itu yang saya olah untuk jadi berbagai olahan cemilan,” jelas Niniek saat menjadi narasumber acara Kick Andy episode Langkah Kecil untuk Indonesia yang tayang hari ini.
Namun, usaha Niniek untuk menciptakan keripik ikan bawis tidak cepat berhasil. Perempuan kelahiran Jombang, 30 Mei 1977, itu butuh dua tahun untuk menemukan formula dan cara masak yang tepat untuk menghilangkan bau amis. Begitu berhasil, Niniek pun memproduksi keripik dan camilan tersebut dengan merek Pak Ucil dan muncul sebagai camilan khas Bontang.
Naik Harga
Tantangan usaha muncul karena pasokan ikan bawis yang tergantung pada musim. Saat tidak ada pasokan, Niniek terpaksa menghentikan produksinya.
Di sisi lain, produk keripik tersebut berdampak pada kesejahteraan nelayan. Mereka mulai menyadari nilai ekonomi ikan bawis dan menjualnya dengan harga Rp2 ribu/kilogram.
Lambat laun, dengan munculnya usaha-usaha keripik serupa oleh warga Bontang lainnya, harga ikan bawis terus naik hingga kini mencapai Rp13 ribu per kilogram.
“Nah, setelah keripik saya laku dijual, terus saya bilang ke penjual ikannya ingin rutin membelinya. Awalnya jawabannya adalah enggak usah dibeli, tapi belakangan dia minta 2 ribu rupiah untuk per kilogram ikan bawisnya. Setelah keripik saya cukup terkenal, bapak penjual ikan itu kemudian ngomong ke teman-temannya, sampai akhirnya ada pengepul dan sekarang harga ikan bawis ini naik drastis menjadi 12 hingga 13 ribu rupiah,” ungkap Niniek.
Kini, selain memproduksi aneka snack hasil olahan ikan seperti keripik ikan bawis, ia juga membuat inovasi produk olahan ikan lainnya, seperti keripik kulit bandeng, Teri crispy, es krim kepiting, black forest ikan, dan lain sebagainya. Melalui produk-produk kreasinya, Niniek ingin membantu meningkatkan konsumsi hasil tangkapan laut, seperti kepiting dan ikan, kepada anak-anak di Indonesia.
Di rumah produksinya, Niniek memberikan kesempatan bagi pelajar, mahasiswa, bahkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar.
Harapan Niniek, inovasi produknya dapat menjadi makanan khas Bontang. Menariknya, Niniek justru tidak merasa tersaingi, ia mengaku senang berbagi ilmu dengan usahawan baru. Belakangan, atas kerja kerasnya, Niniek mendapatkan penghargaan kategori fishery di Citi Microentrepreneurship Awards 2017 yang digelar Citi Group. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved