Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Batik yang Menghidupkan Pakandangan

Iis Zatnika
13/8/2018 12:00
Batik yang Menghidupkan Pakandangan
Sentra Batik Tulis Al-Barokah milik Taufan Febriyanto, di Pakandangan Barat, Sumenep, Madura, Jawa Timur, menghidupi 105 perajin dan 13 karyawan.(Dok Batik Madura Al Barokah )

Tak perlu meragukan kualitas kainnya, kendati terkesan kainnya lebih lembut, jenis katun pada batik Madura juga siap tempur jika dijahit menjadi daster kesayangan yang dipakai sepekan sekali sekalipun.

Perjumpaan dengan batik Madura pertama kali terjadi disela lawatan di bulan Ramadan bersama rombongan Kementrian Desa. Bertanya tentang keberadaan perajin batik, warga yang hangat menyambut kami, mengajak saya menelusuri jalanan desa dan menemui rumah dengan kain-kain yang semuanya indah, pun murah.

Batik itu punya aksen, coletan, salah satu teknik membatik dengan mengoleskan cat langsung di atas kain langsung, diantara motif khasnya yang dominan, disebut warga lokal, manik-manik, yang berwujud rangkaian titik dekoratif. Mencermatinya sebentar saja, penanda batik Madura akan mudah terekam dalam benak, karena manik-manik itu nyaris ditemui dalam semua variasi motifnya, menjadi salah satu penanda utama.

Jika buat pembelajar batik, yang berburu sambil masih bolak-balik memperhitungkan soal harga, Madura adalah surga. Semnetara, bagi warganya, industri ini adalah pengungkit kehidupan.

Siklus saling memberi manfaat itu dimulai dari pebatik rumahan hingga yang bekerja di rumah pemilik sentra kerajinan, pemasok material hingga pelaku usaha lain yang terkait, seperti konveksi yang mengubah sebagian batik jadi baju, sang pedagang yang sebagian besar juga sekaligus pemilik usaha produksi, hingga rantai panjang perniagaan. Tentunya, kebahagiaan yang kemudian dialirkan pada para pecinta batik, pun kultur identitas Madura yang terjaga antar generasi.

Berbincang batik di Al-Barokah
Media Indonesia, Jumat (10/8) berbincang dengan Taufan Febriyanto, sang pemilik Sentra Batik Tulis Al-Barokah yang jadi salah satu bintang dalam industri batik Madura. Berusia 31 tahun, Taufan yang juga seperti lelaki Madura lainnya, gemar bersarung, kini berkolaborasi dengan sedikitnya 105 perajin yang rutin memasok hasil karyanya ke toko yang ia sebut galeri, di Pakandangan Barat, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Selain itu, ada pula 13 perajin yang setiap hari bekerja di rumah produksinya.

Lazimnya warga Madura, bangunan toko Taufan ditandai pilar-pilar besar dengan gaya aktraktif. Masuk ke dalam, sedikitnya 10 ribu lembar kain batik, hingga yang telah dijahit menjadi kemeja atau gaun, terpajang rapi. Sebaiknya tak buru-buru di sini, nikmati waktu untuk lesehan di karpet menikmati motif-motif yang ada, meraba permukaannya yang halus, sambil mengobrol dengan sang pemilik yang masih turun tangan langsung melayani pembeli.

Ada air putih yang tersedia gratis pun waktu buat mengeksplorasi tak berbatas, dengan pelayanan yang hangat kendati pembeli melakukan aksi bongkar sana, bongkar sini. Kain-kain batik itu sebagian dilipat, namun ada pula yang dipajang per lembar. Tak akan ada batik yang sama di sini, karena buatan tangan, maka setiap gambar yang tersaji akan berbeda.

"Di sini nggak ada limit harga, jadi boleh nawar, sambil ngobrol, lebih enak kan," kata Taufan yang setiap harinya menerima pasokan 50 hingga 100 lembar kain dari para perajin yang jadi mitranya.

Istilah limit harga itu, ketika ditelisik lebih jauh, ternyata bermakna, tak ada banderol yang disematkan pada batik, sehingga mau tak mau harus ada perbincangan saat pembeli menaksir kain yang menarik hatinya. Makna lainnya dari limit itu, harga yang ditawarkan sangat beragam, mulai Rp75 ribu hingga Rp10 juta per lembar.

Pengungkit kehidupan perempuan
"Yang bekerja dari rumah maupun yang kerja di tempat saya ya semuanya ibu-ibu, batik sudah jadi tumpuan hidup warga di sini, mereka sangat  produktif. Karena itu pula, harga di sini bisa terjangkau,"  kata Taufan yang menyebut pemacu utama batik Madura, yang semuanya tulis, karena tak dikenal tradisi batik cap di sana, murah karena ongkos tenaganya yang kompromis.

Tentunya, itu juga terkait dengan corak motifnya yang tingkat kehalusannya berkorelasi dengan harga. Pada batik puluhan ribu rupiah, motifnya cenderung tak banyak variasi, manik-manik dengan aksen coletan. Sementara, pada batik tulis dengan kisaran jutaan rupiah, teknik mencanting, melorod malam dan mewarnainya jauh lebih halus dan presisi.

Taufan menyebut, dari batik, sedikitnya para perajin bisa mengantongi sedikitnya Rp1,2 juta perbulan. Sebagian karya-karya mereka, sebanyak 25%, dikirim ke berbagai kota di penjuru Indonesia. "Saya nggak buka toko online, jadi pesanan itu datangnya lewat WhatsApp, kalau di internet, promosinya lewat Facebook, saya pajang foto-foto disitu. Tapi ya sebagian besar pemesan itu, sebelumnya pernah datang ke sini, ngobrol-ngobrol lalu lanjut pesan dan dikirim. Sekarang kami rutin kirim ke Jakarta dan kota-kota besar lain, sebagian besar mereka pedagang juga," ujar Taufan sembari menegaskan, batik Madura, diyakini akan senantiasa eksis dengan pembeda utamanya, warna-warna mencolok dan terang, sehingga terkesan muda dan segar. Karakter itu pun berkorelasi dengan gaya para perempuan pulau itu yang menyukai baju dan kosmetik berwarna meriah, mengesankan kehangatan pun nyalinya yang tak bisa diremehkan.

"Sebanyak 75% penjualan masih dari pembeli yang datang langsung ke galeri, baik itu pembeli eceran maupun untuk dijual lagi, tapi semuanya sama, kita ajak ngobrol dulu biar suasananya enak," ujar Taufan yang di Facebook-nya memajang fotonya bersama para pesohor yang bertandang ke tokonya, mulai Khofifah Indar Parawansa yang kini jadi Gubernur Jawa Timur, pesinetron Okan Cornelius, komentator sepakbola Valentino 'Jebret' Simanjuntak hingga Wury Estu Handayani, istri ketua MUI Ma'ruf Amin yang kini calon wakil presiden bersama petahana Joko Widodo.

Satu dekade merintis bisnis  berbasis  kultur  lokal, batik yang telah jadi tumpuan hidup antar generasi, Taufan bukan pemain tunggal, ia berdampingan dengan pebisnis lainnya. Namun, Taufan sukses menjadi salah satu rekomendasi utama toko batik di Pakandangan, karena pendekatan khasnya pada para pembeli.

Kolaborasi berbuah pengembangan usaha
Bermodal jejaring bisnis yang terjalin organik, Taufan kini menjadi salah satu nasabah Bank Jatim. Ia kini tengah membangun penginapan tiga lantai, juga di Pakandangan, di atas lahan sedikitnya 200 meter. Tamu yang diharapkan menginap, sebagian adalah pelancong pecinta batik yang ingin menjelajah lebih intens, menikmati proses kerjanya, menorehkan malam, mencolet hingga berlama-lama berburu motif terbaik.    

"Kalau galeri dan restoran kan sudah ada, jadi mau bangun penginapan. Biaya pembangunannya dibantu oleh bank. Hubungan yang baik itu kan penting, dengan pembeli, bank dan dinas-dinas di sini untuk memajukan usaha kita dan keberadaan batik Madura ini," ujar Taufan yang mengandalkan portofolionya sebagai pengusaha dalam mengajukan kredit.

Bukan cuma galeri batiknya yang makin tersohor, pertambahan jenis usaha dan kepercayaan pihak bank, diraih Taufan dengan jurus utama, ngobrol-ngobrol sambil lesehan, juga eksis di mesin pencarian. Di halaman pertama Google, saat mengetik batik Madura, maka kisah toko milik Taufan yang diceritakan di blog-blog pecinta batik, muncul di halaman pertama.

Dampak kencangnya perputaran usaha itu mengalirkan rezeki pada para  perajin, pun mendenyutkan kehidupan di Pakandangan, sekaligus kultur batik pulau garam.(M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iis Zatnika
Berita Lainnya