Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Serial Indonesia Standar Film

Ardi Teristi Hardi
12/8/2018 01:20
Serial Indonesia Standar Film
(DOK. HBO)

MENONTON serial tidak hanya ditelevisi. Kini, sudah bisa disaksikan melalui jaringan internet alias web series. Keberadaan Viu, Iflix, HBO, Youtube, dan platform lainnya memberikan banyak pilihan untuk menonton cerita serial terbaik. Keseruan terlibat dalam web series pun diungkapkan Tara Basro. Perempuan peraih pemeran utama perempuan terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2015 ini, berperan di web series Halustik.

Bagi Tara, Halustik bukanlah serial pertama yang dia bintangi. Sebelumnya, dia pernah berperan sebagai Ros di serial Halfworlds yang tayang di HBO pada 2015. Tara menyebut, ada beberapa alasan dirinya terlibat dalam web series. “Salah satunya, ingin saja main series seperti ini karena sekarang sudah mulai shifting ke digital,” kata dia, di Jakarta, pekan ini.

Berbeda dengan film, serial memiliki durasi lebih lama karena banyak episode. Ceritanya harus dijaga agar tetap menarik pada setiap serinya. Sebagai aktris, Tara juga harus bisa menjaga karakter yang diperankan karena waktu syuting yang panjang.
“Rasanya seperti maraton, setiap hari di set (lokasi syuting) harus ingat episode sebelumnya. Sangat menarik ritmenya,” kata Tara, yang berperan sebagai bankir yang mandiri dan logis di cerita serial Halustik.

Serial Halustik, salah satu web series yang sedang diproduksi dan akan tayang. Sebelumnya, ada beberapa web series Indonesia yang telah diproduksi, misalnya, The Publicist, Kenapa Harus Bule dan Sunshine yang tayang di Viu, Halfworld yang tayang di HBO, serta Magic Hour: The Series yang tayang di Iflix.

Standar film
Kemunculan web series Indonesia dalam beberapa tahun terakhir membuat cerita serial mengalami perkembangan yang menggembirakan. Pasalnya, tidak hanya menyajikan cerita menarik, pengerjaan web series pun lebih serius dengan standar film.
Aktor senior yang juga mengikuti perkembangan web series, Surya Saputra, menyebut web series tempat yang bagus bagi orang-orang yang mau membuat karya yang berbeda. Web series bisa menjadi stimulan untuk meningkatkan mutu cerita serial di Indonesia secara keseluruhan.

Ia mengakui, cerita serial yang tayang di televisi tetap banyak. Namun, kebanyakan kualitasnya cenderung stagnan atau malah mundur. “Di luar negeri, mereka bisa berkreasi dalam membuat serial dengan kualitas yang seperti film. Namun, di Indonesia, kebanyakan cerita serial yang tayang di televisi masih begitu-begitu saja,” kata dia.

Menurut dia, cerita serial yang ditampilkan harus ada pembaruan dan perbaikan. Misalnya, dari sisi cerita, cara penggarapan, dan artis-artis yang bermain harus lebih serius, bermainnya lebih natural. Khusus dari sisi keaktoran, kata Surya, yang paling penting ialah make believe. Seorang aktor harus bisa meyakinkan penonton karakter yang dibawakannya riil dan bisa masuk akal.

Gawai
Pembaruan cerita serial sangat penting karena generasi milenial beralih dari televisi ke gawai. Standar tontonan para milenial pun semakin tinggi. Mereka menonton film ataupun cerita serial di Netflix, HBO, dan yang lain-lain, yang kualitasnya seperti film.
“Memang standarnya (cerita serial di Indonesia) harus memakai standar film, itu yang bagus. Memang harusnya ke arah sana,” kata Surya yang sedang terlibat penggarapan web series Magic Hour The Series yang tayang di Iflix.

Surya mengakui suka menonton serial web series, termasuk web series Indonesia. Ia berharap, web series di Indonesia bisa terus ada dan berkembang karena tempat buat seniman di Indonesia untuk berkarya lebih baik. Ia juga yakin, televisi sudah sadar munculnya web series sekarang ini karena para milenial sudah mulai beralih. “Mereka harusnya sadar dan membuat tayangan serial dengan standar yang lebih tinggi,” kata dia.

Kemajuan teknologi dalam hiburan itu juga diamini Nia Dinata. Web series menjadi tempat baru bagi seniman untuk berkarya. Selama ini, Nia Dinata memang dikenal sebagai sutradara film. Menurut dia, tidak aneh jika sutradara film pun juga menjadi sutradara cerita serial. Di Amerika, sutradara film pun menggarap cerita serial, seperti David Fincher yang menyutradarai House of Cards dan Steven Soderbergh dengan serial Mosaic.

“Sebagai pembuat film harus terbuka dengan kemajuan teknologi. Kalau, misal, ada platform yang bisa membuka kesempatan kita untuk berkreasi dengan lebih bebas dan kreatif, kenapa tidak?” kata Nia yang juga menyutradarai cerita serial Switch yang tayang di Viu.

Senior Vice President Marketing Viu Indonesia, Myra Suraryo, mengamini peralihan masyarakat dalam menonton hiburan. Di Indonesia saja, pengguna Viu hampir 5 juta. Animo penonton terhadap cerita serial yang pertama kali diproduksi pada awal 2017, Switch, mendapat sambutan bagus dari masyarakat. Setelah itu, Viu kembali membuat cerita serial yang lain, yaitu The Publicist, Kenapa Harus Bule, Sunshine, dan Halustik.

Menurut dia, ada standar kualitas yang ditetapkan Viu agar cerita serialnya bisa diterima masyarakat dengan baik, baik di negara tempat diproduksi maupun di negara-negara lain. Ketika memutuskan memproduksi cerita serial original, semua itu telah melalui proses yang cukup panjang.

“Kita punya standarisasi. Kita produksi tidak hanya memiliki kualitas film output-nya, tetapi juga menggunakan treatment film. Itu adalah standarisasi internasional dari Viu,” kata dia. Oleh sebab itu, sutradara yang dipilih untuk menggarapnya pun sutradara film. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya