Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
NUANSA kekinian dalam gaya interior industrial memang menjadi daya tarik pertama toko itu. Namun, daya tarik yang lebih besar sesungguhnya ada pada konsep penyajian produk-produknya.
Alih-alih dikemas satu-satu produk yang merupakan bahan makanan, seperti kecap, minyak, hingga beragam jenis itu disajikan dalam bentuk grosir di stoples-stoples kaca berukuran setidaknya 1 liter. Pembeli dapat membeli sesuai kebutuhan dengan membawa wadah sendiri.
Pembelian dalam jumlah kecil pun dilayani, yakni setidaknya 1 gram. Contohnya, sebagaimana tertera di papan harga yang dibuat dari papan hitam bertuliskan kapur putih, Anda dapat membeli 1 gram kapulaga seharga Rp301 ataupun 1 gram ketumbar seharga Rp56.
Itulah suasana di Saruga, sebuah toko bebas kemasan yang terletak di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan. Toko tersebut memang menyediakan kantong kertas berukuran kecil hingga stoples, tapi dalam jumlah terbatas dan tidak cuma-cuma. Cara ini dilakukan untuk sengaja mendorong pembeli membawa wadah sendiri.
"Kalau enggak begitu, susah mengubah kebiasaan sekali pakai. Lagi pula sekarang siapa yang tak punya stoples bekas selai atau kotak makanan? Bongkar-bongkar lagi, pasti punya kok dirumah. Ambil saja itu," kata Adi Asmawan, salah satu pendiri Saruga ketika ditemui ditoko miliknya, Rabu (17/7), yang ditemui Media Indonesia di tokonya. Ia mendirikan toko itu bersama Ridha Zaki.
Adi mengaku toko itu lahir sebagai bentuk kepedulian soal permasalahan sampah di Indonesia. "Masalah sampah itu sudah sangat rumit. Kita tidak bisa menyalahkan konsumen atau produsen saja, tapi berpangkal dari hulu. Jadi, setiap pribadi harus bertindak karena setiap orang memiliki caranya sendiri mengolah sampah," tutur pria yang mengaku belajar khusus soal persampahan.
Dari perjalanannya mempelajari sampah itu, ia meyakini jika volume sampah terbesar bukan dari industri, melainkan rumah tangga. Sebab itu, setiap rumah tangga harus berupaya mengurangi sampahnya.
Pria bertopi ini pun menjelaskan jika semangat lingkungan yang ingin disebarkan lewat Saruga bukan sekadar bebas kemasan. Bahkan, berpangkal dari prinsip atau konsep 'cukup' yang direpresentasikan lewat penjualan dalam jumlah kecil, yakni per 1 gram.
Dengan begitu, ia berharap volume barang yang dibeli memang benar sesuai kebutuhan. Orang tidak perlu dipaksa membeli dalam jumlah besar atau kaku karena tidak ada patokan kemasan. Lebih jauh lagi, ia pun tidak menerapkan sistem harga yang lebih murah dengan pembelian yang semakin besar. Sebuah sistem yang kerap ditawarkan swalayan konvensional lewat program-program diskon untuk barang bundling.
"Kita harus punya tanggung jawab untuk barang yang dibeli, termasuk sampahnya," tambah Adi.
Tidak membenci plastik
Meski tidak menggunakan wadah kemasan konvensional maupun plastik belanja, Adi mengaku sesungguhnya tidak membenci plastik. Ia mengakui jika bahan pengemas tersebut telah sangat membantu kehidupan manusia. Yang ia sangat sesalkan dan hindari ialah penggunaan plastik sekali pakai karena dampak lingkungannya yang begitu besar. Dengan karakter plastik yang tidak terurai dalam ratusan tahun, maka penggunaannya pun harus sangat diperhitungkan. Tiap kemasan maupun kantong plastik justru harusnya dipakai dengan sangat lama, bahkan mungkin seumur hidup.
Hal itu pula yang berupaya selalu diterapkan Adi terhadap plastik yang digunakan para supplier-nya saat pengiriman barang. "Para produsen pun kan kalau mengirim pakai plastik, tapi saya simpan dan kumpulkan untuk kemudian dikirim ke sekolah sebagai sarana belajar mereka membuat prakarya. Itu lebih baik dari pada dibuang," lanjutnya.
Saruga saat ini berkerja sama dengan 20 produsen untuk menyediakan beragam produk yang terdiri dari bahan makanan, minuman, hingga beragam produk perawatan tubuh dan juga produk perawatan rumah.
Adi mengaku, sesungguhnya tidak mudah membuka bisnis toko ritel tersebut. "Perlu adaptasi, cita-cita saya bisa nyelip di antara dua ritel pinggir jalan itu," katanya.
Saruga berencana membuka toko kedua pada Agustus ini. Meski begitu, mereka tetap belum menyediakan layanan belanja dari ataupun kerja sama dengan aplikasi transportasi dari karena mempertimbangkan kemasan yang harus disediakan dan juga jejak karbon dari sisi transportasi. (Wan/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved