Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
BEBERAPA waktu belakang ini laman daring dan media sosial ramai tentang kritik terhadap sutrada Livi Zheng. Salah satu diantara yang banyak diperdebatkan adalah soal munculnya kisah-kisah pribadi sang sutradara di film dokumenternya. Akibatnya film itupun terlihat sebagai bentuk narsisme.
Lantas, apakah sebetulnya hal ini sah saja? Seberapa rentannyakah seniman terjebak atau terpeleset dengan narsisme?
Diana Rivera, psikolog yang juga pemerhati seni dan sosial-budaya pernah membahas hal serupa dalam artikel 'The Relevant Versus Narcisstist Artist' di laman 'Hippo Reads', sebuah platform media untuk persinggungan fenomena dunia nyata dengan wawasan akademis. Kontributor platform tersebut merupakan peneliti dari beragam bidang.
Dalam ulasannya, Rivera mengatakan bahwa narsisme sah-sah saja dilakukan oleh seorang seniman terlebih untuk kepentingan publikasi maupun pemasaran di era digital dan media sosial. Ketika seorang penulis selesai dengan novelnya, ia pasti ingin karyanya dibaca. Ketika seorang sutradara selesai dengan filmnya, ia pasti juga ingin orang berbondong-bondong datang ke bioskop untuk melihat karyanya.
Begitu juga dengan pelukis maupun fotografer, ia pasti juga ingin ada orang yang memenuhi sesi pameran karyanya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hasrat tersebut bergulir hanya untuk kepentingan pencitraan atau eksistensi berdasarkan karya dan daya cipta?
Rivera lebih lanjut menjawab pertanyaan tersebut dengan dua perspektif tentang 'seniman relevan' dan 'seniman narsis'. 'Seniman relevan' maksudnya ialah mereka yang dikenal eksistensialimenya berdasarkan karya atau daya cipta.
Sementara seniman narsis ialah mereka yang dikenal eksistensialismenya karena kepentingan pribadi tanpa empati, dan cenderung eksploitatif terhadap orang lain. Lebih dari itu, Diana mengatakan bahwa seniman narsis ialah mereka yang selama ini didiagnosa mengidap Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Cara Mengenali
Ada beberapa hal yang dapat dimengerti untuk mengenali apakah seorang seniman itu 'relevan' atau 'narsis'. Seorang narsisis pada dasarnya tidak dapat diintervensi, dan sebagai gantinya, sebagian besar hubungan yang ia miliki terganggu karena tidak melewati proses penyerapan dalam diri. Seorang narsisis juga bisa dikatakan menderita karena ia rentan secara emosional, bahkan menutupi kekurangannya dengan sebuah pertahanan yang termanifestasi dalam sebuah kontrol, kemarahan, manipulasi, dan antipati.
Lain halnya dengan seniman relevan, ia berkomunikasi dengan produktivitas. Ia menunjukan eksistensialismenya dengan karya, yang berisi pesan maupun kesan betapa penting pemikiran, perspektif, maupun karya seninya terhadap kondisi terkini di dunia beserta segala sesuatu di dalamnya. Seniman yang relevan memahami bahwa ada sesuatu yang hidup di dalam maupun di luar dirinya.
Seniman relevan selalu berusaha membuat menifestasi dalam bentuk karya. Lakunya bisa dibilang elegan, komunikatif, bahkan persuasif dan terjadi sepanjang 'pencariannya'. Seniman yang relevan selalu memiliki daya tarik karena ia memiliki gairah yang sangat besar menyoal daya cipta. Ia juga memiliki kecakapan dalam melihat peluang yang kemudian menjadi sumber inspirasi bagi simbol maupun atribut keseniannya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved