Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
DENGAN wajah lugu, remaja itu masuk ke ruangan dan berdiri di hadapan para juri. Mereka ialah senior di dunia hiburan. Ada Tri Utami, Iis Dahlia, dan Beniqno.
"Namanya siapa, sayang? Perkenalkan dirinya," kata Beniqno membuka percakapan.
Dengan nada suara yang datar, perempuan itu pun memperkenalkan dirinya. Namanya Waode Sofia usia 16 tahun dan berasal dari Baubau, Sulawesi Selatan.
"Kamu tadi ketemu temen-temen kamu tidak di luar?" tanya Iis Dahlia.
"Ketemu," jawab Waode.
"Mereka kayak apa mau audisi?" lanjut Iis bertanya.
Belum sempat menjawab, Iis pun kembali menimpali Waode dengan pertanyaan, "Apakah peserta audisi yang lain memakai bedak, lipstik, dan memakai baju yang benar?"
Rentetan pertanyaan itu membuat Waode terlihat gugup. Ia pun lalu menjawab bahwa bajunya ketinggalan di kampung.
Sekelumit cerita tersebut diambil dari video berjudul, Awalnya Ditolak, Tapi Setelah Dimake Over Peserta ini Bagai Bidadari - Ngantri KDI Eps 1, (16/7), dan dipublikasikan pertama sejak 16 Juli Juli 2018. Video yang diunggah Kontes Dangdut Indonesia (KDI) MNC TV ini pun sempat menjadi trending di channel Youtube dan telah ditonton lebih dari 3,4 juta kali hingga 27 Juli 2018.
Video tentang penjurian ajang pencarian Kontes Dangdut Indonesia tersebut telah menjadi perbincangan publik. Pasalnya, juri menunda penilaian akan kemampuan olah vokal Waode lantaran penampilan Waode yang dinilai kurang siap untuk audisi. Pasalnya, ia tidak memakai riasan wajah dan baju yang selaiknya untuk mengikuti kontes. Ia pun diminta keluar dulu oleh dewan juri untuk memperbaiki penampilannya.
Di luar, Waode dirias dan diberi gaun hitam sebelum masuk kembali ke hadapan dewan juri. Setelah menunjukkan kebolehannya menyanyi, Iis Dahlia pun menyerahkan tiket calon bintang KDI 2018.
Tindakan Iis itu pun menuai banyak komentar dari netizen. Melihat polemik itu, Programming and Acquisition Director MNC TV, Endah Hari Utari, menyampaikan pembelaannya.
"Kalau kita ngomong untung rugi, kan, kita bukan sedang dalam transaksi. Kalau kita ngomong wise dan tidak wise, kan, ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan hal itu. Kan, itu sangat mungkin ditelusuri sebenarnya," kata dia.
Endah menegaskan, pihaknya konsentrasi cara membentuk bintang dan menciptakan KDI di layar televisi hingga disukai masyarakat Indonesia. Ia pun meminta semua pihak harus melihatnya peristiwa secara utuh dan kontekstual karena tujuannya sama sekali enggak jelek.
"Kalau evaluasi setiap stages kita lakukan evaluasi. Artinya, setiap hari kita melakukan perbaikan di semua area. Ini juga termasuk yang dibahas," kata dia dalam pesan singkat.
Gimik
Secara terpisah, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan pihaknya juga telah mengamati terkait peristiwa penjurian di KDI 2018. Ia menjelaskan, KPI lebih konsen pada konten. Kalau berdasar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran melanggar norma kesopanan, pasti akan ditindak.
"Kita baru dapat informasi. Kalau dilihat sekilas, ini (kasus Iis Dahlia) adalah gimik," kata dia. Kalau hanya gimik, KPI akan memberikan imbauan dulu.
Yuliandre pun mengatakan, KPI selalu mengimbau kepada setiap orang yang tampil di layar kaca untuk menjaga norma kesopanan sesuai pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Pasalnya, gimik terkadang berisiko dan bisa diviralkan untuk menggerakkan massa.
Sementara itu, menurut psikolog Kasandra Putranto, pengaruh penilaian juri terhadap psikologi peserta besar sekali. "Dengan komentar positif saja peserta pasti sudah terbebani, apalagi kalau negatif," kata dia.
Namun, semua itu tergantung kualitas mental peserta (kematangan, stabilitas emosi, dan daya tahan), kualitas komen juri (ada yang halus ada yang keras), dan seberapa jauh settingan atau skenario tim kreatif. Jika dilihat dari sisi psikologi, sebaiknya kritik yang bersifat membangun. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku untuk kesejahteraan mental.
Di dunia hiburan, lanjut Kasandra, komentar juri berdasarkan arahan skenario tim kreatif. Ada yang memberikan dukungan maksimal, atau sekadar mengaduk emosi, ataupun menantang daya tahan mental peserta.
Dalam kasus Iis Dahlia, misalnya, ada teori, bad public relations is a good/effective public relations. "Mungkin (kasus Iis Dahlia) memang tampak buruk dan tidak mendidik, tetapi dengan cara demikian muncul kontroversi yang membuat orang ingin nonton dan menambah rating. Hal ini sama saja dengan drama action thriller yang memiliki tokoh antagonis selain tokoh protagonis dengan tujuan membuat jalan cerita lebih seru," kata Kasandra kepada Media Indonesia.
Anak-anak
Terkait dengan pengaruh tayangan televisi kepada masyarakat terutama anak-anak, nilai Kasandra, tentu harus ada pembatasan usia penonton. Penonton yang sudah cukup usia harus mampu memahami tujuan komersial dari tayangan tersebut. Dilematisnya mereka yang tidak dewasa atau tidak mampu menilai entertainment berdampak meyakininya sebagai kebenaran dan menumbuhkan kebencian yang bisa berujung konflik.
Di satu sisi, kadang pilihannya adakah untuk menggembleng mental, seolah-olah memberikan persetujuan melakukan kekerasan, mirip dengan banyak kasus perploncoan di sekolah. Padahal, tidak ada bukti plonco efektif menghasilkan mental yang kuat.
"Justru kekerasan verbal atau verbal abuse, terutama pada anak-anak atau yang masih di bawah umur, terbukti memengaruhi ukuran amygdala dalam otak, tersimpan dalam memori, yang membuat seseorang akan memiliki kecenderungan melakukan hal yang sama di kemudian hari," kata dia.
Menjadi bintang
Kasandra menyebut, berbagai acara ajang pencarian bakat banyak diikuti peserta. Menurut dia, banyak yang ingin populer dari ajang pencarian bakat dan ingin memperoleh manfaat baik dari sisi ketenaran, keuangan, maupun menyalurkan bakat dalam kegiatan positif.
Alumnus ajang KDI, Selfi Nafilah, mengungkapkan dirinya memang bercita-cita ingin menjadi penyanyi sejak usia 5 tahun. Ia baru bernyanyi di atas panggung untuk acara-acara resmi kepolisian pada kelas 2 SMA karena ayahnya seorang polisi.
"Waktu itu mental saya masih cemen untuk ikutan ajang pencarian bakat atau lomba-lomba. Waktu saya ikut KDI, itu spontan saja, tapi bukan coba-coba karena saya yakin punya kemampuan," kata perempuan yang berhasil menjadi finalis KDI pada 2004.
Selfi mengaku, banyak pelajaran yang didapat dari ajang pencarian bakat tersebut, dari olah vokal, menari, kepribadian, make up, cara menguasai panggung hingga cara berhadapan dengan media. Ajang semacam itu semacam latihan satu paket untuk meraih mimpi menjadi penyanyi.
Menurut dia, yang paling berat dihadapi ketika ikut ajang pencarian bakat ialah tekanan kompetisi karena ia tidak ingin mengecewakan keluarga dan semua yang mendukungnya. Tiap minggu ia harus menghafal dan menyanyikan lagu berbeda-beda yang telah dipilihkan di depan juri-juri yang sudah senior.
"Orang-orang yang tidak kuat mentalnya susah mengikuti ajang-ajang seperti ini," kata dia. Di dunia hiburan pun, kata dia, seorang penyanyi harus disiplin dan punya attitude yang bagus
Kehadiran ajang pencarian bakat dinilai Selfi penting. Kontes itu menjadi jembatan bagi talenta-talenta untuk meramaikan belantika musik Indonesia.
Bila acara itu dikemas bagus, menarik, dan selalu ada pembaruan tidak akan ditinggal penontonnya. Untuk menarik, acara tidak harus dibuat dengan drama karena ini bukan ajang belas kasihan.
"Tidak harus selalu menjual kesedihan atau drama-drama, tetapi acara diolah dengan menarik," kata dia. Ajang pencarian bakat harusnya menunjukkan talenta-talenta yang ditampilkan patut diolah agar bisa dinikmati dengan lebih baik dan dapat dibanggakan.
Sementara itu, menurut Natasya, ia pernah mengikuti dua kali ajang pencarian bakat. Pertama, ia ikut X Factor Indonesia 2015, hanya sampai tahapan duel saja (karena saya harus UN SMA). Setelah itu, ia mengikuti ajang The Voice Indonesia 2016, hanya sampai tahapan Live Show 1.
"Awalnya, (keikutannya) tentu saya merasa talenta yang saya miliki bisa disalurkan melalui ajang tersebut, dan hal yang terpenting bagi saya adalah pengalaman yang akan saya dapat selama menjalani ajang tersebut, lalu kesempatan bertemu orang-orang hebat di dunia musik," kata dia.
Melalui kontes itu, ia mengaku mendapat banyak pelajaran, seperti pengetahuan musik dan teknik bernyanyi dari para musisi hebat Indonesia maupun dari peserta lainnya. Ia juga bisa menemukan teman-teman yang cara bernyanyi, selera musik, dan penampilannya yang berbeda-beda sehingga menjadi masukan untuk saya dan lebih memahami genre musik yang beraneka ragam.
Namun, karantina menjadi tantangan terberatnya. Pasalnya, ia tidak memiliki akses untuk menghubungi keluarganya atau pandangan crew yang meremehkan peserta kontes.
Acara pencarian bakat bukan semata satu-satunya cara menjadi bintang. Masih banyak media menyalurkan bakat, seperti Instagram, Youtube, Twitter, Soundcloud, dan lain-lain. Adanya media-media tersebut, individu kreatif dapat menciptakan sebuat konten yang beraneka ragam tanpa adanya aturan-aturan atau tuntutan dari industri tv.
Ia mengaku tidak ingin lagi mengikuti ajang pencarian bakat karena menurutnya ajang semacam itu untuk mencari pengalaman. "Saya sudah mendapatkannya dan juga saya lebih baik memanfaatkan media-media yang saya sebutkan di atas untuk menjadi penyalur talenta yang saya miliki," pungkas dia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved