Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

William Sabandar, Era Baru Transportasi Umum Indonesia

Rizky Noor Alam
31/3/2019 01:00
William Sabandar, Era Baru Transportasi Umum Indonesia
Direktur Utama MRT Jakarta(MI/Adam Dwi)

SETELAH  puluhan tahun menunggu, akhirnya Indonesia memiliki kereta MRT (moda raya terpadu) sebagai sarana transportasi umum massal yang diharapkan dapat menjadi pilihan masyarakat untuk beraktivitas. Proyek MRT Fase I (rute Lebak Bulus-Bundaran HI) sudah diresmikan Presiden Joko Widodo, Minggu (24/3). Di waktu yang sama, Presiden meresmikan pencanangan pembangunan MRT Fase II, yaitu rute Bundaran HI-Kota. 

Antusiasme masyarakat menjajal moda transportasi ini terlihat sejak uji coba hingga diresmikan. Akankah MRT mampu menjawab permasalahan transportasi Ibu Kota selama ini? Berikut petikan wawancara Media Indonesia dengan Direktur Utama MRT Jakarta, William Sabandar, di kantornya beberapa waktu lalu.

Antusiasme masyarakat terhadap MRT amat tinggi, terbukti pendaftaran uji coba tembus ratusan ribu orang hingga peresmian kemarin. Bagaimana Anda melihat fenomena ini?
Saya kira ini menunjukKan perhatian, minat masyarakat untuk perubahan bertransportasi di Jakarta dan ini adalah momentum yang bagus. Antusiasme masyarakat ini kita apresiasi dan pertanda baik untuk pengoperasian secara komersial MRT Jakarta ke depan.

MRT sebenarnya adalah proyek lama, tercatat sejak 1985 di era Soeharto dan baru terwujud saat ini. Menurut Anda mampukah MRT mengatasi kemacetan Ibu Kota yang semakin parah?
Ini sebuah inisiatif baru, momentum baru, kita lihat sebagai momentum, bahwa dia akan secara mendadak menyelesaikan masalah transportasi di Jakarta? Pasti tidak. Tapi, ini harus dilihat sebagai momentum mengubah Jakarta menjadi lebih baik dan momentum memberikan kenyamanan bertansportasi publik. Apa yang harus dilakukan selanjutnya ialah mempercepat proyek MRT di Jakarta untuk menjangkau daerah Utara, Timur, Barat, dan daerah-daerah lainnya. 

Sementara itu, pekerjaan integrasi MRT Jakarta dengan moda transportasi publik yang lain itu akan membantu dalam waktu singkat menaikkan jumlah masyarakat yang menggunakan transportasi publik. Kita berada di angka 20% masyarakat Jakarta yang menggunakan transportasi publik. Itu harus ditingkatkan secara perlahan karena tidak sehat makanya Jakarta macetnya luar biasa. Kalau transportasi publiknya ditata dengan lebih baik dan dapat bagus memanfaatkan momentum MRT ini, maka pelan-pelan akan bisa dinaikan. Target Pemerintah di tahun 2030, 75% masyarakat Jakarta dan sekitarnya naik transportasi publik. Itu mungkin terjadi kalau pemerintah serius melakukan pembenahan sektor transportasi publik. 

Bagaimana progres integrasi MRT dengan moda transportasi lainnya?
Paling dekat yang segera diselesaikan adalah dengan Trans-Jakarta. Karena urus­an bagaimana menjamin masyarakat bisa sampai ke rumah atau kantor yang tidak dilewati jalur MRT itu pasti akan dijangkau kendaraan lain seperti Trans-Jakarta, angkot dengan Jak Lingko yang sekarang diperkenalkan sebagai sebuah sistem terintegrasi ini sedang dilakukan. Integrasi yang kami lakukan dengan Trans-Jakarta itu dengan mendekatkan stasiun-stasiun MRT dengan Trans-Jakarta, kemudian rute di mana sekarang banyak rute Trans-Jakarta baru yang kemudian menjadi feed untuk masuk ke stasiun MRT Jakarta, baik membawa penumpang masuk atau keluar, dan ketiga yang akan berjalan adalah proses ticketing. Jadi, integrasi pelayanan.

Apakah ada rencana integrasi dengan moda transportasi daring?
Kita berbicara dengan dua perusahaan pengelola ojek daring dan respons mereka sangat positif. Jadi bagaimana menjadikan seluruh titik-titik pemberhentian MRT di kawasan stasiun itu nyaman. Yang sedang kita arahkan ialah saat stasiun beroperasi, teman-teman dari ojek daring berhenti dan menurunkan penumpang di area-area yang sudah disediakan dekat stasiun. Apa yang kita harapkan ialah kesadaran para penumpang dan teman-teman pengendara ojek untuk tidak berhenti di sembarang tempat agar memberikan kenyamanan orang berjalan kaki. 

Bagaimana dengan warga-warga kota satelit di sekitar Jakarta yang ingin memanfaatkan MRT untuk beraktivitas?
Itu yang kami sebut dengan park and ride, jadi parkir dan kemudian naik MRT Jakarta. Ada beberapa park and ride MRT yang kami siapkan khusus. Di Jakarta Selatan di Lebak Bulus dan Fatmawati, kita punya 3 atau 4 lahan park and ride di Lebak Bulus dan Fatmawati. Tujuannya teman-teman dari kawasan selatan Jakarta seperti Cinere, Pamulang, Ciputat, Bintaro, maupun BSD bisa saja bawa kendaraannya sampai ke titik itu (park and ride) dan akan disediakan dalam bentuk tiket tapping jadi kita tahu mereka yang benar-benar menggunakan MRT, kemudian akan dijemput dengan shuttle Trans-Jakarta kemudian naik MRT menuju ke pusat kota. Itu yang sedang kita siapkan.

Apa tantangan yang Anda rasakan selama proses pembangunan MRT dan cara mengatasinya?
Bisa dikatakan ini adalah proyek yang selesai on time dan jarang sekali, proyek-proyek MRT apalagi yang underground bisa selesai on time. Tapi saya kira dukungan semua pihak itu amat menentukan. Di awal, kita menghadapi tantangan pembebasan lahan dan bisa diakselerasi penyelesaiannya dengan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, Pemda DKI, dan masyarakat itu membuahkan hasil. Kita juga berusaha menyelesaikan berbagai persoalan kontrak, bagaimana mengakselerasi pekerjaan dengan kontraktor dan transfer teknologi yang baik. 

Tapi, (tantangan) yang paling besar adalah mengajak masyarakat mengubah budaya. Kalau Anda ingin Jakarta lebih baik, mari budayakan itu. Jadi, tantangan terbesarnya ialah saat MRT mulai beroperasi, bisa tidak kita membudayakan antre, disiplin, tidak membuang sampah sembarangan, membuat kawasan stasiun menjadi kawasan yang nyaman. Ini menurut saya tantangan yang akan kita hadapi ke depan pada saat kita mulai beroperasi.

Apa strategi yang akan Anda terapkan guna menarik masyarakat menggunakan MRT dalam beraktivitas? 
MRT adalah momentum, bagaimana kita mulai meninggalkan kebiasaan nyaman menggunakan transportasi pribadi. Memang bukan hal mudah, membutuhkan suatu kebijakan terpadu dari pemerintah untuk memastikan ada insentif yang kita berikan kepada pengguna transportasi publik dan disinsentif kepada pengguna transportasi pribadi. Misalnya, parkir dibuat harus lebih mahal. 

Kebijakan ini harus dilakukan bersama dan bersyukur Pemda DKI sekarang sedang mendorong ke arah itu. Sekarang kuncinya ialah bagaimana kita mau berubah, bagaimana teman-teman yang tinggal di kawasan-kawasan selatan menggunakan transportasi publik. Kami memang tidak sempurna, tapi semaksimal mungkin menyiapkan fasilitas tadi, seperti interkoneksi dengan Trans-Jakarta, interkoneksi dengan ojek daring, park and ride. Bahkan bagi Anda yang berkantor di jalan Sudirman-Thamrin, kita meng­ajak Anda untuk tidak lagi menggunakan transportasi pribadi pada saat keluar makan siang karena sepanjang jalur ini tidak ada kendaraan yang lebih cepat daripada MRT. Saya dari Bundaran HI sampai Blok M hanya 15 menit, dari Bundaran HI ke Senayan hanya 10 menit, jadi cepat dan nyaman. Ini yang kita dorong untuk mulai mengubah, membangun budaya menggunakan transportasi publik di Jakarta.

Setelah Fase I dan Fase II di­res­mikan bersamaan, bagaimana perkembangannya?
Kita akan lanjutkan Fase II dari Bundaran HI menuju Kota sepanjang 8 km. Ada paket-paketnya, yakni paket pertama itu Bundaran HI menuju Harmoni sudah kita siapkan untuk lelang dan akan segera mulai tahun ini, lalu Harmoni-Sawah Besar, dan Sawah Besar-Kota, itu 3 paket pertama yang akan kita lakukan. Kemudian pembebasan lahan akan mulai kita lakukan tahun ini, pengalaman utilitas-utilitas yang akan terganggu juga akan kita lakukan tahun ini. Jadi, kita akan segera mulai Fase II, seluruhnya underground akan kita kerjakan selama 4 tahun, sesuai waktunya akan selesai 2024. Masyarakat Jakarta akan menikmati MRT dari Lebak Bulus sampai Kota.

Dari sisi konstruksi, apa yang membedakan antara MRT Fase I dan Fase II?
Fase II secara tantangan teknis akan lebih berat, karena semuanya bawah tanah dan tingkat kesulitannya akan lebih tinggi karena akan berada di bawah Sungai Ciliwung. Kira-kira akan berada 30 meter di bawah tanah. Sekarang kan 20 meter. Lalu kondisi tanah yang masuk ke arah laut sekarang juga membutuhkan sebuah kecermatan dan ketelitian dalam hal teknis. Kita juga akan melalui beberapa fasilitas negara maupun lokasi bersejarah.

Mekanisme evaluasi kinerja operasio­nal akan seperti apa?
Evaluasi pertama adalah bagaimana kita melihat masukan dari pelanggan, bagaimana kenyamanan mereka dalam perjalanan, pelayanan di stasiun. Kita coba tanya faktor apa yang akan membuat Anda memilih MRT dan yang menjawab hampir 50% ialah soal kete­patan waktu. Kedua, soal kenyamanan, dan ketiga, adalah soal interkoneksi. Jadi, adanya integrasi dengan moda transportasi yang lain. Kita akan terus memperbaiki pelayanan kita dari waktu ke waktu berdasarkan evaluasi yang kita lakukan dari hari ke hari.

Apa harapan Anda pada masyarakat?
Pertama, MRT ini sudah jadi dan sudah beroperasi. Mari kita gunakan kesempatan ini sebagai momentum untuk mengubah budaya bertransportasi kita, menjadikan Jakarta lebih aman, nyaman, dan berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi publik. Kedua, kebiasaan kita, pintarnya hanya membangun, merawatnya susah. Kita buktikan Indonesia bisa melakukan yang terbaik sama seperti kota-kota modern di luar negeri. 

Karena itu, saya ajak masyarakat untuk cintai MRT, naik MRT, dan pelihara bersama. Saya ingin dengan MRT, masyarakat menciptakan budaya baru transportasi publik. Mimpi saya ialah MRT ini ada juga di tempat-tempat lain. Kereta berbasis kota ialah sebuah kebutuhan bagi kota-kota yang penduduknya sudah di atas 1 juta-2 juta jiwa. Sebab itu, sebelum terlambat seperti Jakarta, mari siapkan prasarana transportasi seperti ini di kota-kota lain. (M-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya