Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KEHEBOHAN kisah David Foster, Brian McKnight, dan Anggun yang manggung di De Tjolomadoe, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada Maret lalu menyisakan godaan buat para pemburu destinasi bangunan bersejarah dengan bonus-bonus foto nan Instagramble.
Kehadiran musikus-musikus dunia pada rangkaian acara peresmian De Tjolomadoe itu menjadi penanda, lokasi itu jadi pemikat baru buat Surakarta. Terlebih, jaraknya hanya 15 menit dari Bandara Internasional Adi Soemarmo.
Pesona itu sudah ditebar sejak mata menangkap sosok rumah pesanggrahan, objek yang pertama kali dilihat ketika tiba di sana. Terletak di sayap kanan, bangunan ini dulunya ditempati Mangkunegara IV, sang pemilik pabrik sekaligus penguasa Kadipaten Mangkunegara yang memerintah pada 1853-1881. Rumah itu kini tengah disiapkan menjadi galeri.
Lalu, memasuki pintu utama, Anda akan memasuki area museum dan disuguhi roda-roda baja raksasa yang dulunya berfungsi sebagai Stasiun Gilingan. Roda-roda tersebut masih asli dan kukuh berdiri, mempercantik sekaligus memberi kesan gagah pada bangunan.
Tiap area punya fungsi
Noda-noda karat di mesin giling mengajak akan mengajak Anda menerawang jauh ke masa lampau. Memasuki koridor, pengunjung akan menemukan ornamen-ornamen mesin uap di langit-langit bangunan, dulunya berfungsi sebagai stasiun penguapan. Di bagian bawahnya, terdapat area kafe yang dapat diakses pengunjung.
"Stasiun Gilingan akan difungsikan sebagai Museum Pabrik Gula, Stasiun Ketelan sebagai area F&B (food and beverage), Stasiun Penguapan sebagai area arcade, Stasiun Karbonatasi sebagai area art & craft, Besali Cafe sebagai F&B. Selain itu, ada pula Tjolomadoe Hall atau concert hall, dan Sarkara Hall sebagai multi-function hall," imbuh GM Konstruksi PT Sinergi Colomadu, Edison Suardi, kepada Media Indonesia, Kamis (22/3).
Setelah berjalan menyusuri koridor, Anda akan masuk ke ruangan konser. Concert hall ini istimewa karena di latar belakang kursi penonton terdapat kaca-kaca besar yang memperlihatkan mesin-mesin besar sebagai ornamen yang menakjubkan. Concert hall tersebut mampu menampung hingga 3.000 orang.
Aneka paket wisata
Kesan pabrik yang identik dengan kerja keras dan udara panas, tidak tampak di tempat ini. Pengunjung dapat berkeliling dengan nyaman karena suhu udara ruangan sejuk, selain karena struktur atap yang tinggi, sudah dilengkapi dengan pendingin udara serta peredam panas pada atap. Untuk pencahayaan, pada siang hari terang benderang karena ada beberapa bagian yang dipasangi jendela besar untuk masuknya cahaya sekaligus meminimalkan penggunaan lampu.
Area parkirnya sendiri cukup luas, mampu untuk menampung 600 mobil dan akan terus ditambah. Di area parkir tersebut pun dapat dibangun panggung untuk acara-acara pertunjukan musik maupun festival. Ke depannya, PT Sinergi Colomadu yang menaungi kompleks bangunan itu, menggandeng berbagai pihak seperti Association of Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) dan dinas pariwisata setempat. Berbagai paket wisata De Tjolomadoe akan dikemas.
Tak tertutup kemungkinan, lanjut Edison, wisatawan kapal pesiar ketika tiba di Semarang langsung menuju De Tjolomadoe. "Atau wisatawan mancanegara yang sudah mengunjungi Candi Borobudur dan Candi Prambanan digiring menuju pabrik gula ini."
Riset sejarah
Kisah De Tjoloemadoe diawali Pabrik Gula Colomadu atau yang tersohor sebagai PG Colomadu yang dimilik Mangkunegara IV, dibangun pada 1861.
Kendati kini menjadi sebuah kawasan modern dan premium, keaslian arsitektur situs cagar budaya itu cukup terpelihara dan dikelola PT Sinergi Colomadu.
"Sekitar 20 tahun lamanya pabrik gula ini berhenti beroperasi dan terbengkalai, kami pun sulit mencari dokumen-dokumen PG Colomadu ini. Bahkan di Leiden, Belanda, pun kami hanya menemukan 2-3 foto pabrik ini," jelas Edison.
Lahan milik PT PTPN 9 itu, tambah Edison, meninggalkan bangunan dengan atap hancur, dinding-dinding terkelupas, baja-bajanya berkarat, tetapi strukturnya 90% masih layak.
Proses pembangunan pertama dilakukan pada 8 April 2017. Studi kelayakan melibatkan berbagai ahli di bidang arsitektur, sejarah, maupun budaya. Luas kompleks bangunannya 1,3 hektare, berdiri di atas lahan 6,4 hektare. Proses revitalisasi dilakukan dengan tetap mempertahankan nilai dan kekayaan historis. Mesin-mesin raksasa pabrik gula dipertahankan untuk memberikan wawasan sejarah.
Lokananta, sang pelestari nada
Puas berkeliling De Tjoloemadoe, Anda pun dapat mengunjungi situs bersejarah lainnya di Solo (Surakarta), salah satunya studio rekaman legendaris Lokananta yang hanya berjarak 7 km dari De Tjolomadoe.
Lokananta terletak di Jl Jenderal Ahmad Yani No 379. Lokananta merupakan perusahaan rekaman musik pertama di Indonesia. Sejak awal berdiri pada 29 Oktober 1956, Lokananta mempunyai dua tugas besar, yaitu produksi dan duplikasi piringan hitam serta kemudian kaset.
Gedung utamanya dicat warna krem dan hijau tosca. Kondisi gedungnya sendiri cukup terawat, tampak sekali gedung baru saja dicat ulang. Meskipun begitu, genting-genting atapnya menunjukkan jejak usianya yang panjang.
Saat memasuki lobi, Anda akan disambut beragam ornamen musik yang dipajang di dinding. Di lobi, ada dua ruangan yang difungsikan berbeda. Pertama, kantor sekretariat dan yang satunya ruangan yang difungsikan sebagai tempat penjualan suvenir, mulai kaus, kaset, hingga pernak-pernik. Selepas dari lobi, ada taman sederhana yang asri nan hijau dengan kolam air mancur di tengahnya, cukup membuat sejuk mata di tengah cuaca Solo nan panas. Dari sana pun Anda langsung dapat berkeliling menikmati berbagai benda-benda permusikan di setiap ruangan.
Ruangan selanjutnya, berisi peranti seperti mesin quality control keluaran 1980, pattern generator keluaran 1980, mesin pemotong pita keluaran 1980, video home system (VHS) video recorder keluaran 1990, pemutar piringan hitam keluaran 1970, dan power amplifier keluaran 1960. Beberapa kaset VHS dipajang sebagai pelengkap dan pengingat, VHS pernah populer pada zamannya. Mesin-mesin tersebut apik terawat meskipun sudah tidak berfungsi.
Setelah beranjak dari ruangan penuh mesin tersebut, Anda akan masuk ke ruangan harta karun, yaitu berbagai piringan hitam dari lagu-lagu yang pernah direkam di tempat ini. Koleksinya mulai lagu daerah, lagu-lagu nasional, sampai lagu-lagu milik para musikus yang pernah rekaman di sini, seperti Waldjinah.
Ruangan terasa pengap, debu-debu pun serasa terhirup ke paru-paru dan suhu ruangannya cukup panas, terkesan kurang mendukung jika difungsikan sebagai ruangan penyimpangan koleksi piringan hitam. Lokananta sendiri menyimpan sekitar 5.000 pita reel dan 30 ribu keping piringan hitam.
Alunan gamelan
Di ruangan selanjutnya, ada satu set perangkat gamelan lengkap. Satu set gamelan tersebut ialah gamelan tua yang dibuat di zaman Pangeran Diponegoro, namanya Kiai Sri Kuncoro Mulyo. Pemiliknya, Raden Moelyosoeprobo, priagung trah dalem atau bangsawan Yogyakarta Hadiningrat yang mendapatkannya pada 1920. Pada 1937, gamelan itu dibawa ke Surakarta Hadiningrat oleh pewarisnya, Raden Moelyosoehardjo. Menurut petugas yang mendampingi, gamelan tersebut dipercaya terkadang berbunyi sendiri pada waktu-waktu tertentu.
Ruangan terakhir ialah ruang studio rekaman tua, tetapi masih aktif dan dapat digunakan sampai sekarang. Di dalamnya, ada alat mixer Series 80B buatan 1950-an, istimewanya, masih menggunakan teknologi analog. Peranti itu dipercaya hanya tersisa dua di dunia, satu lagi di Kantor BBC London, Inggris, yang pernah digunakan untuk merekam lagu-lagu The Beatles.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved