Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PENGEMBANG aplikasi tentunya berharap mendapatkan uang dari usahanya.
Tidak semata demi kesejahteraan diri sendiri, tapi juga mengembangkan aplikasinya lagi.
Sayangnya, masih banyak start-up di Indonesia kebingungan cara melakukan monetisasi.
Nah, Bob Bao Lead for Baidu's Overseas Offices menekankan user experience sangat penting dan tidak boleh dikorbankan demi monetisasi.
Berbicara di ajang Techinasia 2016 di Jakarta, Rabu (16/11), dia menjelaskan perlu memperhatikan pula kapan waktu yang tepat untuk melakukan monetisasi.
Bicara soal kapan paling tepat mulai monetisasi, Bob Bao menyinggung angka sakti 40-2-10.
Artinya ketika aplikasi sudah memiliki 40% retention (pengguna kembali menggunakan aplikasi) di hari kedua, lalu 20% retention di hari ketujuh, dan 10% retention di hari ke-30.
Itulah waktu ketika aplikasi siap mendatangkan uang.
Indikasi lainnya ketika aplikasi sudah diunduh 500 kali setiap hari per minggu. Ini dikenal dengan istilah 'bluecloud's rule of 500'.
Cara untuk melakukan monetisasi di antaranya lewat pemasangan iklan banner dan native ads.
Bagi Bob Bao, iklan yang paling bagus tanpa mengorbankan user experience ialah native ads.
Tampilannya lebih natural dengan platform yang dimiliki, berbeda dengan banner ads yang tidak ramah pengguna dan mengganggu alur pengguna dalam bernavigasi.
Kelemahannya, perlu meluangkan waktu lebih banyak untuk merancang dan mengintegrasikannya ke aplikasi.
Di kesempatan terpisah, Plern Tee Suraphongchai, Partner di Venturra Capital, mengatakan venture capital (VC) dipastikan lebih selektif menyuntikkan dananya.
Angin segar sempat berembus ke sektor pendanaan start-up sepanjang 2016.
Cukup banyak investasi yang digelontorkan untuk start-up tahap awal, bahkan ada dana segar sekitar Rp7,3 triliun untuk Go-Jek yang menjadikannya 'unicorn' pertama di Indonesia.
Namun, tren positif itu belum tentu berlanjut ke tahun mendatang.
"Para VC kini lebih memilih start-up dengan bisnis yang baik, bukan start-up yang hanya bisa membakar uang," jelas Suraphongchai. (Her/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved