Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Sentilan Sosial di Balik Sukses Green Book sebagai Film Terbaik

Bintang Krisanti
25/2/2019 11:55
Sentilan Sosial di Balik Sukses Green Book sebagai Film Terbaik
(Wikipedia)

FILM Terbaik Oscar selalu bukan hanya tentang keindahan atau kekuatan yang tersaji di layar. Melainkan, sering lebih kepada pesan yang disampaikan. Ini termasuk pula tentang apa yang sebenarnya sedang ingin disuarakan Hollywood kepada masyarakat AS maupun dunia. Maka tidak salah pula ketika menilai bahwa yang menjadi Film Terbaik adalah yang juga sedang cocok dengan mood Hollywood.

Sedikit banyak tampaknya ini pula yang terlihat dari penobatan Green Book sebagai Film Terbaik Oscar 2019. Film yang disutradari Peter Farrelly ini mengalahkan Bohemian Rhapsody, Black Panther, BlaKkKlansman, Vice, Roma dan A Star Is Born.

Jika bicara soal kebangkitan pelaku film kulit hitam saja maka Black Panther sudah memenuhi itu. Film super hero ini hampir seluruh pemainnya diperankan aktor Afrika - Amerika. Selain sebagaimana layaknya film jagoan maka orang kulit hitam diperlihatkan dalam sisi digdaya dan karakter terpuji.

Sementara jika hanya ingin bicara orang kulit hitam yang melawan penindasan terhadap kulit putih maka film BlacKkKlansman adalah jawabannya. Film ini memiliki plot detektif Afrika-Amerika pertama yang berupaya mengungkap kejahatan Klu Klux Klan.

Namun nyatanya Academy Award ingin bicara lebih jauh dari itu. Mereka ingin juga menyentil dalam ke pangkal masalah rasisme sekaligus tetap ingin memperlihatkan orang kulit hitam dengan segala baik-buruknya, termasuk sisi gelapnya.

Potret kecilnya ada pada Green Book yang bertutur tentang hubungan mutualisme pianis kulit hitam yang diperankan Mahershala Ali dengan supirnya yang berdarah Italia -Amerika, Viggo Mortensen. Potret hubungan yang ada pun berkebalikan dengan stigma orang kulit hitam selama ini karena sang pianis Don Shirley memiliki posisi yang berada di atas sang supir Tony Lip.

Film ini berangkat dari kisah di buku The Negro Motorist Green Book karya Victor Hugo Green yang terbit pertengahan abad 20. Buku ini merupakan pentunjuk traveling bagi orang kulit hitam soal restoran dan penginapan di Amerika yang mau menerima ras itu.

Dalam film, Tony Lip digambarkan sebagai supir sekaligus pengawal yang melindungi Shirley dari berbagai kejahatan rasis yang sering terjadi di luar panggung. Tony yang awalnya tidak suka pada Shirley lama kelamaan bersimpati dan kagum akan kemahiran musikalitasnya. 

Di sisi lain Shirley adalah orang kulit hitam yang seperti tercerabut dari akarnya. Ia juga tidak lagi berhubungan dengan keluarganya karena merasa sudah mapan. Shirley juga digambarkan sebagai gay. 

Meski film ini juga banyak diwarnai kritik, khususnya isu pelecehan seksual yang mengenai Farrelly. Sang sutradara diketahui kerap bertindak eksibisionis pada dekade lalu. Begitupun, kesuksesan pesan sosial Green Book tampaknya sudah cukup bagi Academy Awards. (M-1)

BACA JUGA: Green Book, Bromance yang Menyentuh Hati



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik