Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
"HIDUP tanpa cinta, bagai taman tak berbunga. Hai begitulah kata para pujangga." Ya, sepertinya potongan lirik lagu ciptaan Rhoma Irama yang berjudul Kata Pujangga sangat tepat ditujukan bagi siapa pun yang tengah dilanda asmara. Kalau sudah cinta, berbagai hal dilakukan agar selalu dalam keadaan sukacita, bahkan tak jarang sampai menggelapkan mata (cemburu buta). Nah, jika sudah begitu, apakah pantas untuk 'digugu dan ditiru'?
Untuk menjawab hal itu, tentu ada dua kalangan yang (mau tidak mau) saling tersangkut. Sebut saja kalangan jomlo versus kalangan yang tak jomlo (tentunya). Bagi kalangan jomlo, fenomena itu 'haram' untuk dilakukan karena selain (mungkin) mereka 'iri' dengan keadaannya yang tak kunjung berpasangan, juga menimbulkan permasalahan yang pelik di kemudian hari, bisa saja memutus tali silaturahim bagi si pemuda dan pemudi.
Namun, bagi kalangan yang memiliki 'sang pujangga hati', fenomena itu akan dimaknai sebagai bentuk ekspresi kasih sayang yang bersemayam di nurani. Untuk para remaja yang tengah didekap perasaan ini, rasanya akan sepakat apabila kita sebut dengan 'bucin' (budak cinta), apakah Anda mengamini?
Istilah 'bucin' memang mempunyai banyak definisi, pada intinya ialah orang itu mau melakukan apa pun demi orang yang dicintai. 'Bucin' pun sudah lazim digunakan remaja masa kini, bahkan ada yang menggunakannya meskipun sudah berstatus suami-istri. Contohnya Ridwan Kamil, ia memiliki versi kepanjangan khusus terkait dengan istilah 'bucin' yang makin digemari ini, yakni 'Ibu Cinta', ditujukan kepada Atalia Praratya, 'si kekasih hati'.
Bila dijejaki lewat kacamata bahasa, 'bucin', menurut hemat penulis, termasuk bahasa prokem, yang bermakna bahasa sandi, dipakai dan digemari oleh kalangan remaja. Bahasa prokem juga digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama kurun waktu yang telah ditentukan (menurut laman Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan).
Ada beberapa contoh dari bahasa prokem yang disebutkan sudah ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring, yaitu kata doi, doku, dan cuek. Lagi-lagi masih dari asumsi pribadi, alangkah eloknya bila istilah 'bucin' juga patut mendapat perhatian dan dapat dimasukkan ke KBBI versi daring. Mengapa demikian?
Hal itu karena ada beberapa akronim yang sudah masuk di KBBI versi daring, misalnya, biduanita: biduan wanita, ataupun konpers: konferensi pers. Atau bisa juga jika ingin mengambil istilah itu tanpa perlu disingkat (budak cinta), mengingat ada beberapa istilah yang menggunakan kata budak di awalnya dan mendapatkan tempat pula di KBBI versi daring (budak belian: orang yang dibeli dan dijadikan budak, serta budak dalam: budak istana).
Istilah 'bucin', sekali lagi, perlu mendapat perhatian dan apresiasi dari para kalangan pekamus KBBI. Pasalnya, istilah ini setidaknya masuk dalam kualifikasi syarat sebuah kata masuk di KBBI, yaitu unik, eufonik (sedap didengar), seturut kaidah bahasa Indonesia, tidak berkonotasi negatif. Hal ini yang terpenting; kerap dipakai.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved