Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Seni sebagai Terapi di Masa Pandemi

Abdillah Marzuqi
01/6/2020 21:30
Seni sebagai Terapi di Masa Pandemi
Seni apapun wujudnya bisa menjadi salah satu medium terapi di saat pandemi(AFP/BERTRAND GUAY)

KEBIJAKAN bekerja dari rumah (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat banyak orang hanya berada di rumah. Tak bisa dipungkiri, lama-kelamaan, kondisi tersebut memunculkan efek samping seperti kebosanan, kesepian, stres, atau bahkan depresi. Kabar baiknya, efek samping itu bisa dicegah atau dikurangi dengan terapeutik seni yang bisa dilakukan di rumah.

Pengajar Seni Rupa dari Institut Teknologi Bandung A. Rikrik Kusmara mengungkapkan nilai intrinsik seni merupakan bentuk penilaian melalui proses yang melibatkan kreativitas, intuisi, intelektualitas serta keterampilan. Hal itu juga melibatkan dimensi teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai refleksi kritis atas fenomena yang terjadi. Hasil refleksi itu lalu diwujudkan menjadi banyak hal, di antaranya objek ataupun visual.

"Pendekatan atau cara 'seni' tersebut menjadi cara dan kualitas lain untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak cukup dikomunikasikan secara lisan," terang Rikrik dalam diskusi virtual bertajuk Potensi Terapeutik Seni dalam Proses Kreasi dan Apresiasi di Masa Pandemi Covid-19,  Minggu (31/5).

Senada dengan Rikrik, Dosen ITB lainnya Irma Damajanti juga mengatakan bahwa seni menjadi sarana komunikasi bagi mereka yang merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya secara verbal. Karenanya, terapi seni sebagai jenis psikoterapi yang memanfaatkan media seni dan artistik diperlukan untuk membantu individu mengeksplorasi pikiran dan emosi mereka dengan cara yang unik.

“Proses artistik berpotensi menjadi media komunikasi yang efektif, sekaligus media katarsis untuk melepaskan ketegangan, kecemasan, dan emosi-emosi yang terpendam dengan cara mengekspresikannya melalui karya seni,” ujarnya.

Menurut dosen seni rupa ITB itu, proses katarsis bisa dilakukan melalui dua cara, yakni aktif dan pasif. Katarsis aktif dilakukan melalui proses penciptaan karya, sedangkan katarsis pasif melalui proses apresiasi karya. Penciptaan karya seni bisa dilakukan dengan banyak hal sederhana seperti menggambar, mewarnai, ataupun membuat sketsa. Sedangkan apresiasi karya bisa dilakukan dengan melihat karya-karya seni secara daring. Karya dalam terapeutik seni juga tidak terbatas pada seni rupa, tetapi juga seni musik, tari, dan seni lainnya.

“Seni, selain menjadi semacam jendela untuk melihat ke dalam jiwa, juga memperkaya jiwa, bukan hanya bagi senimannya, tetapi juga bagi apresiatornya,” tandas Irma. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya