Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
KEHADIRAN perempuan lain dalam kehidupan rumah tangga Rachel dengan suaminya Tom, membuat kehidupan perempuan itu runtuh. Namun, hal yang paling menyakiti hatinya bukanlah rasa marah akibat perselingkuhan lelaki yang dicintainya itu, melainkan karena dia tak bisa menepis pikiran bahwa kerusakan rumah tangganya justru dimulai oleh ulahnya sendiri.
Mulanya mereka hidup dengan sangat bahagia. Rachel tipikal perempuan dengan karier bagus, mandiri, dan berpendirian kuat. Sifat-sifat ini diyakininya sebagai hal-hal yang membuat Tom mencintainya dulu. Namun, dia mulai berubah ketika berbagai upaya untuk bisa hamil selalu berbuah kegagalan.
Tom tidak pernah menuntut anak, tapi tekanan sosial di masyarakat membuat Rachel mendamba kehadiran buah hati. Rasa gagal sebagai perempuan dan istri, membuatnya mengakrabi alkohol. Sebagai pecandu minuman keras, kehidupan mereka lantas diwarnai pertengkaran. Terlebih saat mabuk, selalu ada kejadian yang hilang dari ingatannya.
Tom kemudian menikah dengan selingkuhannya bernama Anna, perempuan yang mengandung dan melahirkan anaknya. Kenyataan itu lagi-lagi menambahkan rasa gagal bagi Rachel. Istri baru Tom diajak tinggal di rumah sama yang dulu ditempatinya bersama Rachel. Sementara itu, Rachel hidup menumpang di kontrakan seorang temannya.
Kecanduannya pada alkohol merusak sendi kehidupannya yang lain, dia kehilangan pekerjaan. Setiap pagi, dia berangkat naik kereta menuju London, lantas kembali di jam sebagaimana ketika dia masih bekerja dahulu. Ada deretan rumah yang selalu dilaluinya di rute kereta itu, termasuk di antaranya rumah lamanya bersama Tom.
Rachel berupaya keras menggeser perhatiannya dari rumah yang dipenuhi masa lalu itu, lalu fokus pada rumah yang berjarak tak jauh dari tempat itu. Sepasang suami istri tinggal di sana, menghidupkan imajinasinya tentang rumah tangga bahagia.
Frustrasi
Dia bahkan menciptakan nama rekaan untuk dua sosok yang tidak dikenalnya itu. Baginya, pasangan itu memiliki hidup yang sempurna dan bahagia. Setidaknya hingga suatu hari, dari atas kereta, Rachel menyaksikan hal mengejutkan terjadi di beranda rumah itu.
Tepat sehari setelahnya, tersebar berita hilangnya Megan yang tak lain ialah perempuan yang tampak berbahagia dengan suaminya, dalam rumah di pinggir rel kereta yang sering dipandangi Rachel. Ada kelebatan ingatan dalam kepala Rachel. Namun, kecanduannya pada alkohol dan kehilangan kesadaran yang dialaminya dari waktu ke waktu menjadikannya saksi mata yang tidak bisa dipercaya pihak berwajib.
Misterinya semakin kompleks ketika jasad Megan ditemukan, tetapi belum ada seorang pun ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu, Rachel dilanda frustrasi, sebagian hatinya mengatakan ada sesuatu yang dia tahu dan mestinya bisa membantu. Itulah sekelumit kisah dalam The Girl on the Train karya penulis asal Inggris, Paula Hawkins.
Buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama dari tiga tokoh perempuan di dalamnya, yakni Rachel, Anna, dan Megan. Perbedaan karakter dan latar belakang ketiga tokoh itu dihidupkan dan mewarnai cerita.
Dengan menyusuri lembaran novel thriller psikologi tersebut, wajar saja bila buku itu nomor satu di daftar The New York Times Fiction Best Sellers pada 2015. Meski berawal dari ide yang sederhana, yakni keseharian seorang pengguna kereta, Hawkins mampu meramu kisah thriller yang apik. Keunggulan buku itu pada kemampuannya membangun konflik berdasarkan berbagai stereotip dan konstruksi sosial yang umum di masyarakat. (Hera Khaerani/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved