Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Memasuki era digital dengan media sosial menjadi pemeran utama, membawa kemudahan dalam berkomunikasi dan berbagai manfaat lainnya. Namun, bila tak digunakan secara arif, media sosial juga dapat disalahgunakan dan menimbulkan beragam hal negatif.
Pedoman menggunakan media sosial secara bijak tersebutlah yang dikupas dalam buku ‘Panduan Bermuamalah melalui Media Sosial’ yang baru saja diluncurkan oleh Penerbit Emir – imprint Penerbit Erlangga yang memfokuskan pada produk buku-buku Islam.
Buku yang ditulis oleh Asrorun Ni’am Sholeh, yang tak lain menjabat sebagai Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora RI itu mendedah secara lengkap rambu-rambu dalam menggunakan media sosial sehingga penggunanya dapat lebih cerdas dan sehat dalam bermuamalah melalui media sosial.
Tak hanya mengkhususkan bagi tenaga pendidik atau kalangan orang tua, buku tersebut juga dapat dijadikan tuntunan bermedia sosial secara arif oleh pelajar dan generasi muda, sehingga dapat membawa berbagai kebaikan dan manfaat positif.
“Karena dia sebagai produk budaya maka sudah semestinya perkembangan teknologi melalui media sosial melahirkan masyarakat yang berbudaya. Tapi faktanya di tengah masyarakat banyak kasus penipuan, berantem, perkosaan, kriminalisasi, ujaran kebencian, pornografi, seks bebas, penipuan, dan lain sebagainya, menggunakan media digital, media sosial. Bagaimana kita kemudian menarik kembali kepada fitrahnya untuk kepentingan silaturahmi,” terang Ni’am saat acara peluncuran yang digelar di Islamic Book Fair 2020, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (27/2).
Lebih lanjut Ni’am memaparkan penelitian ‘The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation’ oleh Universitas Oxford yang memasukkan Indonesia ke dalam salah satu dari 70 negara yang memanfaatkan pendengung (buzzer) untuk kepentingan mempengaruhi atau membangun opini.
Melalui metode glorifikasi dan demonisasi, penyebaran ujaran kebencian dan fitnah oleh para buzzer, disebut Ni’am, menjadi tantangan bersama yang harus ditanggulangi dengan cara bijak bermedia sosial. Melawan konten negatif di media sosial itu juga lah menjadi salah satu yang dikupas di buku ini.
“Di sinilah pentingnya kita arif, jadilah buzzer-buzzer positif, buzzer yang positif boleh. Tetapi buzzer yang menjelekkan orang, buzzer yang kemudian memberikan penjelasan sesuatu yang buruk diolah seolah-olah jadi baik, itu yang terlarang,” ujar Ni’am.
Buku ‘Panduan Bermuamalah melalui Media Sosial’ juga memberikan pedoman bagaimana media sosial dapat digunakan untuk menghasilkan konten yang positif dan bermanfaat. Tak hanya itu, buku ini mengangkat pula pentingnya kecakapan literasi digital, hingga menciptakan perdamaian melalui media sosial. Dengan desain sampul buku yang modern, isi buku pun juga memuat ragam visual dan gambar-gambar yang memudahkan mencerna isi materi dalam buku.
“Fenomena yang terjadi saat ini adalah bahkan masih usia kecil, masih bayi, sudah terpapar dengan teknologi dan media sosial. Di sini penting bagi orang tua untuk punya panduan bagaimana menyikapi masa yang sangat teknologi banget, tapi tetap pada jalur yang tepat,” ungkap psikolog dan pengamat media sosial Belinda Agustya. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved