Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Bidasan Bahasa Memaknai Perempuan

RIANA SEPTIYANI Staf Bahasa Media Indonesia
17/5/2020 06:15
Bidasan Bahasa Memaknai Perempuan
RIANA SEPTIYANI Staf Bahasa Media Indonesia(Dok Pribadi)

BICARA tentang perempuan bak menyibak rahasia samudra: luas dan dalam. Saat ini perempuan sudah mempunyai hak untuk berpendapat, mengenyam pendidikan ke jenjang lebih tinggi, hingga menempati posisi karier strategis. Di sisi lain, isu perempuan juga seakan tidak pernah habis dibahas. Hal itu disebabkanhak-hak perempuan lainnya masih belum terpenuhi, seperti kesetaraan gender, masih terjadi diskriminasi, dan kekerasan.

Jika ditelaah, hal itu seakan menciptakan kontradiksi antara profil perempuan masa kini dan keadaan yang terjadi pada perempuan. Tak mengherankan jika lahirlah Hari Perempuan Internasional (International Women's Day). Jika dahulu bertujuan membentuk solidaritas perempuan, kini perayaan itu sebagai refl eksi terhadap isu perempuan apakah sudah terpenuhi atau belum.

Nyatanya, isu perempuan lainnya masih perlu digaungkan dalam perayaan tersebut karena masih banyak pihak yang beranggapan hak-hak perempuan tidaklah penting dan mereka hanya melihat perempuan dari sisi patriarki.

Ada yang menarik saat Women March (pawai perempuan untuk merayakan Hari Perempuan Internasional) dilangsungkan. Sebuah kaus bertuliskan, 'Ganti penjelasan kata 'perempuan' dalam KBBI: n 1. perihal perempuan; 2. kehormatan perempuan: banyak tentara pendudukan yang melanggar ~ wanita desa' mencuri perhatian. Sontak para perempuan yang hadir membagikannya di media sosial untuk diketahui khalayak bahwa defi nisi kata perempuan misoginis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perempuan ialah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui; wanita--KBBI memaknakan perempuan berdasarkan ciri-ciri fi sik, sedangkan yang tertulis di kaus itu merupakan kata turunan perempuan sehingga apa yang tertera di kaus itu tidaklah salah.

Namun, yang membuat perempuan 'naik pitam' ialah gabungan kata yang dibangun dari konstruksi perempuan, yang amat mendiskreditkan perempuan, seperti 'perempuan geladak', perempuan jahat, perempuan jalanan, perempuan jalang, perempuan jangak, perempuan lacur, perempuan lecah, perempuan nakal, dan 'perempuan simpanan'.

Perempuan geladak ialah pelacur. Perempuan jahat ialah perempuan yang buruk kelakuannya (suka menipu dan sebagainya); perempuan nakal. Perempuan jalang ialah perempuan yang nakal dan liar yang suka melacurkan diri; pelacur; wanita tunasusila. Bila diselisik, makna dari gabungan kata yang telah disebut ataupun yang lainnya mempunyai makna yang sama, yakni pelacur.

Setelah menelusuri makna gabung an kata yang telah dijelaskan, banyak yang mempertanyakan mengapa kata perempuan lekat dengan kata negatif pada KBBI. Hal itu seakan membuat stigma dan mengge neralisasi perempuan ialah sosok yang nakal, liar, dan suka menipu.

Padahal, pemakaian kata perempuan lebih mulia daripada wanita. Perempuan berasal dari bahasa Sanskerta 'empu' yang berarti 'dihormati', sedangkan wanita berasal dari kata 'wan' yang berarti nafsu. Hal itu dibuktikan dengan perubahan nama menteri peranan wanita menjadi menteri pemberdayaan perempuan sejak pemerintahan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Perubahan itu merupakan hasil dari turut andilnya perspektif gender yang menitikberatkan pada pemberdayaan dalam kebijakan negara.

Sementara itu, struktur semantik didasarkan pada struktur konseptual, baik positif maupun negatifnya suatu kata. Itu berarti konstruksi kata yang dibangun berasal dari pengalaman masyarakat penutur bahasa. Hal itu juga berlaku bagi kata perempuan. Bisa saja zaman dulu perempuan terkenal dengan sifat negatifnya, jadi tak mengherankan bila sampai saat ini kata perempuan lekat dengan kata negatif.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya