Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
BATIK Sampang yang kaya akan nilai sejarah dan budaya melengang di Muslim Fashion Festival (Muffest) 2020 yang digelar di Jakarta Convention Center, Sabtu (22/2). Berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang, deretan koleksi yang ditampilkan itu berusaha mengangkat batik asal kabupaten di Madura itu yang disebut bak mutiara terpendam dalam khazanah batik Nusantara.
Sembilan desainer yang tergabung dalam Indonesia Fashion Chamber (IFC) memamerkan koleksi rancangan busana muslimnya yang mengangkat batik Sampang dalam beragam tema yang terinspirasi dari keindahan alam dan budaya Sampang itu sendiri.
“Sampang ini sangat kaya dengan potensi batik ini, adalah mutiara terpendam yang perlu kita kembangkan, maka saatnya lah bagaimana kita bisa mempromosikan batik-batik di Kabupaten Sampang. Kalau dulu, rata-rata batik Sampang kalau enggak merah, hitam, warna-warna tentu sekarang kita sudah agak mengubah ya, ini kayak yang kita pamerkan sekarang,” ungkap Bupati Sampang, H Slamet Junaidi, yang turut hadir dalam acara peragaan busana tersebut.
Batik Sampang yang diperagakan di atas panggung tampil dalam balutan kombinasi dengan beragam jenis kain dengan gaya khas tiap-tiap desainer. Peragaan busana lebih dulu dibuka dengan deretan koleksi busana karya Kiki Mahendra yang bertajuk Manossa, kemudian berturut-turut dilanjutkan oleh koleksi busana Sanet Sabintang yang bertajuk Toroan, Rima Zuraida bertajuk Marlena, Ayu Ismail bertajuk Tellasen, Yeti Topiah bertajuk Lanjheng, Febby Antique bertajuk Ole Ollang, Febby Ayusta bertajuk Morbatoh, Noor Umer bertajuk Zuga-Ul, kemudian ditutup dengan deretan koleksi dari Agus Sunandar bertajuk Tandhuk Majeng.
Salah satu koleksi rancangan Sanet Sabintang tampil memukau dengan memadukan batik Sampang dengan denim. Sesuai tajuknya, dominasi warna biru dari denim yang ditampilkan disebut terinspirasi dari air terjun Toroan yang menjadi salah satu destinasi wisata alam memesona di Sampang karena aliran airnya yang langsung jatuh ke laut.
Busana muslim yang ditampilkan itu tampil dalam gaya busana tumpuk dan hadir dalam set atasan dan bawahan, baik itu rok maupun celana. Sebanyak delapan set busana bergaya urban yang diperagakan tersebut sukses membawa batik yang kerap tampil formal menjadi lebih luwes dan kekinian untuk dipakai generasi muda.
Sementara itu, koleksi Ayu Ismail tampil menawan dengan mengemas batik Sampang dalam gaya feminin. Tema Tellasen yang diambilnya berasal dari bahasa Madura, yang berarti Hari Raya dan bermakna kebahagiaan.
Batik Sampang klasik yang didominasi warna cokelat dipadupadankan dengan bahan ceruti, jaguar, tule, dan satin yang membuatnya terlihat anggun. Dengan menambah kesan meriah sebagaimana kebiasaan tampilan Hari Raya atau Lebaran di Madura, Ayu pun menambahkan payet-payet dalam rancangannya.
Koleksi busana muslim karya Agus Sunandar yang menjadi penutup peragaan busana tampak berbeda dengan membawa kombinasi batik Sampang tampil berkarakter tegas dan kuat, tapi tetap penuh dinamis. Dengan mengambil tema Tandhuk majeng yang tak lain merupakan lagu daerah Madura, Agus berusaha menggambarkan kegigihan dan perjuangan masyarakat Sampang, Madura, yang sebagian besar bermata pencarian sebagai nelayan dan akrab dengan kerasnya lautan.
Batik tulis Sampang yang sangat detail, klasik, dan rumit ia padu padankan dengan bahan suede warna-warna tanah dan bahan organza transparan yang melambangkan lautan. Tak meninggalkan ciri khasnya yang ‘berani’, Agus menyempilkan warna-warna mencolok, seperti merah muda, silver, violet, hijau, emas, dan merah ke dalam delapan look koleksinya tersebut. Ia pun melengkapi deret koleksinya dengan sentuhan headpiece berbentuk perahu tradisional Madura yang semakin memberi tampilan identitas kuat nan berkarakter sebagaimana tema yang diusungnya. (M-1)
Sapto Djojokartiko mengambil inspirasi dari kehidupan di Canggu dan Uluwatu, sementara label Biasa mengangkat konsep kain poleng Khas Bali.
Koleksi Dara Baro di JMFW 2025 menggunakan teknik boro (tambalan) Jepang dengan menggunakan kain-kain Nusantara sisa produksi mereka sebelumnya.
The Langham Fashion Soiree digelar oleh Ikatan Perancang Mode Indonesia dan diikuti sejumlah desainer, di antaranya Rama Dauhan, Ghea Panggabean, serta Andreas Odang.
Perusahaan perhiasan asal Bali, John Hardy, mengeluarkan koleksi bergaya maskulin yang dimaksudkan untuk menambah karisma pria, setara jas dan dasi.
Momen berpakaian terburu-buru diolah menjadi seni oleh label Sean Sheila dalam koleksi pakaian pria terbarunya. Ada aksen robek dan jahitan tidak kelar.
Pada 7 September di Paris, Prancis, desainer-desainer Indonesia menampilkan koleksi di dua ajang, yakni Front Row Paris dan Indonesia International Modest Fashion Festival (In2mf) 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved