Agniya Khoiri, Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
08/3/2015 00:00
(MI/IMMANUEL ANTONIUS)
Nonton Java Jazz enggak? Kamu yang datang ke salah satu pesta jazz terbesar ini, tadi malam, Sabtu (7/3), akan menemui sosok gitaris muda Gerald Hiras Situmorang di panggung Lawu Acoustic. Ia bermain bersama Ankadiov Subran dan Jessilardus Mates.
Tiga hari sebelumnya, pada Rabu (4/3) Muda menemui Gerald di rumahnya di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Gerald yang akrab disapa Ge, di sela latihannya, menjawab pertanyaan Muda tentang pilihannya berkarier di musik.
Kapan mulai masin musik? Umur 13 tahun, saat masih SMP kelas 3, melihat teman-teman sekolah memainkan gitar. Saya mencuri-curi chord yang dimainkan teman meski tak tahu itu chord apa.
Orangtua lalu memasukkan Gerald pada kursus gitar selama 3 tahun di Armstrong Pitoi. Saya belajar berbagai genre musik, termasuk jazz yang kemudian saya tekuni hingga sekarang.
Namun, saya mulai serius sejak SMA di Pangudi Luhur (PL). Saya membuat grup bersama Dimas Wibisana, namanya Akustik PL, sekarang dikenal sebagai Sketsa. Saya lalu mulai menulis lagu sendiri.
Saya lalu mencoba daftar kuliah musik di Amerika Serikat (AS), tapi gagal. Saya tidak patah semangat, kembali ikut kelas gitar milik Nikita Dompas.
Kini saya sudah berhasil melahirkan lima album dan sukses menggelar debut konser solo perdana, Gerald Situmorang & Dlareg Octet feat Rama Widi pada 22 Februari lalu di Teater Salihara Jakarta.
Project kamu yang terbaru? Sketsa duo gitar akustik album sudah dua, bagi saya ini lebih pop instrumental. Lalu, ada juga Gerald Situmorang Trio yang awal terbentuk karena diminta Indra Lesmana ngehost jam session dengan bentuk trio, ini modern jazz dan iramanya bukan swing jazz.
Sedangkan project Hemiola Quartet, mirip Trio. Bedanya, personelnya ada empat, album juga sudah ada. Musiknya, modern jazz, tetep main swing, karya sendiri.
Ada juga Backbeat, sedang ngerjain album. Konsepnya hip hop campur rock, jazz dan RnB. Ada vokal, rapper, keyboardist, ada sembilan personelnya. Tahun ini, saya juga mau rilis album solo.
Saya juga terlibat di Barry Likumahuwa Quintet. Barry sebagai leader-nya, saya cuma ikut dan kadang main karya lagu saya. Di sini, saya terlibat di aransemen dan bassist.
Selain di project ini, saya biasanya jadi leader, nulis lagu. Khusus di Monita & the Nightingales, saya sebagai gitaris, tapi sering juga jadi music director, produksi. Jenis musiknya, folk, pop, jazz.
Konsep album solo kamu? Ini album solo pertama, karena yang sebelumnya dengan grup. Saya main gitar sendiri, nilon akustik gitar, tapi take apa-adanya enggak ada over dub. Salah, ya ulang, take berkali-kali, nanti saya pilih yang terbaik. No editing no over dub.
Genre-nya pop instrumental ballad, mellow gitu lagunya. Enggak pernah ngelabelin genre musik gue apa, biar orang-orang terbayang aja sih, genre apapun, terserah orang saja ngomongnya apa, gue nggak masalah, kalau ditanya ya pop instrumental.
Nanti juga akan take 'Garden,' yang gue bawain di debut solo konser di Salihara kemarin, dengan format string. Isinya, drum dan instrumen. Saya juga akan kerjakan dua album solo lagi tapi enggak rilis tahun ini.
Kendala dengan memiliki banyak project sendiri dan bersama musisi lain? Seperti main di Java Jazz dengan Gerald Situmorang Trio, minggu lalunya dengan Gerald Situmorang and Dlareg Octet, minggu depannya main dengan Barasuara. Mungkin saya harus switch langsung.
Saya senang bisa tampil solo atau bermain dengan artis lain pun. Berkarya lewat karya sendiri itu tujuan bermusik saya. Konsisten berkarya, entah sendiri atau sama grup.
Sampai saat ini saya berusaha untuk atur jadwal. Orang mikir akan susah fokus, tapi saya dapat pelajaran yang berbeda dari itu semua.
Yang menginspirasi kamu? Guru-guru gitar, Denny Tr (Karimata Band), Tohpati, Dewa Budjana. Bersyukur bisa kenal mereka dan dapat banyak masukan dari mereka, cara nulis lagu, mainin ini itu.
Musisi luar negeri juga banyak, saya enggak terfokus dengar jazz aja, tapi yang lain juga. Saya senang banget dengar band Jepang, Laruku, band-band yang alirannya Japan Rocks.
Saya juga senang dengar scoring film klasik. Saya dulunya maniak game, jadi dengerin soundtrack game itu asyik.
Ya, Indra Lesmana, Riza Arsyad, Pat Metheny, Laruku jadi inspirasi saya.
Kalau inspirasi menulis lagu instrumental dari mana? Dari mana saja bisa, misalnya saya lagi nonton bola, bisa muncul not kayak otomatis terinspirasi, dan langsung nulis lagu kayak lagu saya yang judulnya Greenfield. Itu bener langsung terinspirasi dari sana.
Yang namanya jatuh cinta, itu juga memang benar-benar berpengaruh. Inspirasi utama tentunya dari kehidupan, akan lebih dalam sih.
Ceritakan soal konser solo di Salihara dong, itu pencapaian terbesar kamu? Dari saya tahu Salihara, pengen banget tampil di sana. Saya bahkan sudah nulis "Gerald Situmorang dan Dlareg Orchestra di Salihara." Bagi saya, ini pencapaian yang bikin banyak belajar, mainnya sih belum klop banget.
Bersyukur banget di konser debut solo perdana, diberi kesempatan nulis lagu baru, enggak nyangka bisa gue lakukan tahun ini.
Sensasi terbesar dalam karier musik kamu? Bisa main sama Oran Etkin, pemain klarinet dari AS yang biasa main sama gitaris idola saya. Main sama idola-idola yang tadi saya sebutkan.
Saya latihan di rumah Tohpati dan benar-benar enggak nyangka, kelar itu, di mobil itu kita teriak-teriak.
Bisa main sama Indra Lesmana, di WhatsApp sama dia saja, saya gemetar, apalagi diajak rekaman.
Terus Barry, dulu kita sekadar saling tahu, tiba-tiba lagi nonton di acara jazz, dia di belakang saya bilang, kita bikin band ya Ge!
Produksi musik sama Indra Lesmana, Tohpati, itu sudah juga. Namun, kalau bikin yang lebih intim lagi ya pengen banget sih.
Pengen duet gitar, tukar pengalaman musik, mungkin saya bisa kasih sesuatu yang beda. Dengan musisi luar pun pengen, kayak yang Dewa Budjana lakukan. Tapi, sekarang lagi senang main sama teman seumuran, bangun bareng-bareng dari bawah bareng, sama-sama buat musik Indonesia lebih bagus.
Cita-cita saya di awal, memang cuma main di Java Jazz, tahun 2008 pertama kali main, seperti mau nangis. Sampai sekarang saya masih dan lumayan sering main di sana, tapi tetap senang. Fokus saya, berusaha jadi yang terbaik!
Kunci bertahan di musik? Kejujuran, konsisten, usaha, dan doa. Berkarya dan bikin musik buatlah sejujur mungkin, suka musik dangdut buatlah musik itu sekeren mungkin, dengan cara kamu sendiri.
Saya senangnya instrumental dan jazz, buat semaksimal mungkin di sana dan akan jalan sendirinya. Jangan kebawa tren, atau ikut-ikutan, natural saja, fokus.
Enggak ada salahnya bawain karya orang, tapi lebih baik lho buat karya sendiri, sebagai musisi, itu tugas utamanya bikin karya. Networking di musik juga penting banget.
Biodata
Nama : Gerald Hiras Situmorang
Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 31 Mei 1989
Prestasi:
- Juara 1 di eX Jazz Battle 2009 dengan BAG Trio
- Special Award Excellent Duo In Jazz with Gerald & Ryan di 31st JGTC Competition.
- Nominasi untuk Indonesia Cutting Edge Music Awards (ICEMA) 2010 Favorite Jazz Song Category untuk Childhood's Dream di album pertamanya bersama Sketsa Childhood's Dream.
- Childhood's Dream dalam debut album bersama Sketsa masuk sebagai nominasi Best Jazz/Instrumentasl Perfomance by Solo Artist/Duo/Group di Ami Award 2011
- Ikut tampil dalam sejumlah acara bergengsi, Jazz Jazz Goes To Campus, Java Jazz Festival, JakJazz Festival, ASEAN Jazz Festival, Java Soulnation, PL Fair dan World Youth Jazz Fest 2014 di Malaysia.
- Album Time Is The Answer bersama Gerald Situmorang Trio mendapat nominasi untuk Indonesia Cutting Edge Music Awards (ICEMA) Best Jazz Track 2014 menjadi Indonesia Top 10 Album selama 4 bulan di Rolling Stone Magazine Indonesia (September 2014-Desember 2014).
Album:
- Sketsa, Childhood's Dream 2010
- Hemiola Quartet, Oddventure 2012
- Sketsa, Different Seasons 2013
- Monita Tahalea & The Nightingales, Songs of Praise 2013