Menjernihkan Pandangan tentang Dunia

Bintang Krisanti
10/8/2019 03:00
Menjernihkan Pandangan tentang Dunia
Judul buku: Factfulness–Sepuluh Alasan Kita Keliru tentang Dunia dan Mengapa Segalanya Lebih Baik daripada yang Kita Kira(Dok.)

DI bagian awal buku ini, 13 pertanyaan tentang kondisi dunia diajukan sang pengarang, Hans Rosling, yang merupakan guru besar ilmu kesehatan internasional. Salah satu pertanyaan itu ialah proporsi penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem dalam 20 tahun terakhir.

Rosling memberi tiga pilihan jawaban. Yang pertama, hampir dua kali lipat. Kedua, kurang lebih tetap sama. Yang terakhir, berkurang hampir setengahnya.

Jika memilih yang pertama atau kedua, Anda seperti banyak ilmuwan, guru, mahasiswa, bahkan pejabat lembaga dunia yang diuji Rosling. Mereka memberikan jawaban yang salah.

Proporsi penduduk dunia yang miskin ekstrem nyatanya telah berkurang hampir setengahnya atau jawaban terakhir. Kesalahan jawaban ini juga terjadi di hampir semua pertanyaan lainnya, antara lain tentang angka harapan hidup, persentase anak dunia yang telah divaksin, hingga spesies binatang yang semakin terancam punah.

Kebanyakan jawaban yang dipilih orang-orang ialah jawaban terburuk. Padahal, data menunjukkan jika kondisi dunia jauh lebih baik.

Jawaban yang benar justru didapatkan jika menggunakan cara acak saja. Ini sama artinya bahwa simpanse yang tidak punya pengetahuan pun akan bisa menjawab lebih baik ketimbang manusia.

Menemui banyak kesalahpahaman fatal yang ia sebut megamisconception itu, Rosling memulai langkah perangnya pada 1998. Caranya ialah melalui penggunaan data-data yang diolah dalam grafik dan bagan-bagan untuk menjelaskan tentang kondisi riil dunia.

Ia kemudian dibantu pula oleh anaknya, Ola Rosling, dan menantunya, Anna Rosling Ronlund. Pada 2005, mereka mendirikan Gapminder Foundation dengan misi melawan ketidaktahuan yang menghancurkan menggunakan pandangan tentang dunia yang berbasis fakta.

Mereka dan jaringannya mengumpulkan data dari seluruh dunia, menganalisisnya, dan memproduksi penjelasan-penjelasan visual serta konsep pengukuran yang mudah dipahami. Salah satunya ialah Dollar Street yang menjelaskan tingkat keekonomian melalui foto-foto.

Namun, itu juga tampak belum cukup bagi Hans Rosling yang langganan diundang berceramah di berbagai forum dan lembaga internasional, termasuk Bank Dunia. Dengan bantuan Ola dan Anna pula, Rosling menerbitkan Factfulness pada 2018. Buku yang menjadi New York Times Best Seller dan memiliki kata rekomendasi dari Bill Gates dan Barack Obama itu terbit pertama kali dalam bahasa Indonesia pada 2019.

Rosling yang kelahiran Uppsala, Swedia, pada 1948 itu menyebut bukunya sebagai pertarungan terakhir dalam misi seumur hidup memerangi ketidaktahuan global yang mengerikan. Meski berpusat pada data, Factfulness bukanlah buku yang sulit dicerna.

Data pun bukan berdiri sebagai angka, melainkan jelas korelasinya sebagai kunci pendobrak misconception. Hal ini dilakukan dengan pembagian bab buku berdasarkan naluri kesalahpahaman yang dilihat Rosling bercokol pada banyak orang. Misalnya, naluri manusia terhadap kesenjangan, naluri terhadap negativitas, dan naluri terhadap generalisasi. Bab pembahasan kesalahan naluri itu mencapai 10 bab sesuai dengan subjudul buku soal sepuluh alasan kita keliru tentang dunia.

Pria penemu penyakit lumpuh, Konzo, di Mozambik dan penulis buku ajar kesehatan internasional Global Health tersebut juga mengorelasikan dengan berbagai kisah nyata di berbagai belahan dunia, termasuk pengalaman-pengalamannya sendiri.

Salah paham terbesar

Salah satu salah paham besar yang diluruskan dalam buku ini ialah pengategorian negara menjadi dua, yaitu maju dan berkembang. Rosling sudah menolak ini sejak 1995 dan sejak 1999 sudah mengenalkan pengategorian yang lebih relevan kepada Bank Dunia.

Ia mengategorikan masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan per orang dalam dolar per hari yang disesuaikan dengan perbedaan harga. Tingkat pendapatan itu ada empat, yang mana tingkat 1 ialah pendapatan hingga U$2; tingkat 2 ialah hingga U$8; tingkat 3 ialah hingga U$32; dan tingkat 4 ialah di atasnya.

Dengan pengumpulan data dari berbagai negara di lima benua, Rosling dapat menunjukkan bahwa sejatinya tingkat pendapatanlah yang membuat perbedaan cara hidup. Bukan budaya ataupun agama. Faktanya ditunjukkan lengkap dengan foto-foto.

Maka dari itu, pembaca dapat melihat jika bentuk toilet keluarga di pendapatan tingkat 2 akan sama di seluruh dunia. Baik di Indonesia, Tiongkok maupun Peru, toilet mereka berbentuk cubluk. Begitu pula tempat tidur di keluarga di pendapatan tingkat 4 di seluruh dunia juga akan sama, yakni menggunakan kasur berpegas. Tampilan kamar di keluarga ini, baik yang hidup di Vietnam maupun Swedia, pada dasarnya sama. Tingkat pendapatan itulah yang kemudian akan memberikan informasi lebih banyak dan akurat mengenai kualitas hidup.

Bukan sekadar optimisme

Sekilas atau baru membaca bagian-bagian awal buku ini, wajar jika kesan yang muncul ialah optimisme tentang dunia. Bagaimana tidak? Fakta-fakta awal yang dipaparkan ialah mengenai 80% anak di dunia telah tervaksinasi, 80% penduduk dunia memiliki akses ke jaringan listrik, maupun kenyataan bahwa harimau, panda raksasa, dan badak hitam yang pada 1996 dinyatakan terancam punah, pada saat ini kondisinya tidak ada yang semakin terancam punah.

Namun, menciptakan optimisme bukanlah tujuan Rosling. Bahkan, ia mengaku geram kepada orang-orang yang merasa mendapat optimisme atau inspirasi setelah mendengarkan pemaparan atau ceramah-ceramahnya.

Rosling yang bepergian hingga ke pedalaman Afrika untuk menyurvei kualitas hidup masyarakat dengan tegas menyatakan bahwa tujuan buku itu ialah membuat orang lebih jernih melihat kondisi dunia, baik yang bagus maupun yang memang bermasalah.

Dengan begitu, baik masyarakat, lembaga internasional, maupun pemerintah akan tahu langkah-langkah yang paling dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang ada maupun meningkatkan kualitas yang sudah ada.

Contoh kecil memandang masalah dengan proporsional ini dialami Rosling sendiri ketika menjadi dokter muda di Distrik Nacala yang terpencil di Mozambik. Menerima 1.000 anak sakit parah dalam setahun, Rosling memilih tidak melakukan infus, tetapi perawatan-perawatan dasar.

Meski diprotes keras oleh sesama dokter Eropa yang kebetulan berkunjung karena dinilai membiarkan anak-anak meninggal. Rosling berkukuh karena prinsipnya yang menempatkan masalah secara proporsional.

Perawatan dengan infus dinilainya berisiko tinggi karena kualitas SDM perawat yang rendah. Sementara itu, perawatan-perawatan dasar lebih aman karena sudah cakap dilakukan para perawat, tidak makan waktu sehingga para tenaga kesehatan dapat lebih berfokus pada upaya-upaya kesehatan mencegah penyakit kegawatan.

Poin menarik lain dalam buku itu ialah imbauan Rosling untuk berimbang dalam mengonsumsi berita. Ia memang cukup banyak menyoroti kesalahpahaman yang ditimbulkan media massa, tapi bukan berarti ia memusuhi. Justru industri media juga dapat bercermin diri dan menyadari pentingnya pemberitaan berimbang. Cara-cara untuk menjadi bijak dalam memandang dunia, ia cantumkan di bab akhir. Itu berlaku untuk orang awam, guru, jurnalis, bahkan politisi.

Pada akhirnya buku ini merupakan bacaan berharga bagi setiap orang yang ingin lebih memahami dunia, berikut pencapaian, maupun tantangan bagi umat manusia.

Judul buku: Factfulness-Sepuluh Alasan Kita Keliru tentang Dunia dan Mengapa Segalanya Lebih Baik daripada yang Kita Kira

Pengarang: Hans Rosling bersama Ola Rosling dan Anna Rosling Ronnlund

Penerbit: Gramedia

Terbit: Februari 2019

Jumlah halaman: 355 halaman



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya