Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
DARI aspek spiritualisme, protokol kesehatan memerangi covid-19 yang kita kenal selama ini mengandung makna laku ’meneng’.
Yang dimaksud di sini ialah berdiam diri dan bersuci diri secara lahir dan batin. Laku itulah yang diikhtiarkan Prabu Yudhistira (Puntadewa) ketika bangsa Amarta digempur ‘virus’ candrabirawa yang menggiriskan. Dia melawannya hanya dengan ’meneng’ sehingga selamatlah rakyat dari kemusnahan akibat amukan virus (ajian) yang disebarkan Prabu Salya dalam
Bharatayuda.
Menjadi senapati
Syahdan, Raja Negara Astina Prabu Duryudana gelisah dan cemas. Pasukan koalisinya, dukungan seribu raja dan adipati yang beranggotakan puluhan ribu bala tentara, nyaris tumpes (habis).
Pun, para senapatinya, satu per satu mati mengenaskan. Duryudana jatuh mental dan merasa sudah tidak ada lagi harapan kemenangan melawan Pandawa di Kurusetra. Apalagi para pepunden, paranpara, dan panglima perang sakti Astina juga telah mendahului ke alam kelanggengan. Di antara mereka ialah Resi Bhisma, Begawan Durna, dan Karna Basusena. Kini, hingga hari ke-17 Bharatayuda, kekuatan inti tinggal Prabu Salya, mertuanya, dan sang paman, Patih Sengkuni. Adapun saudara atau adik-adiknya tersisa Kartamarma serta Aswatama.
Tidak ada pilihan lain, Duryudana terpaksa memberanikan diri dheku-dheku (merajuki) Prabu Salya agar bersedia menjadi senapati Astina (Kurawa). Kepada Raja Negara Mandaraka itu, Duryudanaberalasan, apakah ada bapak tega melihat anaknya, Banowati, merana akibat ditinggal suaminya mati. Banowati ialah putri Salya yang dipersunting Duryudana.
Dalam hati, Salya tidak menggubris. Ia condong berpihak kepada Pandawa, para kesatria yang menjunjung perilaku utama. Lebih-lebih, dalam keluarga Pandawa ada keponakannya yang sangat ia sayangi, Nakula dan Sadewa. Anak kembar itu putra Madrim, adiknya, yang meninggal ketika melahirkan.
Salya menyanggupi permintaan menantunya. Namun, itu sesungguhnya karena lebih terdorong keyakinannya bahwa saat inilah waktunya meninggalkan dunia fana. Pun inilah jalan untuk menebus dosa-dosanya. Sarananya, ia ingin mati lewat Yudhistira, sulung Pandawa, yang ia anggap sebagai wong resik.
Betapa gembiranya Duryudana mendengar kesanggupan sang mertua. Ia yakin Salya akan unggul jurit (menang perang) karena memiliki ajian amat sakti candrabirawa. Tidak ada yang bakal mampu menghadapinya.
Maka, harapan kemenangan kembali mengisi relung hati dan benak Duryudana. Salya memiliki candrabirawa dari warisan sang mertua, Begawan Bagaspati, di Pertapaan Argabelah. Bila diwatek (dipuja), ajian ini muncul berwujud makhluk sangat kecil bertaring menyeramkan.
Para siluman ini akan terus membelah diri atau berkembang biak bila dilawan. Makhluk menjijikkan itu akan menyerang dan menghabisi tanpa ampun siapa pun yang menyentuhnya.
Sebelum terjun ke peperangan, Salya berpamitan dengan istrinya, Pujawati alias Setyawati, di istana Mandaraka. Pujawati berterus terang tidak rela dan sedih sang suami menjadi senapati Kurawa. Baginya, itu pengorbanan sia-sia, dan ia ingin putrinya, Banowati, dipanggil pulang saja ke Mandaraka.
Salya terenyuh dengan ungkapan hati wanita yang sangat ia cintai itu. Namun, karena tekadnya sudah bulat bahwa ini sudah garis hidupnya, ia bergeming. Salya menyelinap meninggalkan istana menuju medan Kurusetra ketika sang istri masih terlelap dalam tidurnya.
Salya gugur
Pasukan Pandawa ciut mendengar kabar Salya menjadi senapati Kurawa. Prabu Sri Bathara Kresna, botoh sekaligus arsitek strategi perang Pandawa, buru-buru menemui Yudhistira.
Ia meminta adik sepupunya itu menghadapi Salya. Menurutnya, tidak ada kesatria lain selain dirinya yang kuat menandingi Salya, termasuk Werkudara dan Arjuna sekalipun.
Yudhistira menolak. Sejak awal ia memang tidak ingin ada peperangan antara Pandawa dan Kurawa yang saudara sepupu. Hikmatnya, perang sangat kejam karena baku bunuh tanpa peduli. Ia merasakan pilu ketika Bhisma, yang ia anggap kakeknya, dan Durna, gurunya, serta kakak kandungnya lain ayah, Karna, menjemput ajal di medan laga. Ia ingin menyudahi peperangan sampai di sini. Ia ikhlas Amarta dan Astina dikuasai Duryudana.
Kresna meyakinkan, Pandawa melawan Kurawa merupakan kodrat jagat. Ini bukan persoalan sedarah, tetapi bahwa kebenaran dan keadilan harus menang atas kezaliman dan keserakahan.
Pandawa utusan dewa menegakkan itu. Sekali lagi, Kresna menekankan Yudhistira yang mesti mengawaki misi suci tersebut. Meski diliputi kegamangan, Yudhistira akhirnya melangkah maju perang mengadapi Salya.
Keraguannya mulai hilang ketika ia menyaksikan tak terbilang orang-orang Amarta yang menjadi korban. Mereka mati terkena keganasan ‘virus’ candrabirawa yang tidak bisa dilihat dengan mata biasa.
Melihat Yudhistira muncul di medan perang, Salya langsung menyerangnya dengan candrabirawa. Sadar menjadi sasaran ajian itu, seketika itu Yudhistira ingat ilmu wingit warisan ayahnya, Pandudewanata. Ia tidak bergerak melawan, melainkan berdiam diri, bersemedi mengosongkan diri memohon pertolongan Sanghyang Widhi. Keajaiban terjadi. Tidak ada satu pun ‘virus’ candrabirawa yang mendekati atau menyerangnya.
Makhluk itu kebingungan dan hanya bergerombol di sekitar Yudhistira, lalu perlahan-lahan berkurang dan kemudian hilang sama sekali. Salya tertegun ajiannya lumpuh.
Saat itu pula ia menyadari bahwa hari akhir perjalanan hidupnya di marcapada telah datang. Tibatiba sebuah anak panah secepat kilat menghunjam dadanya. Salya tersungkur dengan tersenyum. Ia merasa telah mendapatkan jalan kematian sesuai dengan yang dikehendakinya.
Yudhistira bergegas menghampiri Salya. Ia bersimpuh dan meminta maaf atas kesalahannya. Dengan sisa-sisa nafasnya, Salya seolah berbisik tidak ada yang perlu dimaafkan. Ia malah berterima kasih atas kesediaan Yudhistira mengantarkan sukmanya ke alam baka. Salya berharap Yudhistira tetap membimbing dan menyayangi Nakula-Sadewa.
Jangan mengendur
Dari belakang, Kresna menjawil Yudhistira untuk segera meninggalkan tegal Kurusetra karena Bharatayuda belum rampung. Masih ada kewajiban Pandawa menuntaskan perang suci menegakkan keadilan dan ketenteraman jagat.
Poin kisah ini, untuk mengalahkan candrabirawa bukan dengan memeranginya, melainkan hanya merendahkan diri serta bersuci diri. Dalam konteks mengatasi covid-19, ‘meneng’, yang berarti tidak ke mana-mana serta berpola hidup bersih dan sehat, merupakan cara terampuh. Oleh karena itu, selama belum ditemukan vaksinnya, jangan mengendurkan protokol ’meneng’ tersebut bila ingin virus segera berlalu. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved