Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SETIAP generasi punya karakter dan kekhasan masing-masing. Tentu tak elok memperbandingkan antargenerasi. Lain generasi, lain juga kebiasan. Hal yang dianggap biasa saja oleh generasi kekinian mungkin dirasa kurang sopan oleh generasi sebelumnya. Ada kesenjangan komunikasi antargenerasi. Perkara itu muncul menjadi pembahasan menarik selama beberapa tahun terakhir.
Hal inilah yang kemudian diulas oleh duo praktisi komunikasi, Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu, lewat buku terbaru mereka yang diberi judul Generation Gap(less).
Dahulu hanya ada dua-tiga generasi dalam sebuah organisasi. Semua orang di dalamnya cenderung tidak memiliki pembanding dan yang mereka lakukan ialah mengikuti jejak pendahulu mereka. Perbedaan pun menjadi tidak terlalu terasa. Masalah baru muncul kini, ketika dalam satu perusahaan bisa terdapat empat sampai lima generasi berbeda. Industri 4.0 yang kian maju dan berkembang, juga serbuan teknologi yang bergerak cepat, menambah segala keruwetan ini. Bila tidak segera diantisipasi oleh para pemimpin di puncak manajemen, bahaya besar akan mengancam keberlangsungan usaha.
‘Hasil riset yang kami lakukan di suatu bank lokal menunjukkan bahwa 20% dari 20 pemimpin yang konsisten melaksanakan tools yang kami berikan berhasil memiliki tim kerja yang sangat kondusif. Para pemimpin tersebut menjadi lebih terbuka dalam hal komunikasi dan bekerja dengan sangat baik. Bagaimana dengan 80% selebihnya? Sisanya ialah pemimpin yang masih resisten dan baper dengan tim kerja yang tidak solid’ (hlm 4).
Buku ini membagi generasi dalam lima kategori, antara lain generasi baby boomer, generasi X, generasi Y, dan generasi Z. Erwin dan Becky juga lalu membahasnya dalam lima bab. Tentu saja, pembahasan mereka didasarkan pada pengalaman sebagai praktisi komunikasi. Buku ini disusun dengan alur maju sehingga cukup gampang untuk menangkap isi. Selain itu, buku juga dilengkapi dengan ilustrasi unik untuk memperjelas maksud.
Pada bagian awal, penulis memberikan gambaran mengenai latar belakang beberapa generasi sebagai faktor yang membentuk kepribadian setiap generasi dengan ciri khas masing-masing. Selanjutnya meneruskan bahasan mendalam mengenai generasi milenial yang menempati jumlah terbesar dalam dunia kerja.
Setelah pembahasan dasar, barulah masuk ke inti, yakni pemaparan beragam tips komunikasi dan cara meminimalkan konflik akibat kesenjangan gaya komunikasi. Mereka juga menyajikan sari dari gaya komunikasi yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan komunikasi. Misalkan dalam satu bagian buku tertulis tips bagi generasi terdahulu untuk menghadapi para generasi Z.
‘Rangkul gen Z dan akomodasi kebutuhan mereka untuk menjadi pemenang dalam setiap kompetisi’ (hlm 115).
Buku ini membawa pemahaman tentang latar belakang tiap-tiap generasi dan membeberkan strategi komunikasi yang efektif antargenerasi. Hal itu karena, diakui atau tidak, generasi Z berpotensi sebagai pelaku kerja masa depan. (Zuq/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved