Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Patriotisme

Ono Sarwono Wartawan Media Indonesia
12/4/2020 01:35
Patriotisme
Ono Sarwono Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

COVID-19 masih menghantui negeri ini. Jumlah yang terpapar dan yang meninggal dunia masih terus bertambah. Kita semua, segenap komponen bangsa, bersama-sama bahu-membahu dengan segala upaya memerangi virus yang mematikan ini. Pagebluk ini bukan hanya perkara melulu kesehatan, tetapi juga ancaman serius bagi ekonomi nasional.

Di antara pejuang di garis terdepan yang berjibaku siangmalam melawan virus itu ialah para tenaga medis. Tidak sedikit di antara mereka yang telah gugur. Mereka adalah kusuma bangsa, para pahlawan yang telah mempertaruhkan jiwa raganya demi keselamatan warga.

Dalam kisah wayang, jiwa patriotisme para tenaga medis ini bak Raden Abimanyu ketika bertarung gagah berani di Kurusetra dalam perang Bharatayuda. Meski tubuhnya terluka arang kranjang (banyak anak panah tertancap di sekujur tubuhnya), tidak sejengkal pun surut ke belakang.


Menjadi senapati

Alkisah, darah Abimanyu mendidih mendengar kabar saudara-saudaranya lain ibu telah gugur di medan laga. Adikadiknya yang telah mendahului ke haribaan-Nya itu, di antaranya Prabakusuma, Brantalaras, dan Wilungangga. Setiap detik putra Arjuna itu gelisah menunggu perintah dari sang botoh, Sri Bathara Kresna, untuk terjun ke medan perang.

Hari yang ditunggu-tunggu itu pun akhirnya tiba. Tepatnya ketika peperangan antartrah Abiyasa itu berlangsung pada hari ke-12. Kresna memanggil Abimanyu dan melantiknya menjadi senapati ketika uwaknya, Prabu Yudhistira alias Puntadewa, terdesak dan terancam terkepung pasukan Kurawa yang menggelar formasi perang Chakrawyuha.

Pada saat itu, Arjuna dan Werkudara yang menjadi pendamping Puntadewa terpancing meladeni pasukan musuh hingga keluar Kurusetra. Strategi yang dikembangkan senapati Kurawa, Durna, berhasil memecah konsentrasi pasukan Pandawa sehingga mempermudah untuk menyirnakan Puntadewa. Bila sulung Pandawa itu lenyap, kemenangan Kurawa dalam genggaman.

Mendengar pepundennya, Puntadewa, dalam ancaman, serta nafsu ingin segera membalaskan dendam kematian adik-adiknya, Abimanyu yang telah mendapat mandat sebagai panglima perang langsung memacu kudanya merangsek ke medan peperangan.

Beberapa saat sebelumnya, Abimanyu terlebih dahulu meminta restu ibunda Dewi Sembadra. Ia juga pamit kepada istrinya, Dewi Utari, yang tengah mengandung tua. Ada rasa iba dan kasihan dengan Utari yang terus-menerus menangisi. Namun, Abimanyu merasa lebih berat dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kesatria untuk membela bangsa dan negaranya.

Dari atas punggung kuda, ia mengobrak-abrik barisan musuh. Tak terbilang lawan yang tewas oleh panah yang ia hujankan dari gendewanya. Pun tak terhitung musuh yang tersungkur tersengat keris Pulanggeni warisan bapaknya.

Citraksi, Citradirgantara, Yutayuda, Darmayuda, dan Durgapati ialah di antara bala Kurawa yang berkalang tanah akibat pengamukan Abimanyu. Puntadewa yang semula nyaris masuk perangkap strategi kepung Kurawa, akhirnya berhasil lolos. 

Dengan dikawal senapati lain, Drestajumna, Puntadewa mundur sementara. Sebaliknya bala pasukan melanjutkan peperangan dengan komando Abimanyu yang berperang seperti banteng ketaton (terluka).

Tiba-tiba, entah dari mana datangnya, satu panah dari musuh menghujam jantung kuda yang ditunggangi Abimanyu. Kuda bernama Ciptawilaha itu tersungkur dan membuat tuannya jatuh terjerembap. Pada peristiwa itu, posisi kesatria Plangkawati tersebut sudah terlalu masuk ke barisan Kurawa.


Terkepung Kurawa

Saat itu pula, Durna memerintahkan Kurawa serta pasukan sekutunya yang tersisa mengeroyok Abimanyu. Dengan begitu cepat putra Arjuna itu terkepung. Ia terjebak dalam perangkap strategi perang Chakrawyuha. Abimanyu alias Jaka Pengalasan kemudian menjadi sasaran empuk derasnya panah musuh.

Tak terbilang anak panah yang menancap di sekujur tubuhnya. Meski demikian, Abimanyu tak mengendur. Ia terus maju menerjang musuh walaupun harus merangkak  karena kehilangan banyak darah.

Dengan kondisi tersebut, Abimanyu tidak menyurutkan patriotisme mengganyang lawan.

Lesmana Mandrakumara datang menghampiri. Sudah lama putra mahkota Astina itu geram dengan Abimanyu karena menjadi biang yang selalu menggagalkan impiannya.  Mulai dari persoalan memperebutkan cinta Siti Sundari dan Dewi Utari hingga ketika menggayuh Wahyu
Cakraningrat. Lesmana bermaksud menjadi algojo mengantarkan Abimanyu ke alam baka. Namun, ketika sedang hendak mengayunkan pedang, Abimanyu yang dalam kondisi sekarat, dengan tenaga tersisa, melemparkan Pulanggeni menembus dada Lesmana. Seketika itu pula, Lesmana roboh selamanya.

Tewasnya Lesmana membakar kemarahan Kurawa. Mereka kembali menghujani Abimanyu dengan panah dan tombak. Tidak berhenti di situ, Jayadrata mendekati Abimanyu yang sudah nyaris tengkurap dan kemudian menghantam kepalanya dengan gada Kyai Glinggang. Abimanyu tidak bangun lagi, matanya terpejam dengan senyuman. Ia gugur sebagai kusuma bangsa.

Arjuna tidak kuasa menahan kegeramannya. Ia bersumpah pada hari itu juga ingin membalas kematian putranya itu kepada Kurawa, terutama kepada Jayadrata yang dianggap tidak bersikap kesatria, membunuh lawan yang sudah dalam kondisi tidak mampu berperang.

Dengan bantuan Kresna, Arjuna berhasil melepaskan panah yang menebas leher Jayadrata. Saat itu, Kurawa lengah menjaga Jayadrata karena merasa malam telah tiba yang berarti sesuai dengan peraturan, peperangan harus berakhir.

Padahal, pada waktu itu masih sore. Yang terjadi ialah Kresna dengan kemampuan linuwih-nya mendatangkan awan gelap yang mengakibatkan sinar matahari terhalang menerangi bumi.

Bagaimanapun, gugurnya Abimanyu membuat kesedihan yang mendalam bagi Pandawa. Ini bukan semata menambah daftar banyaknya putra Pandawa yang menjadi korban peperangan antarsaudara, tetapi lebih karena Abimanyu digadang-gadang menjadi pemimpin penerus Pandawa.

Abimanyu adalah rumah Wahyu Cakraningrat atau Kanarendran. Dengan demikian, kesatria yang banyak mewarisi kesaktian bapaknya dan berwatak keras seperti uwaknya, Baladewa (Raja Mandura), itu bakal menjadi pemimpin di masa mendatang. Akan tetapi, kodrat yang telah tersurat dalam Kitab Jitabsara, Abimanyu mesti gugur di Kurusetra.


Perjuangan heroik

Hikmah dari kisah ini, yang dalam dunia pakeliran dikenal dengan lakon Abimanyu Ranjab, ialah cerita tentang patriotisme. Abimanyu sebenarnya disingitkan atau diamankan dari peperangan, tetapi jiwanya kebalikannya. Ia tidak mau tinggal diam ketika saudara, pepunden, dan bangsanya mempertaruhkan jiwa raga di medan perang.

Abimanyu juga rela meninggalkan istrinya yang sedang menantikan kelahiran bayinya. Ia tampil paling depan memerangi musuh dengan gagah berani. Inilah persembahan dan pengorbanan Abimanyu bagi nusa dan bangsanya. Perjuangan heroik Abimanyu itulah yang kini sedang dipertontonkan para tenaga medis dan pejuang lainnya dalam peperangan melawan covid-19. Semoga pengorbanan mereka tidak sia-sia. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya