Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
BETELGEUSE adalah salah satu bintang yang paling terang di langit ketika malam. Bahkan bisa terlihat dengan mata telanjang. Namun dalam periode belakangan, bintang tersebut meredup dan meninggalkan tanya para astronom. Sempat muncul asumsi Betelguese akan meledak.
Dalam beberapa bulan terakhir, para astronom mengamati bintang itu meredup dengan sangat cepat, turun hingga sekitar 40% dari luminositas (kilau) biasanya pada periode antara Oktober tahun lalu dan April 2020.
Perilaku yang tidak biasa pada belakangan ini dari bintang yang juga berjuluk Bat al Jauza akhirnya bisa dijelaskan, melalui temuan baru para astronom. Publikasi ilmiah terbaru itu berjudul ‘Betelgeuse Fainter in Submillimeter Too: Analysis JCMT and APEX Monitoring during the Recent Optical Minimum,’ diterbitkan di Astrophysical Journal Letters.
Sebelumnya, meredupnya Betelgeuse yang secara aneh dalam beberapa bulan terakhir itu menimbulkan spekulasi di antara para ilmuwan bahwa mungkin saja bintang itu akan meledak menjadi supernova, atau memang tengah mengalami proses yang tidak diketahui.
Dalam penelitian baru mengungkapkan, penjelasan yang paling mungkin terhadap fenomena belakangan itu ialah adanya bintik-bintik debu dingin yang berukuran besar di permukaan Betelgeuse. Itulah yang menyebabkannya meredup. Munculnya bintik debu itu ialah terjadi dari variasi suhu pada permukaan kilau bintang. Kemungkinan, ada bintik-bintik debu dingin yang besar pada bintang, dan menutupi hingga 70% permukaannya.
Beberapa memang berasumsi bahwa bintang itu meredup karena akan meledak menjadi supernova, mendorong luapan perasaan para astronom untuk bisa mengamati proses tersebut dari dari Bumi.
“Menjelang akhir siklus hidupnya, bintang akan menjadi raksasa dan berwarna merah. Ketika pasokan bahan bakar mereka habis, proses berubah dengan melepaskan energi. Akibatnya, mereka menggembung, menjadi tidak stabil dan berdenyut dengan periode ratusan atau bahkan ribuan hari, yang kita lihat sebagai fluktuasi kecerahan,” jelas pemimpin penelitian dari Max Planck Institute for Astronomy Thavisha Dharmawardena dalam pernyataan yang dikutip dari The Independent.
Para ilmuwan menguji gagasan bahwa peredupan disebabkan oleh bintik debu dengan melihat data yang diambil dari teleskop yang mengukur cahaya dari bintang pada panjang gelombang tertentu, yang seribu kali lebih besar dari cahaya yang terlihat. Biasanya, debu dingin akan bersinar pada panjang gelombang ini - tetapi dilihat melalui teleskop itu, Betelgeuse 20% lebih gelap.
Diambil bersama dengan pengurangan cahaya yang tampak, para ilmuwan menduga bahwa penyebab paling memungkinkan ialah perubahan suhu di permukaan bintang. Bintik bintang cukup umum pada bintang berukuran besar, versi bintik dari bintang berukuran besar bahkan dapat dilihat pada matahari kita sendiri, tetapi biasanya tidak terlihat pada skala yang cukup besar.
Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa sifat dramatis dari bintik-bintik Betelgeuse sejalan dengan model teoritis perilaku bintang-bintang. Para astronom saat ini berharap dapat tetap bisa mengawasi bintang itu untuk memahami kemungkinan adanya siklus spot pada Betelgeuse. Siklus ini dapat diprediksi seperti Matahari kita sendiri. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved