Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Merekam Indonesia dari Sketsa

Fathurrozak
09/9/2018 02:00
Merekam Indonesia dari Sketsa
Pengunjung melihat Pameran Sketsa di Galeri Nasional, Jakarta, Rabu (5/9). Pameran Sketsa [Re] Kreasi Garis berlangsung pada 4–16 September 2018.(MI/BARY FATAHILLAH)

SEORANG bocah duduk bersandar di batang kayu. Pandangannya meng­awang, melambungkan lamunan. Nuansa sephia karya bermedium 54,5 cm x 93 cm berjudul Melamun itu merupakan goresan tangan Henk Ngantung.

Seniman yang juga Gubernur DKI Jakarta semasa Presiden Soekarno itu membuatnya pada 1943 dan kini menjadi salah satu koleksi Galeri Nasional yang turut dipamerkan dalam pameran [Re] Kreasi Garis, di gedung C Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Selasa, (4/9).

Di sebelah karya Henk, bersanding dua gores tangan Bapak Seni Rupa Indonesia Modern Sindudarmo Sudjojono. Kedua karya yang bertarikh 1970 ini memiliki garis-garis tebal dengan nuansa kertas yang juga telah menguning.

Di dalam coretan Sindudarmo yang akrab dipanggil Djon, tampak mobil-mobil di antara dua pohon besar yang menunjukkan lingkungan di Lembaga Indonesia Amerika. Sementara itu, karya di atasnya memperlihatkan sorot tegas seorang gadis dengan rambut sebahu dan tergores bunga di dadanya.

Baik Henk maupun Djon merupakan representasi sketsa di Indonesia dari kultur studi, yakni mereka yang belajar seni rupa atau arsitektur. Keduanya juga merupakan perancang sketsa monumen Patung Selamat Datang gagasan Soekarno, yang kemudian dieksekusi maestro pematung Indonesia, Edhi Sunarso. Meski Djon pernah membuat sketsanya, Presiden Soekarno memilih gores­an garis Henk yang lebih mampu menyimbolkan revolusi.

Perjalanan sketsa di negeri ini juga tak luput dari sejarah bangsa. Semasa pendudukan Jepang, Ono Saseo dikenal memimpin seksi seni rupa Keimin Bunka Sidhoso (Pusat Kebudayaan). Lulusan perguruan tinggi seni rupa di Tokyo itu direkrut tentara Nippon untuk merekam gerakan militer Jepang di Jawa lewat sketsa.

Kurator pameran [Re]Kreasi Garis, Bambang Bujono, menuturkan Saseo mengajarkan metode mensket di luar studio melihat secara langsung lingkungan dengan pikiran dan perasaan. Sebelum hilang dari pikiran dan perasaan, perlu memvisualkannya secara cepat, dengan pena atau pensil. 

“Cara Saseo inilah yang kemudian diturunkan keahliannya pada para maestro seni rupa seperti Henk dan Djon, juga Srihadi Soedarsono, salah satu figur yang merekam peristiwa historis lewat garis-garis pensilnya,” sebut Bambang.

 

Bersenang-senang

Sketsa tak hanya menjadi produk seni, tapi juga sejarah. Lewat sketsa pula rekaman-rekaman sejarah bangsa tervisualkan dalam karya-karya para perupa kita.

Setelah 73 tahun, kini sketsa tak lagi sekadar merekam peristiwa, tetapi juga menjadi suatu medium bervakansi ria para perupanya. Tidak harus berasal dari disiplin seni rupa atau arsitek sebab siapa pun bebas memvisualkan garis mereka.

Kemunculan komunitas-komunitas sketsa di beberapa kota menandakan suatu perkembangan sketsa di Indonesia yang kini basisnya pada spektrum berkembang bersama. Beng Rahadian yang juga menguratori pameran ini menyebut, kini motivasi membuat sketsa bukanlah sebatas karya, melainkan unsur bersenang-senang di dalamnya.

“Perkembangan mutakhir membuat karya menjadi hibrida. Sketsa dulu hanya dengan pensil, satu media. Kini bisa mencam­purnya dengan berbagai teknik. Sketsa menjadi pendidikan terbuka,” jelas Beng.

Amatan Beng tentu bukan isapan jempol. Dalam pameran kedua sketsa ini pun merupakan hasil dari submisi terbuka lewat sosial media. Pengirimnya, datang dari berbagai kota. Tatas Sehono, dari Sketchwalker Semarang juga turut memajang karyanya, lewat gores Kelenteng Tay Kak Sie di Semawis, Pecinan di Semarang.

Ia menawarkan gagasan rupa Indonesia yang beragam, salah satunya dari etnik Tionghoa. Ia mewarnai seluruh kelenteng dengan nuansa monokromatik, dan terbentang bendera berwarna merah putih.

Perkembangan lain, dipresentasikan dari karya Deskamtoro Dwi Utomo. Ia bereksperimen dengan mensketsa Wisata Kota Tua dengan sudut 360 derajat. Kertas dengan ukuran 150 cm x 45 cm ini melingkar seperti tabung, di sekelilingnya ada coretan orang-orang yang berkerumun. Suatu cara lain menikmati dunia sketsa. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya