Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MENGGUNAKAN anggota tubuh seperti jari untuk melakukan verifikasi data pribadi mungkin sudah tidak asing bagi sebagian besar orang di dunia.
Namun, kemajuan teknologi saat ini telah memungkinkan sistem verifikasi identitas dilakukan melalui bentuk wajah. Singapura menjadi negara pertama di dunia yang akan menggunakan sistem verifikasi wajah sebagai identitas utama layaknya kartu tanda penduduk (KTP) di Indonesia.
Data biometrik berupa bentuk wajah akan terintegrasi dengan KTP digital yang dimiliki setiap warga negara. Badan Teknologi Pemerintah Singapura menyatakan siap mengaplikasikan teknologi pemindai wajah bagi sekitar 4 juta warga negaranya.
Teknologi itu akan digunakan sebagai skema indetitas nasional. Berbagai layanan publik yang disediakan pemerintah Singapura nantinya akan dapat diakses warganya melalui verifikasi wajah.
Sebelum mulai digunakan sebagai sumber identitas utama warganya, pemerintah Singapura telah lebih dulu melakukan uji coba teknologi tersebut dalam aktivitas perbankan. Verifikasi wajah dianggap akurat dan lebih menjamin keamanan aktivitas perbankan karena dapat memastikan kehadiran pihak yang bersangkutan.
Untuk mulai menggunakan sistem verifikasi wajah secara menyeluruh, Singapura menggandeng sebuah perusahaan asal Inggris, iProov. Perusahaan tersebut saat ini telah mulai bekerja melakukan upaya pendataan dan pemindaian wajah warga Singapura secara bertahap.
“Anda akan bisa memastikan bahwa orang yang berkepentingan benar-benar hadir, tidak hanya mengandalkan foto, video, atau pengu langan rekaman,” ujar Direktur Eksekutif iProov, Andrew Bud, seperti dilansir bbc.com, Sabtu, (26/9).
Andrew menjelaskan bahwa ini adalah pertama kalinya sistem verifikasi wajah berbasis Cloud akan digunakan sebagai sumber identitas suatu negara secara nasional. Ia juga menegaskan bahwa teknologi tersebut aman dari potensi kebocoran meski banyak kalangan yang masih sanksi akan jaminan keamanan data dari teknologi tersebut.
Ia menjelaskan sistem pengenalan atau verifi kasi wajah akan bekerja dengan melakukan pencocokan bentuk wajah pada bank data yang ada. Selain untuk data identitas milik pemerintah, data untuk verifikasi wajah akan dapat digunakan dengan seizin yang bersangkutan dan digunakan untuk beberapa keperluan, seperti kegiatan perbankan atau penggunaan smartphone.
Teknologi pengenalan wajah juga akan digunakan oleh pihak aparat keamanan untuk melakukan pemantauan di beberapa tempat umum. Hal itu bertujuan mempermudah melakukan pencarian orang bila terjadi tindak kriminal.
Penggunaan terbatas
Selain Singapura, teknologi verifi kasi wajah sebenarnya juga sudah digunakan di beberapa negara. Namun, penggunaan dilakukan terbatas oleh perusahaan, bukan secara nasional sebagai identitas kewarganegaraan.
Di Amerika Serikat, sistem perbankan telah mendukung fi tur yang ada di Apple Face ID atau Face Unlock dari Google untuk keperluan verifikasi. Kemudian perusahaan Tiongkok, Alibaba, punya aplikasi Smile to Pay yang juga menggunakan sistem verifi kasi wajah.
Meski tak menggunakannya pada proses pembuatan kartu kependudukan, pemerintah Tiongkok mewajibkan warganya untuk melakukan pemindaian wajah saat seseorang melakukan pembelian ponsel baru.
Dengan begitu, sebenarnya mereka juga sudah memiliki cukup data biometrik wajah warga negaranya. Melihat perkembangan itu, pertanya an tentu muncul, apakah teknologi verifi kasi wajah dapat digunakan dan terintegrasi dengan KTP elektronik di Indonesia.
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, mengatakan sistem verifikasi menggunakan bagian anggota tubuh seperti sidik jari, iris mata, atau bentuk wajah merupakan bagian dari data biometrik.
Data biometrik merupakan data sensitif atau spesifik yang tak akan mengalami perubahan. Pengelolaannya harus dilakukan dengan sangat ketat, terbatas, dan terjamin.
“Untuk menggunakan itu harus ada mekanisme perlindungan data yang lebih kuat jika dibandingkan dengan data pribadi lain yang bersifat umum,” ujar Wahyudi, ketika dihubungi Media Indonesia, Kamis, (1/10).
Dalam hukum di Indonesia, data biometrik yang sudah tercantum baru sebatas sidik jari dan iris mata. Jadi kalau mau menggunakan sistem verifikasi wajah sebagai salah satu tanda pengenal, harus lebih dulu dijelaskan dalam aturan hukum mengenai klasifikasi data biometri dan pengelolaannya yang merupakan data sensitif.
Saat ini, di Indonesia, penjaminan keamanan atas penggunaan dan pengelolaan data pribadi masih belum terlaksana dengan baik. Aturan mengenai perlindungan data pribadi juga masih belum tuntas dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
Jadi, penggunaan teknologi verifi kasi wajah sebagai pengganti penggunaan KTP seperti yang sedang dilakukan oleh Singapura masih sulit untuk bisa dicapai. Meski kalau membahas dari segi teknologi, dikatakan Wahyudi, perkembangan teknologi biometrik berjalan sangat cepat.
Semakin banyak perusahaan yang sudah mampu dan mulai melakukan pemrosesan data biometrik. Jadi, negara harus bisa
mengejar melalui kemajuan aturan dan teknologinya. “Agar tidak terjadi penyalahgunaan dan kesewenangwenangan dari pihak yang mampu menggunakan teknologi itu,” ujar Wahyudi. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved