Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
SECARA prinsip sebuah kebijakan publik saat diberlakukan harus tepat sasaran dan bermanfaat terhadap tujuan utama yang hendak dicapai. Kebijakan 3 in 1 yang diterapkan Pemprov DKI dan sudah berlangsung 10 tahun lebih itu, menurut saya, tidak efektif dan salah sasaran.
Maksud utama dari kebijakan 3 in 1 memang ideal secara matematis. Di situ berlaku satu mobil harus diisi tiga orang. Namun, yang terjadi, tidak sedikit kebijakan 3 in 1 dimanfaatkan orang-orang tertentu untuk mencari tambahan penghasilan, bahkan menjadi mata pencarian. Bukan soal boleh atau tidak memanfaatkan kebijakan 3 in 1 untuk mencari penghasilan. Namun, menurut saya, kebijakan itu salah sasaran, dan dari sisi efektivitas berlalu lintas tidak mengena.
Penambahan mobil pribadi yang beroperasi di Jakarta, baik dari wilayah Jakarta maupun sekitarnya dari tahun ke tahun terus bertambah, sedangkan jalan di Ibu Kota tidak mengalami penambahan.
Di sinilah seharusnya Pemprov DKI dalam menyiasati fakta keras ini bisa dengan langsung memangkas kebijakan yang sudah terbukti tidak efektif tersebut.
Kebijakan 3 in 1 itu ternyata juga menimbulkan dampak sosial yang tidak diduga-duga. Tidak sedikit warga yang berharap mendapat rupiah dengan menyediakan jasa 'bersedia diangkut' itu merupakan pendatang baru ke Jakarta. Tentu saja, keberadaan pendatang yang tidak membekali diri dengan keterampilan akan membebani Jakarta secara sosial. Untuk itu, dengan menimbang-nimbang dampaknya lebih banyak mudaratnya, kebijakan 3 in 1 akan lebih bijak dihapuskan saja. Pemprov DKI harus menggantinya dengan kebijakan yang lebih efektif.
Ulil Amri
Warga Pluit, Jakarta
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved