Menjadikan Semua Sekolah Favorit

Syarief Oebaidillah
07/7/2019 02:55
Menjadikan Semua Sekolah Favorit
Sekjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)/Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Didik Suhardi(MI/PIUS ERLANGGA)

MEMASUKI tahun kedua pelaksanaannya, sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2019/2020 memantik keriuhan di masyarakat. Bahkan, belakangan keluar revisi atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51/2018. Yang awalnya PPDB berdasarkan zonasi 90%, jalur prestasi 5%, dan jalur perpindahan 5%, menjadi jalur zonasi 80%, jalur prestasi 5%-15%, dan jalur perpindahan 5%.
Untuk mengetahui lebih lanjut perihal kebijakan pemerintah yang meng­undang pro-kontra publik tersebut, Media Indonesia berbincang dengan Sekjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)/Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Didik Suhardi, di Jakarta, Jumat (28/6). Berikut ini petikan wawancaranya.

Pelaksanaan zonasi PPDB tahun ini sempat menimbulkan keriuhan. Apa sebenarnya tujuan zonasi?
Setelah kami evaluasi, sekian tahun kita intervensi kebijakan, program, dan kegiatan, ternyata kita memerlukan revitalisasi kebijakan pendidikan. Berdasarkan data, kualitas pendidikan kita perlu segera diratakan, jangan hanya terfokus di sekolah-sekolah favorit. Dengan harapan terjadi peme­ratan, semua sekolah jadi berkualitas. Tidak ada lagi satu sekolah favorit, tetapi semua sekolah favorit. Kebijakan zonasi pada PPDB hanya salah satu karena tujuan kita mempercepat kualitas pelayanan pendidikan sehingga intervensi program, kegiatan, akan difokuskan untuk sekolah yang perlu ditingkatakna kualitasnya. Jadi, setiap zonasi harus ada sekolah berkualitas dalam jangka dekat dan jangka panjang. Dengan begitu, anak-anak pintar berprestasi tidak perlu berlomba bersekolah di kota. Mereka bisa sekolah di zona terdekat tempat tinggal  mereka. Kebijakan ini sangat penting dan strategis sehingga semua sumber daya di daerah dan pusat akan ditingkatkan.

Tahun ini, ada beberapa sekolah yang akhirnya kekurangan murid karena lokasinya tidak berdekatan dengan permukiman. Solusinya?
Sistem Zonasi bersifat fleksibel pene­rapannya, jika suatu daerah banyak sekolah tinggal diperluas saja sehingga diperluas secara otomatis  permintaan akan bertambah maka akan dapat terpenuhi.

Kenapa pemerintah menerapkan zonasi lebih dulu, alih-alih meratakan kualitas sekolah dan guru?
Kalau kita menunggu pemerataan dulu, kita analogikan jika kita mau merdeka apa harus siap dulu? Kan tidak begitu. Ini ada kesempatan  untuk menata lebih baik bahwa sekolah kita harus ditingkatakan kualitasnya. Cara­nya  bagaimana?  Nah, sistem zonasi ini justru agar intervensi kita lebih fokus. Dengan zonasi, ketika terpantau manakala tidak ada sekolah berkualitas, kita tingkatkan.
Zonasi akan memperkuat ownership pemda sehingga pemda semakin perhatian. Ini lo, masa tidak ada sekolah bagus di daerahmu, masa hanya ada satu sekolah bagus?
Dengan zonasi masyarakat juga turut terlibat. Karena dia ingin anak dapat sekolah bagus, masyarakat terlibat untuk bersama meningkatkan kualitas sekolah. Jadi, ini harus dimulai sekarang. Namun, semua ini memerlukan kesabaran kita semua serta komitmen bersama.

Langkah mewujudkan sekolah berkualitas seperti apa?
Kita sudah punya peta sekolah mana saja yang berkualitas dan tidak, sekolah mana yang jauh, sehingga kita harus atur strategi dan komposisi. Misalnya, setiap tahun itu intervensinya seperti apa? Persentasenya apakah 50% dan 50% atau 60% dan 40%? Itu tergantung kondisi satuan pendidikan masing-masing. Nanti kita fokuskan melalui Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah atau Dikdasmen dan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan di Kemendikbud sehingga zonasi bisa terwujud untuk pemerataan kualitas layanan pendidikan di seluruh Tanah Air.

Mendikbud menyatakan untuk meniadakan sekolah favorit. Apa salahnya dengan sekolah favorit?
Persoalannya, rakyat Indonesia harus mendapatkan layanan pendidikan terbaik. Untuk sekolah negeri, tidak boleh membeda-bedakan, hanya menampung anak pintar pada sekolah tertentu. Maka dari itu, layanan pendidikan harus merata. Untuk sekolah yang dinilai favorit, nanti kita lihat. Kalau gurunya bagus-bagus dan berkualitas, jangan kumpul di satu sekolah saja. Nanti dirotasi ke sekolah lain. Nah, diharapkan dia dapat meningkatkan kualitas di sekolah tempat dia dirotasi tersebut.

Sebenarnya ukuran sekolah favorit seperti apa?
Ukuran favorit muncul dari masyarakat, misalnya, lulusannya banyak di terima di perguruan tinggi negeri (PTN) terbaik, serta banyaknya prestasi yang diraih siswa sekolah itu. Sebenarnya tidak bagus jika sekolah negeri itu hanya untuk anak orang pintar masuk di situ, harus ada pemerataan. Guru-guru bagus jangan numpuk pula di sekolah tertentu, harus disebar, sehingga menularkan kebaikan-kebaikan di sekolah lain. Guru tersebut dipindahkan sehingga memunculkan sekolah unggul nantinya. 

Apa langkah untuk pemerataan dan peningkatan kualitas guru?
Kita akan koordinasi dengan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud serta dinas-dinas pendidikan, ini lo sekolah tertentu banyak guru bagus yang hanya kumpul di satu sekolah, maka perlu rotasi. Selain itu juga kebutuhan untuk pelatihannya. Hal ini akan kita garap, kita siapkan pelatihan gurunya sehingga nanti dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikan. 

Tentang revisi Permendikbud No 51/2018, sejauh ini bagaimana pelaksanaanya?
Permasalahan tidak di semua dae­rah, hanya daerah tertentu. Daerah lain aman dan lancar, tidak ada masalah. Nah, di daerah tertentu itu kita evaluasi dan putuskan ditambah jalur prestasi di luar zona menjadi 5%-15%. Namun, bukan berarti di zonasinya tidak menerima anak berprestasi. Memasukkan anak prestasi boleh di jalur zonasi dan di jalur luar zonasi. Diharapkan masyarakat dan sekolah dapat melakukannya sehingga tidak ada lagi masalah pada PPDB 2019 ini. Makin ke depan, afirmasi seperti ini harus makin sedikit karena diperkirakan sekolah berkualitas semakin banyak. Dengan zonasi akan banyak muncul sekolah bagus.

Daerah mana saja yang berma­sa­lah?
Rata-rata di Jawa. Masalahnya karena orangtua yang ingin anaknya masuk ke sekolah favorit tertentu, lalu kita evalua­si, direkomendasikan menjadi 5%-15% jalur prestasi itu.

Bagaimana agar tidak lagi muncul masalah dalam penerapan zonasi ke depan?
Program kementerian yang dikelola pusat langsung dan dana alokasi khusus (DAK) diarahkan pada sekolah-sekolah yang kualitasnya diperkirakan akan sudah bagus. Ditjen Dikdasmen akan bersinergi untuk mempercepat layanan kualitas pendidikan, yang tentu bersinergi dengan pemerintah daerah. Harapannya, pada 2020 akan ada tambahan 15%-20% sekolah berkualitas sehingga layanan kualitas pendidikan menjadi lebih baik dan meningkat.
Jika kita belajar dari negara maju, sistem zonasi mereka tidak ada masalah lagi kendati di awal pelaksanaan juga tidak langsung lancar. Sistem zonasi di negara maju dapat berjalan baik karena sejak jauh hari sudah dapat diketahui tempat anak akan bersekolah. Ini terjadi di Prancis dan Jepang, pada jenjang SD dan SMP rata-rata 97% sekolahnya negeri sehingga menjadi mudah. Karakteristik sekolah kita berbeda sebab ada peran sekolah swasta. Hal ini harus dipikirkan betul, sistem zonasi akan dipertimbangkan untuk sekolah swasta bisa masuk sehingga dapat bertahan hidup, sekolah swasta juga harus berkualitas guna mampu melayani layanan pendidikan lebih baik pula.

Tahun lalu PPDB sempat heboh karena surat keterangan tanda miskin palsu. Tahun ini ada temuan kartu keluarga palsu?
Karena itu, kita bekerja sama dengan Kemendagri melalu Ditjen Kependu­duk­an dan Catatan Sipil (Dukcapil) dalam penggunaan single identity, data dari nomor induk sekolah nasional (NISN) ke nomor induk kependuduk­an (NIK). Kerja sama ini mulai akan berjalan.

Apa saja manfaat NIK?
Akan memudahkan karena tempat tinggal jelas, akan diketahui keluarga itu memiliki jumlah anak usia sekolah sehingga bisa ditentukan anaknya akan bersekolah di mana, di jenjang SD, SMP, atau SMA. Jadi, gunanya untuk memetakan. Pemerintah daerah akan dapat memetakan jauh hari bagi warga belajarnya untuk bersekolah sehingga PPDB-nya dapat dilakukan jauh hari. Tidak seperti sekarang, yang terjadi pendaftarannya mendekati awal masuk tahun ajaran baru.

Kabarnya ada sanksi di Permendikbud tentang zonasi?
Kita sedang memikirkan sanksi yang tepat sebab jika sanksi diberikan pada sekolah melalui dana BOS akan tidak positif karena mereka banyak mene­rima dana BOS guna memajukan sekolahnya. 
Pak Mendikbud minta kita mencari sanksi tepat agar ada efek jera agar pemda mempunyai komitmen tinggi pada pendidikan di daerahnya. Pasalnya, masih ada pemda yang komitmennya rendah di dunia pendidikan. Jadi, sanksi jika diberikan dalam rangka mendidik dan membimbing daerah agar fokus membina SDM di daerahnya. Nanti kasihan para generasi muda di daerahnya jika tidak ada sekolah berkualitas, dapat menyebabkan lulusan anak mudanya tidak berkualitas sehingga sulit bersaing di era yang penuh kompetisi saat ini. Jangan sampai generasi muda yang seharusnya unggul dan produktif malah menjadi beban masyarakat dan daerah. Nah, Pemda harus komitmen pada dunia pendidikan, juga dari segi anggarannya. Jangan selalu daerah mengandalkan dana pendidikan dari pusat.

Bagaimana kabar pematangan zonasi dalam bentuk perpres?
Masih digodok pada lintas menteri sebab melalui perpres akan memiliki payung hukum yang lebih kuat dalam penerapan zonasi pendidikan dalam cakupan lebih luas. Tidak hanya untuk PPDB, tapi juga untuk zonasi guru, rotasi guru, dan zonasi yang terkait dengan pendidikan. (M-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya