TANPA takut, Mide Rahmantika menjadikan tembok taman sebagai jalur luncuran. Dengan sepatu beroda sejajar atau dikenal sebagai inline skate, Mide berulang kali mencoba melawan gravitasi. Setiap kali melompat, ia berusaha menapak tembok lebih tinggi dan lebih lama berada di bidang vertikal itu. Tidak sendiri, di Taman Menteng, Jakarta Pusat itu, Mide beradu ketangkasan bersama teman-temannya. Para pria muda tidak hanya beraksi layaknya 'cicak', tetapi juga seperti haus akan setiap bidang yang dapat diluncuri baik berupa rel besi ataupun tiap permukaan-permukaan beton yang datar. Mide menyebut olahraga yang mereka tekuni sebagai aggressive inline skate.
Sesuai namanya, gerakan-gerakan dalam olahraga itu umumnya lebih agresif daripada inline skate yang hanya mengedepankan kecepatan. Bermula pada era 80-an di Minnesota, Amerika Serikat, olahraga tersebut bercikal dari para pemain hoki es yang ingin berlatih di musim panas. Dua bersaudara di antara mereka, Scott dan Brennan Olson, kemudian menciptakan sepatu beroda empat sejajar dan menjualnya dengan merek Rollerblade. Seiring dengan populernya merek itu, olahraga inline skate ekstrem itu pun mulai berkembang pada 1988. Hingga kini beberapa gerakan yang umum bagi para blader (sebutan pemain inline skate) ialah front side, back side, soul grind, mizou, hingga royale.
Gerakan front side dan back side hampir mirip, yakni dilakukan dengan meluncur atau menggilas (grind) di atas rintangan berbentuk bidang rata (baik datar maupun silinder seperti rel) yang sempit. Jika meluncur dengan roda bagian depan dan tubuh menghadap depan maka disebut front side dan sebaliknya jika back side. Sementara itu, gerakan meluncur soul grind bukan bertumpu pada roda, melainkan dengan pinggir alas sepatu atau dengan lekukan yang ada di tengah blade. Media atau landasan luncurannya bisa sangat beragam, termasuk siku tembok atau kotak yang sengaja dibuat.
Dengan cara meluncur yang tidak biasa itu, jangan heran jika jatuh-bangun jadi makanan lumrah saat latihan. "Kalau sudah terbiasa dengan olahraga ekstrem seperti ini, memang tidak kaget melihat kita latihan sampai jatuh bangun," ucap Mide kepada Media Indonesia, Rabu (23/12). Meski sakit, dengan jatuh-bangun pula blader akan semakin paham cara menghindari cedera. Mide yang sudah menekuni olahraga inline skate sejak 12 tahun silam mengakui banyak di antara blader yang mengalami cedera cukup parah di beberapa bagian tubuh.
"Sama seperti olahraga lainnya. Jika sudah banyak pengalamannya, tentu akan semakin mudah menjalankannya. Karena banyak teman yang sudah cedera parah, setelah sembuh mereka tampak lebih hati-hati dan mengerti teknik-teknik membuang badan agar tidak cedera di tempat yang sama," paparnya. Salah satunya ialah Nove Andriwan. Blader berusia 26 tahun itu mengaku telah beberapa kali mengalami cedera di beberapa bagian tubuhnya. "Tangan, kaki, bahu hampir semua sudah cedera. Tapi saya tidak kapok karena memang sudah hobi sama olahraga ini. Karena sering cedera, saya jadi sudah paham bagaimana cara melindungi badan saya," ungkapnya.
Menurut Nove, ada beberapa perbedaan kesulitan dalam beraksi di rintangan yang ada. "Setiap obstacle (rintangan) tentu mengalami kesulitan berbeda-beda. Kalau di sisi tembok biasanya lebih mudah karena sisinya padat. Namun kalau di ralling tangga lebih sulit karena ketebalannya tidak setebal sisi tembok," jelas Nove. Setidaknya dengan dua sampai tiga kali seminggu berlatih, menurutnya, dalam kurun waktu dua bulan dipastikan sudah akan bisa melakukan berbagai teknik dan gaya dasar. "Intinya latihan. Dan jangan lupa pemanasan pada bagian tubuh seperti pergelangan kaki dan tangan agar tidak mudah cedera saat bermain," tambah Nove.
Berbagai latar belakang Meski tergolong olahraga ekstrem, aggresive inline skate memiliki banyak peminat di berbagai kota di Indonesia. Hal itu bisa terlihat dari wadah tempat Mide dan Nove bernaung, yakni Jakarta Rolling (Jakroll) yang berisikan berbagai profesi dan latar belakang para blader. Tidak hanya pekerja swasta, ada juga seniman, artis, pengacara, bahkan pengendara ojek online. Hebatnya lagi, beberapa blader Jakroll telah didapuk berperan dalam film-film yang menggunakan ketangkasan bersepatu roda. Misalnya, film Olga dan Sepatu Roda, Bladerhood, dan Sepaturoda Gila.
Tak hanya berlatih dan bermain sepatu roda, ternyata para blader Jakroll juga memiliki aksi sosial yang tinggi. Itu semua bisa terlihat dari kegiatan sosial tahunan yang selalu dilakukan Jakroll dengan melakukan kegiatan saat bulan suci Ramadan. "Setiap tahun, dan sudah berjalan selama enam tahun, kita selalu melakukan kegiatan sosial di bulan Ramadan. Semua itu kita lakukan karena kita tidak hanya ingin bermain dan berlatih sepatu roda saja, tapi saling membantu terhadap orang-orang yang membutuhkan," ujar Nove.
Kegiatan sosial yang dilakukan ialah dengan melakukan sahur bersama dan mengumpulkan sumbangan dari para blader dan bladist untuk dibagikan ke beberapa panti asuhan yang ada di Jakarta. Diharapkan, kegiatan tersebut dapat terus berjalan setiap tahunnya. "Alhamdulillah kegiatan ini sudah berjalan selama enam tahun dan kita berharap bisa terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya," pungkas Nove. (M-3)