Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Menghancurkan Lukisan Pasir Guernica in Sand

Fathurrozak
26/1/2019 23:45
Menghancurkan Lukisan Pasir Guernica in Sand
(DOK. MUSEUM MACAN)

DALAM sebidang ruang luas, tampak seorang berbalut putih-putih telaten membubuhkan serbuk-serbuk ke atas lukisan pasir. Sementara, di sisi lain sepasang kaki dengan acak menginjak rupa lukisan yang telah selesai.

Performans yang berlangsung setengah hari itu menyuguhkan kontradiksi. Antara penciptaan dan penghancuran. Lee Mingwei, ­dikenal sebagai seniman yang karya-karyanya selalu menarik interaksi penontonnya untuk berkontribusi menyelesaikan karya. Sejak November tahun lalu, Mingwei tengah berpameran di Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN), Jakarta Barat.

Guernica in Sand, menjadi medium performans Mingwei bersama ­audiensinya. Ia menyelesaikan bagian lain lukisan pasir yang ­merespons karya Guernica (1937) karya Pablo Picasso.
Sementara, sejak pukul 12.00 WIB hingga menjelang petang, kaki-kaki pengunjung bergantian meninggalkan jejak mereka di atas lukisan pasir.

“Walau aksi menginjak seperti ini terlihat seperti ‘menghancurkan’, tetapi juga bisa dilihat dari sisi yang berbeda, proses itu juga merupakan pembuatan karya baru, footprint yang ditinggalkan di atas lukisan pasir, bisa kita lihat cara membuat karya baru.”

Namun, melihat performans itu juga memberi kita perspektif lain tentang karya Guernica in Sand. Sebagai catatan, Guernica in Sand dibuat dalam rentang waktu hingga berminggu-minggu melibatkan para sukarelawan. Setelah hampir jadi, Mingwei mempersilakan begitu saja, orang-orang untuk menginjak.

“Perspektif lain, ini reka ulang ketika Kota Guernica yang ditinggali banyak orang dan dibangun dengan usaha dan penuh energi, dibom, dan dihancurkan dalam waktu yang relatif singkat, hanya 10 menit. Hari ini kami merekam ulang peristiwa itu, karya yang dibuat dalam waktu berminggu-minggu, dirusak dalam waktu yang sangat singkat,” papar Mingwei di sela-sela beristirahat, Sabtu (19/1).

Respons lukisan Picasso

Guernica in Sand milik Lee Ming­wei ialah karya yang merespons lukisan milik Picasso, Guernica (1937), yang merupakan simbol antiperang dan perdamaian, yang dibuat Picasso untuk merespons peristwa pengeboman Kota Guernica (bagian utara Spanyol) oleh Nazi.

Dalam pembuatannya, Mingwei menggunakan material pasir yang bersumber dari enam daerah berbeda di Indonesia. Ini juga ia lakukan ketika dirinya berpameran di Sydney, Australia yang mengambil material dari tujuh wilayah berbeda. Ini menjadi simbolisasi seniman bahwa dari berbagai sumber yang berbeda bisa disatukan menjadi suatu keutuhan karya.

Seusai dari MACAN, Mingwei akan bertolak ke Sharjah Biennale pada 7 Maret. Di sana, ia akan membawa The Lettering Project. Sharjah merupakan kota multikultur di kawasan Timur Tengah, dengan beragam bahasa yang berbeda yang dituturkan penduduknya.

Ketika ditanya mengenai interaksinya dengan pengunjung pameran di Indonesia, ia menyebutkan para pengunjung sangatlah antusias dan menghargai karya, serta punya keinginan untuk mengetahui karya dan senimannya. Sebagai seniman yang kerap kali berinteraksi dengan pengunjungnya, ia pun mengaku banyak mendapat masukan ide dari kisah-kisah mereka. Ini pula yang menurutnya penting.

“Sebagai seniman, saya hanya punya beberapa ide, saya ingin ciptakan karya yang juga bisa diselesaikan orang lain. Ketika saya membuka karya untuk audiensi turut berpartisipasi di dalamnya, banyak yang membantu seniman untuk berkarya. Proses ini sangat memuaskan, ketika banyak yang membantu saya berkarya.” (Jek).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya