Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
PENCARIAN orangtua dan polisi atas hilangnya dua orang anak, Maria (Maria Umboh) dan Suzy (Suzy Mambo), mencapai titik terang. Kedua anak diajak lelaki tua (Rd Ismail) menuju ke atap Hotel Indonesia.
Orangtua kedua anak itu dan polisi membujuk agar mereka mau turun mendekat. Namun, cara itu tidak bisa diterima begitu saja oleh orangtua dan kedua anak itu. Mereka masih tidak percaya dengan obral janji yang biasa dilontarkan orangtua, tetapi tidak pernah ditepati.
Sepenggal cerita tersebut merupakan bagian dari film Bintang Ketjil yang ditayangkan di CGV J-Walk Yogyakarta, pada Agustus silam. Film itu direstorasi Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Film buatan 1963 tersebut kini tidak lagi hanya dalam bentuk seluloid, tetapi juga digital cinema package (DCP).
Bintang Ketjil merupakan film ketiga yang direstorasi Kemendikbud setelah sebelumnya Darah dan Doa, serta Pagar Kawat Berduri. Marlina dari Humas Pusbang Film menyebut, film Bintang Ketjil memiliki pesan mendalam tentang hubungan keluarga. Kisahnya relevan bagi orangtua yang terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan anak. Mengumbar janji, tetapi tidak ditepati.
“Tema film anak dipilih karena sesuai dengan visi-misi Kemendikbud, yaitu soal edukasi, dan film Bintang Ketjil cukup mewakili visi misi kami,” jelasnya.
Sebelum menentukan film yang akan direstorasi, pihaknya terlebih dulu melihat kelengkapan material yang ada. Setelah melalui riset dan kurasi itulah, film yang disutradarai Wim Umboh dan Misbach Jusa Biran dipilih. “Upaya restorasi ini penting karena upaya penyelamatan, bukan hanya penyelamatan produk film, melainkan juga sejarah yang ada di dalam film itu (termasuk proses pembuatannya),” kata dia.
Restorasi ialah salah satu program Pusbang Film yang bertujuan sebagai upaya penyelamatan terhadap film Indonesia yang berusia lebih 50 tahun. Pemerintah tetap mempertahankan karya anak bangsa khususnya film-film klasik sehingga dapat ditonton kembali dan dijadikan sebagai bahan pembelajaran, baik dari segi teknik produksi film maupun sejarah Indonesia. Setiap tahun, Pusbang Film akan merestorasi satu film nasional.
Bersejarah
Sekilas cuplikan adegan dalam film Bintang Ketjil di atas Hotel Indonesia tampak sederhana. Namun, pada 1963, adegan tersebut terbilang sulit dan melelahkan karena harus membawa peralatan kamera ke atas Hotel Indonesia dalam cuaca terik.
Panji Wibisono dari Pusbang Film menceritakan, suara adegan kala itu diambil langsung. Sineas di masa tersebut dinilai lihai dalam menata audio, terlebih film Bintang Ketjil merupakan film musikal yang menggunakan pengambilan suara langsung (direct).
Sementara itu, Riska F Akbar dari Render Digital Indonesia menjelaskan, proses restorasi menghadapi banyak kendala karena seluloid yang tidak sempurna dan ada gambar yang terpotong.
Untuk menghasilkan film yang mendekati yang diputar pada zamannya, mereka tidak hanya percaya pada dokumentasi yang ada, tetapi juga merekonstruksi dengan pemeran dan sineas yang masih hidup.
“Prosesnya lebih cepat. Restorasi film Bintang Ketjil 50 hari, sedangkan Pagar kawat Berduri 100 hari,” kata dia.
Agus Burhan, Rektor ISI Yogyakarta mengungkapkan, restorasi film merupakan penyelamatan sejarah melalui film. Nilai-nilai sejarah yang ada di film dapat menjembatani generasi muda dan generasi sebelumnya.
“Cerita yang terkandung dalam film ini dapat dijadikan pelajaran oleh generasi muda, baik dari segi politis, realita sosial, hingga kreativitas sinematografinya yang nantinya memperkaya khazanah pengetahuan. Mungkin ini yang dijadikan alasan oleh Pusbang Film untuk melakukan restorasi film ini,” ujarnya. (AT/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved