Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

Badai Antariksa: Pusaran Plasma di Kutub Bumi Ganggu Sinyal GPS

Muhammad Ghifari A
05/8/2025 10:58
Badai Antariksa: Pusaran Plasma di Kutub Bumi Ganggu Sinyal GPS
Ilustrasi(BRIN)

DI sekitar kutub bumi kita, partikel dengan muatan listrik dapat membentuk pusaran besar. Fenomena ini dikenal sebagai badai antariksa, yang melepaskan energi dalam jumlah besar ke atmosfer dan menghasilkan aurora yang spektakuler.

Sekarang, para ilmuwan mengungkapkan informasi baru mengenai bagaimana badai ini memengaruhi medan magnet planet kita serta satelit. Badai antariksa memiliki ciri-ciri serupa dengan badai biasa, tetapi dalam konteks luar angkasa.

Dalam kasus tornado di atmosfer biasa, pergerakan partikel dapat menciptakan area bertekanan rendah yang menarik udara panas. Ketika udara yang naik mulai mendingin, kehilangan panas tersebut memicu terjadinya badai dan meningkatkan intensitasnya.

Struktur Lengan Spiral

Badai antariksa memiliki struktur lengan spiral, pusat siklon, dan aliran melingkar, namun yang bergerak adalah plasma, yaitu cairan yang terdiri dari partikel bermuatan listrik, bukan udara. Badai ini juga menghasilkan hujan, meskipun terbuat dari elektron.

Badai antariksa terbentuk akibat transfer energi dari angin matahari dan partikel bermuatan yang sangat besar dan cepat ke atmosfer atas Bumi, terutama ionosfer. Penelitian baru, yang menggunakan contoh badai antariksa dari tahun 2014, menunjukkan badai ini dapat menyuntikkan energi yang setara dengan badai magnetik di daerah kutub.

Hal ini dapat menimbulkan gangguan geomagnetik di wilayah daratan pada lintang yang tinggi. Peneliti juga mencatat hal ini dapat memicu sintilasi fase pada sinyal dari Sistem Satelit Navigasi Global, seperti GPS. Sintilasi ini mengurangi ketepatan, kontinuitas, dan keandalan sinyal, yang menjadi masalah dalam navigasi.

Data Dua Dekade

Badai antariksa pertama kali dicatat sebagai fenomena khusus terkait cuaca luar angkasa pada tahun 2021. Meskipun demikian, karena kita telah mengamati magnetosfer jauh lebih lama, para peneliti dapat melacaknya menggunakan data arsip dari dua dekade terakhir. Ini menjelaskan bagaimana studi ini meneliti badai antariksa yang terjadi tujuh tahun sebelum fenomena itu resmi diidentifikasi.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dipahami mengenai kejadian-kejadian ini. Antara tahun 2005 dan 2016, terdapat 329 badai antariksa yang tercatat di belahan utara dan 259 di belahan selatan Bumi.

Badai-badai ini lebih sering muncul ketika kutub dalam kondisi siang hari (yang berlangsung selama enam bulan) pada garis lintang magnetik di atas 80°. Selain itu, terjadinya badai ini juga bergantung pada kondisi medan magnet, siklus matahari, dan juga musim di Bumi. (IFLScience/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya