Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PERESMIAN Lawble yang digelar di XXI Lounge Plaza Senayan berlangsung meriah. Sejumlah praktisi ternama di bidang hukum turut datang menghadiri peluncuran korporasi Lawble yang bertemakan 'Regulatory Inclusion through Technology', seperti di antaranya Andre Rahadian, partner dan founding member of Hanafiah Ponggawa and Partners (HPRP), dan Ari Juliano Gema, Deputy Chairman for IPR Facilitation and Regulation Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Selain didukung para praktisi hukum dan pejabat publik, peresmian Lawble juga didukung oleh Asosiasi Regtech Internasional. Melalui Nizam Ismail, member of International RegTech Association (IRTA), menyatakan dukungan penuh pada start up Regtech pertama di Indonesia ini.
Ia berharap dengan hadirnya Lawble dapat memberi dampak positif kepada masyarakat luas terutama dalam mewujudkan peraturan inklusi di Indonesia.
Charya Rabindra Lukman, founder dan CEO dari Lawble, mengatakan, pihaknya memiliki visi jangka panjang, yang mana nantinya masyarakat Indonesia akan paham mengenai setiap produk hukum yang berlaku.
"Kami memulai dari hal sederhana, dengan bantuan teknologi, kami menyediakan akses pengetahuan ke produk hukum yang mudah dan menyeluruh bagi masyarakat Indonesia. Dengan akses hukum yang mumpuni, kami yakin hukum tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang rumit, tetapi akan menjadi mitra dalam aktivitas sehari-hari," katanya melalui siaran pers, Kamis (28/9).
Acara yang digelar tidak hanya semata menegaskan hadirnya Lawble dalam dunia Regtech Indonesia, tetapi juga memperkenalkan produk dan layanan yang dapat mereka tawarkan untuk meningkatkan efektivitas kerja para mitra hukum.
Berangkat dari problematika sehari-hari mengenai sulitnya mengompilasi berbagai peraturan hukum Indonesia dan melakukan kolaborasi dengan sesama mitra memunculkan ide untuk membuat suatu aplikasi web yang dapat berguna untuk kompilasi berbagai produk hukum Indonesia dan di saat bersamaan juga dapat berkolaborasi dengan mudah bersama mitra kerja.
"Hadirnya Lawble tidak akan menggantikan peran para praktisi hukum, sebaliknya kami memfasilitasi dan mendukung mereka untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Misalnya, dalam meriset tentang satu kasus biasanya akan memakan lebih dari 6 jam untuk mengompilasi dan kolaborasi data regulasi," tutur Charya.
Dengan Lawble yang memiliki sistem bookmark dan kolaborasi, lanjut dia, akan memudahkan para praktisi dan menghemat waktu mereka lebih dari 70% dari yang biasanya.
Eric Wishnu, Chief Technology Officer Lawble, menambahkan, jika membicarakan aspek bisnis dan monetisasi perusahaan, Lawble memiliki target firma hukum dan perguruan tinggi. Setidaknya ada lebih dari 700 firma hukum yang tercatat, tahun pertama,
Lawble menargetkan 10 user untuk satu firma hukum, dengan penetrasi 50%.
"Sehingga sekitar 3.500 hingga 4.000 akan dijaring sebagai member subscriber. Ditambah, Lawble juga membidik 20 perguruan tinggi yang mana masing-masing akan dijaring setidaknya 100 pengguna untuk bergabung, atau sekitar 2.000 anggota," tambah Eric.
Produk dan layanan Lawble sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu untuk praktisi hukum dan masyarakat pada umumnya. Para praktisi hukum dapat mengakses berbagai fitur kolaborasi berbayar yang mumpuni melalui www.lawble.com dan men-subscribe Lawble.
Sedangkan untuk masyarakat, tetap dapat mengakses berbagai produk hukum yang berlaku di Indonesia yang selalu bersinggungan dengan aktivitas sehari-hari di http://journal.lawble.com. Ke depan, Charya berharap jurnal Lawble bisa menjadi portal pengetahuan dan informasi yang mampu menyediakan jawaban atas berbagai pertanyaan masyarakat terkait hukum.
Keempat founding member of Lawble Charya Rabindra Lukman, Terrence Teong Chee Hooi, Eric Wishnu Saputra, dan Muhammad Arief Wicaksono, turut hadir dan optimistis Lawble akan mampu bersaing di era teknologi dan bisnis dalam jangka waktu yang panjang. Lawble menargetkan setidaknya akan ada lebih dari 50.000 peraturan yang bisa diakses oleh masyarakat dan praktisi hukum di kemudian hari melalui lamannya.
Berkaca dari jumlah penduduk hingga jumlah produk hukum yang banyak, Indonesia merupakan pasar yang besar untuk mengembangkan segmentasi RegTech. Nantinya, RegTech akan mampu merevolusi regulatory framework di negara-negara yang telah dipenetrasi. (RO/OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved