Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Kisah Manusia Berwatak Ular

MI/IWAN J KURNIAWAN
05/4/2015 00:00
Kisah Manusia Berwatak Ular
(ANTARA/Rosa Panggabean)
ASAP kemenyan tampak menari-nari perlahan. Baunya tercium hingga ke deretan kursi penonton. Lampu minyak antik masih berpijar di meja kecil seakan menghadirkan suasana lampau yang khas. Dari deretan balkon kiri, mata para penonton pun tertuju ke bidang panggung. Sesekali, suara batuk, bisik, dan bunyi ponsel pun terdengar. Mereka antusias menyaksikan lakon Opera Ular Putih suguhan Teater Koma, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pertengahan pekan ini. Pada produksi ke-139 ini, sutradara Teater Koma, N Riantiarno, mengupas kisah nonrealis. Itu tentang Ular Putih--kelak menjadi manusia--bernama Tinio (Tuti Hartati). Ular Putih menjadi manusia setelah bertapa selama 1700 tahun.

Alhasil, dewa dewi di kayangan pun menyanggupi permintaan Ular Putih. Kisah fiksi berbalut kepercayaan takhayul itu memang sulit diterima secara logis. Nano, sapaan akrab Riantiarno, pernah mementaskannya pada 1994. Kini lakon Opera Ular Putih ia matangkan dengan pendekatan ruang dan bidang pemanggungan. Setelah Ular Putih turun ke bumi, ia menjelma jadi gadis manis, lembut bertutur sapa, memiliki cinta, dan rasa yang peka terhadap orang lain. Tanio tidak sendiri. Adiknya, Si Ular Hijau--Siocing--juga setia menjelma manusia. Ia menemani kakaknya. Berbeda dengan Tanio, Siocing berwatak keras, suka meletup-letup, dan gampang naik pitam. Kehadiran dua gadis itu ke bumi memberikan sebuah peruntungan. Di sisi lain, penduduk mengalami penderitaan akibat penyakit. Akan tetapi, kemujuran menjadi milik pemuda gagah, Kohanbun (Ade Firman Hakim). Dagangannya kian laris dan menjadi terpandang di antara semua pemuda lainnya. Itu memang sudah dewa dewi takdirkan karena tertulis dalam kitab langit. Ada gaya eufemisme.

Itu membuat dialog dan adegan berjalan mulus. Hal unik pada Opera Ular Putih kali ini tersaji lewat wayang. Dalang (Budi Ros) hadir sebagai juru cerita. Ia mengisahkan sebuah percintaan. Tentu saja, antara Tinio dan Kohanbun. Pada bagian ini, Teater Koma menghadirkan tiga wayang berukuran raksasa, sekitar 3,5 meter. Permainan menggunakan wayang raksasa terkesan seperti ondel-ondel ala Betawi itu, ternyata ampuh. Para penonton tertawa dan terpingkal-pingkal. Gaya wayang potehi raksasa terasa kocak dan lucu. "Selamat datang. Silakan minum tehnya," ujar Tinio, manja. " Iya, nyonya," ucap Kohanbun. Terjadi pembicaraan akrab. Itu membuat hati Kohanbun berdetak seperti genderang hendak pecah. Kohanbun merasakan getaran cinta yang belum pernah ia rasakan. Tentu saja, Tinio telah menyihir Kohanbun. Mereka pun menikah.

Persoalan psikologis
Saat Kohanbun menuju ke kelenteng, ia berjumpa dengan Gowi (Adri Prasetyo).  Si tabib ini sontak menyapa dan berbicara dengannya. "Hai, Kohanbun. Istrimu ialah siluman Ular Putih dan iparmu juga siluman Ular Hijau," ujar Gowi. "Ah! Tak mungkin...," jawab Kohanbun. "Dengan sihir, mereka menyebar penyakit. Mereka juga menyihir kau. Bodoh!" timpal Gowi. "Aku tak percaya istriku siluman!" cetus Kohanbun, emosi. Si tabib kesal. Ia pun memberikan ramuan untuk membuktikan ucapannya. Ia menyodorkan racikan teh agar bisa disumburkan ke tubuh Tanio. Titah itu dituruti Kohanbun. Namun, sayang, sesampai di rumah ramuan itu pun tak mempan. Kohanbun merasa dipermainkan Gowi. Terlepas dari persoalan utama, tentang cinta. Konflik mencuat saat Bahai (Rangga Riantiarno), seorang guru sakti di kelenteng, mulai muak dengan keberadaan siluman.

Ia pun dimintai petugas kerajaan untuk melenyapkan siluman. Lakon Opera Ular Putih memberikan penafsiran makna. Teror psikologis begitu kuat. Ada pesan tentang sifat manusia yang sesungguhnya tidak manusiawi. Sementara siluman memiliki sifat lembut yang lebih baik daripada manusia. Pada adegan lainnya, Kohanbun mati suri setelah melihat penampakan ular di rumahnya sendiri. Namun, istrinya setia. Tentu saja, Tinio sudah telanjur cinta. Ia pun dengan segala cara mencari obat penyembuh untuk suaminya dan berhasil membangkitkannya dari kematian. Lakon Opera Ular Putih pun tak terlepas dari cerita rakyat Tiongkok yang populer di kalangan peranakan Tionghoa di Nusantara,

yakni lewat cerita Ouw Peh Coa (Dua Siluman Ular) yang beredar dalam sastra lisan maupun tulisan. Menurut catatan budayawan, Jacob Sumardjo, kisah ular sudah ada pada zaman Dinasti Ching (Manchu, 1644-1911). Kisah itu banyak terdapat dalam novel berjudul Pai Sheh Chuan (Kisah Ular Putih). Sejak itulah, ditulis dan dipanggungkan lewat berbagai versi. Pementasan tertua Ouw Peh Coa dalam bahasa Melayu-Pasar pun terjadi pada 1911. Itu membuat kisah klasik pun tidak begitu asing bagi masyarakat peranakan di Tanah Air. Kini, Nano menghadirkan lagi lewat Opera Ular Putih. Ada cinta, pengabdian, dan kasih. Ini berbeda dengan suguhan Teater Koma yang kritis, sekitar 21 tahun silam.

Seakan ada pemudaran kritikan terhadap penguasa di lakon kali ini. Pementasan Opera Ular Putih pun cukup cair. Teater Koma memberikan suguhan lakon lewat gaya populer. Apalagi, ada petuah filosofis semisal kalimat; 'bumi harus bersih, langit harus suci'. Itu tentunya mudah diterima dan dimengerti. Tidak perlu mengerutkan dahi. "Ini naskah pernah dimainkan. Blocking-an pun memang sengaja tidak dibuat jeda lama. Ini bertujuan untuk menjaga alur agar penonton pun bisa ikut merasakan klimaks," ujar Rangga, salah satu aktor yang juga terlibat dalam dorong-mendorong properti, seusai pentas. Di tempat terpisah, teaterwan profesional dari Bandar Teater Jakarta, Busyro, menilai keberadaan Teater Koma dalam beberapa pementasan terakhir seakan kehilangan daya kritik. "Saya mengikuti perkembangan Teater Koma dari kacamata awam. Itu artinya, daya kritis sudah tidak tampak di beberapa lakon terakhir," ungkap lelaki berambut putih asal Madiun yang memutuskan merantau ke Ibu Kota sejak 80-an, itu.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik