Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

PC dan Laptop Punah?

Hera Khaerani
03/12/2016 00:30
PC dan Laptop Punah?
(Ist)

ANI, 32, seorang bloger. Baginya, ponsel pintar ibarat penyambung nyawanya.

Ponsel itu tidak hanya digunakan untuk menelepon, berkirim pesan, bermedia sosial, atau berbelanja, tapi juga untuk bekerja.

Tiap kali diundang sebagai bloger, dia cukup membawa ponsel pintarnya.

Sepanjang acara, dia terbiasa mengambil foto dan membagi informasi lewat media sosial secara langsung.

Kemudian ia mengetik tulisan untuk blog lewat ponsel.

Sudah beberapa tahun belakangan, dia tak memerlukan laptop apalagi komputer.

Perubahan itu tidak hanya dialami bloger, banyak kalangan profesional dari berbagai bidang juga melakukan hal sama.

Perubahan itu makin ditunjang dengan berbagai perangkat lunak yang kompatibel dengan perangkat mobile.

Seperti Microsoft Office, tidak hanya bisa digunakan di mobile, tapi juga multiplatform.

Media Indonesia mewawancarai Chairman Global Mobile App Summit & Awards (GMASA) Venkatesh CR di Jakarta, Kamis (24/11), terkait dengan perubahan ini. Dengan yakin dia mengatakan,

"Kita melihat di masa depan PC dan laptop akan punah lalu segalanya dilakukan lewat perangkat mobile."

Saat ini, penjualan laptop dan PC di seluruh dunia turun drastis mencapai 10%-15%.

Di sisi lain, banyak aktivitas yang bergeser ke daring seperti belanja yang sekarang berlangsung di perangkat mobile.

"Kita lihat setiap tahun, lalu lintas internet paling besar berasal dari mobile, bukan laptop ataupun PC," ujarnya.

Di Indonesia pun sama, negara ini menempati posisi tiga terbesar di kawasan Asia Pasifik.

Lebih dari 90% orang mengakses internet melalui perangkat mobile.

Tidak berhenti di situ, Indonesia juga menjadi negara dengan total pengunduhan (download) aplikasi mobile terbesar di dunia, disusul Amerika Serikat dan Tiongkok.

Dorong lokalitas

Banyak yang menarik dari daftar aplikasi mobile yang diunduh masyarakat Indonesia.

Seperti dilansir www.appannie.com, data top chart aplikasi Google Play yang banyak diunduh dan digunakan di Indonesia, aplikasi messaging dan media sosial berada di daftar teratas untuk aplikasi yang gratis.

Menariknya, bila menyangkut aplikasi berbayar, daftar itu menunjukkan masyarakat rela mengeluarkan uang untuk gim.

Sayangnya tidak satu pun aplikasi dan gim itu buatan Indonesia.

Go-jek, yang banyak penggunanya, baru muncul di urutan ke-30.

"Sedikit sekali aplikasi atau gim lokal yang dipilih pengguna Indonesia. Mungkin harus melibatkan asosiasi-asosiasi terkait untuk mempromosikan aplikasi lokal dengan label 'made in Indonesia' atau semacamnya," usul Venkatesh.

Di Indonesia memang ada kecenderungan ponsel pintar dan aplikasi yang digunakan masih seputar gaya hidup, contohnya pengguna gim.

Venkatesh menyebutkan kondisi itu berbeda dengan India dan Sri Lanka dengan pengunduhan gim di perangkat mobile nyaris nol.

"Saya rasa itu bukan perkara benar atau salah, tiap negara memang punya budaya berbeda. Indonesia seperti Jepang, suka dengan gim," simpulnya.

Bagi pengembang dan investor bagi start-up, Indonesia pun menjadi pasar bagi gim mobile.

Tak mengherankan jika GMASA akan mengadakan pitching mobile game, khusus pengembang gim indie.

"Soalnya gaming adalah kategori teratas dalam mobile app store di Indonesia, sekitar 38%. Maka, kami adakan ini sesuai pasar yang besar di sini," tutupnya.

Indonesia

Belakangan, Indonesia sering dijadikan tuan rumah berbagai ajang teknologi internasional.

Termasuk GMASA 2017 yang akan berlangsung 26 Januari mendatang.

Ketika ditanya soal mengapa Indonesia ibarat magnet bagi ajang-ajang tekno internasional, Venkatesh mengaku mereka melihat banyak potensi di negara ini yang menjadi pasar teknologi besar, baik untuk gawai maupun aplikasi mobile.

"Semula pilihannya ialah antara menggelar GMASA di Vietnam, Malaysia, atau Indonesia. Nah kebanyakan klien kami mengatakan ingin di sini, mereka melihat potensi lebih tinggi karena perkembangan penggunaan aplikasi mobile paling cepat di sini," ungkapnya.

Sebelumnya, GMASA yang fokus membahas aplikasi mobile digelar di India dan Thailand.

Tentu saja, Indonesia tidak layak berpuas diri hanya menjadi pasar produk-produk asing, baik teknologi maupun aplikasi.

Venkatesh menyarankan ajang-ajang semacam itu haruslah dimanfaatkan untuk berjejaring dan mencari peluang kerja sama.

Dia mengambil Go-jek sebagai contoh, perusahaan aplikasi penghubung jasa ojek di Indonesia itu mengakuisisi dua perusahaan rintisan di India, yakni C42 Engineering dan Codelgnition.

Akuisisi itu menjadi cara Go-jek memperbaiki sistem teknologi informasi (TI) mereka seiring dengan peningkatan jumlah pengguna.

Dengan cara itu, mereka mendapat akses sumber daya manusia dari India. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya