Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Musik Death Metal Terbukti Tidak Berkorelasi dengan Keberingasan

Irana Shalindra
14/3/2019 09:00
Musik Death Metal Terbukti Tidak Berkorelasi dengan Keberingasan
(Ist)

Penggemar musik death metal ialah orang-orang baik. Pernyataan itu dilontarkan Profesor Bill Thompson. Menurut dia, risetnya menyimpulkan bahwa subgenre metal ekstrem tidak membuat pendengarnya beringas, tetapi justru bahagia. "Mereka tidak akan pergi dan melukai seseorang," ujarnya seperti dikutip dari situs Loudwire, Rabu (13/3).

Kesimpulan itu ialah hasil riset terbaru dari laboratorium musik di Universitas Macquarie Australia, tempat Thompson dan para koleganya melakukan penyelidikan selama puluhan tahun tentang pengaruh emosional dari musik, lapor BBC.

Temuan baru mereka mengungkapkan bahwa penggemar death metal tidak benar-benar "peka" terhadap ilustrasi kekerasan, seperti yang mungkin disangka selama ini. Faktanya, sang profesor, menyamakan kesenangan penggemar death metal rata-rata dalam penggambaran lagu kekerasan sebagai serupa dengan kepuasan audiens saat menyimak lagu yang mendatangkan ketidakbahagiaan.

"Banyak orang menikmati musik sedih, dan itu sedikit paradoks," katanya. "Mengapa kita ingin membuat diri kita sedih? Hal yang sama dapat dikatakan tentang musik dengan tema agresif atau kekerasan. Bagi kami, ini adalah paradoks psikologis. Jadi, [sebagai ilmuwan] kami ingin tahu, dan pada saat yang sama kami menyadari bahwa kekerasan di media adalah masalah sosial yang signifikan."

Bagaimana Thompson dan timnya menentukan bahwa death metal membawa sukacita, bukan kekerasan? Mereka merekrut 32 penggemar dan 48 non-penggemar death metal untuk mendengarkan death metal atau pop, semuanya sambil melihat beberapa gambar mengerikan saat setiap genre dimainkan.

Sembari mendengarkan lagu bertema kanibalisme, Eaten, dari Bloodbath, atau lagu Happy milik Pharrell Williams yang penuh 'sakarin', peserta diperlihatkan gambar pada setiap mata -satu adegan kekerasan, dan satu foto yang tidak bernuansa ancaman- untuk mempelajari reaksi mereka.

"Ini disebut persaingan teropong," jelas ketua peneliti Dr. Yanan Sun. Pada intinya, tes semacam itu menunjukkan fakta bahwa, ketika disajikan dengan dua gambar yang tidak sesuai, responden cenderung lebih banyak melihat gambar kekerasan.

Pendengar death metal juga tidak mengabaikan gambar kekerasan itu. Namun, mereka menunjukkan bias yang sama terhadap gambar sebagaimana oleh mereka yang bukan penggemar death metal.

"Jika penggemar musik kekerasan menunjukkan kepekaan terhadap kekerasan, seperti dikhawatirkan oleh banyak kelompok orang tua, kelompok agama dan dewan sensor, mereka tidak akan menunjukkan bias yang sama," kata mereka. "Tapi, nyatanya, para penggemar (death metal) menunjukkan bias yang sama terhadap pemrosesan gambar kekerasan ini dengan mereka yang bukan penggemar musik ini."

Ini bisa menjadi berita besar, Thompson mengatakan, untuk digunakan dalam "meyakinkan orang tua atau kelompok agama" bahwa pilihan anak-anak mereka dalam mendengarkan musik metal tidak lebih berbahaya daripada genre-genre musik lain.

Sementara itu, bagaimana perasaan band Bloodbath tentang lagu mereka yang dianggap refleksi dari death metal yang agresif?

"Kami tidak memiliki masalah dengan itu," kata penyanyi utama Nick Holmes kepada BBC News. "Liriknya menyenangkan dan tidak berbahaya, seperti yang dibuktikan dalam penelitian ini. Mayoritas penggemar death metal adalah orang-orang yang cerdas dan bijaksana yang hanya memiliki hasrat untuk musik. Ini setara dengan orang-orang yang terobsesi dengan film horor atau bahkan para penggemar peragaan aksi peperangan (re-enactment)."  (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik