Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Pengalaman Buruk Ikut UTBK

Achmad Luqman
24/6/2019 23:19
Pengalaman Buruk Ikut UTBK
Ilustrasi UTBK(Antara)

ANAK saya yang berinisial K, seorang pelajar yang mengikuti UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) yang diselemggarakan LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi) 2019.

Ia mengikuti dua kali tes yakni gelombang pertama dan kedua. Pada kesempatan pertama semua berjalan lancar. Pada gelombang kedua, semua tahapan tes mengalami hambatan yang sangat serius bahkan cenderung fatal.

Kejadian pertama, Kafka didiskualisasi karena dianggap belum membayar uang tes. K mendaftar secara online pada 25 Maret pukul 10.27 WIB. Pada tanggal yang sama, ibunya mentransfer uang tes sebesar Rp200.000 via ATM Bank Mandiri pada pukul 10.54 WIB. Artinya 27 menit sesudah mendaftar online.

Beberapa hari kemudian, K mencoba mengunduh Kartu Peserta tes, tapi gagal. Di layar komputer tertulis 'Kedaluwarsa'. LTMPT memang mensyaratkan pembayaran dilakukan selambatnya 24 jam sesudah waktu pendaftaran.

Setelah beberapa kali gagal mengunduh kartu, K menghubungi pengaduan LTMPT via email. Jawabannya, LPMPT belum menerima uang transfer K. Karena itu ia dianggap kedaluwarsa membayar dan didiskualikasi dari kepesertaan UTBK.

Untuk memperjelas soal, K ke Bank Mandiri. Pihak bank menyatakan transfer sudah masuk ke rekening LTMPT. Dan sampai saat itu, bank tidak menerima retur uang transfer itu. Pihak bank lalu memberikan surat bukti transfer itu telah berhasil.

Surat dari Mandiri lalu dikirim via email ke LTMPT. Bukti baru ini tidak dianggap oleh petugas pengaduan. Jawabannya sama yakni kedaluwarsa.

Merasa tak ada kemajuan, saya mencoba menghubungi Ketua LTMPT Prof Ravik Karsidi. Ia menyarankan menghubungi sekretarisnya Bapak Widi Wardoyo. Jawaban Widi tetap sama yakni dianggap kedaluwarsa.

Penasaran karena LPMPT menafikan bukti-bukti yang sudah jelas, saya akhirnya membuat kronologi dan argumen yang mematahkan apa yang dikatakan pihat LTMPT.

Via Whatsapp, uraian ini saya kirimkan ke Prof Ravik dan Bapak Widi pada 20 April 2019. Jawabannya datang hari itu juga kalau K akan dimasukkan sebagai peserta dan sedang dicarikan waktu tes.

Kejadian kedua, susah untuk mengunduh kartu peserta. Menurut Bapak Widi, ia sudah meminta bagian teknologi informasi (TI) untuk memasukkan kembali nama K. Setelah berkali-kali dicoba, tak juga berhasil, Baru pada 30 April, (sepuluh hari sesudah namanya dimasukkan lagi sebagai peserta), K bisa mencetak kartu peserta. Kini lokasi tesnya berpindah dari UPI Bandung ke SMKN 11 Bandung di Cimahi.

Kejadian ketiga, K tak bisa ikut tes pada sesinya karena komputernya belum diisi soal. Pada 25 Mei, sehari sebelum tes, K ke SMKN 11 Bandung di Cimahi. Ia lega karena namanya ada dalam daftar peserta tes.

Bangun pukul 03.00 WIB untuk sahur, K sudah di lokasi tes pagi sekali. Ia bilang ke saya akan memperbaiki nilai tes gelombang pertamanya yang hasilnya lumayan.

Tapi pada sekitar pukul 08.45 WIB, K menelpon saya bahwa ia tak bisa mengikuti tes sesi pagi itu. Lewat telepon, petugas lokal bilang K sedang diusahakan untuk ikut sesi siang. Saya tak mau berdebat dengan petugas lokal ini. Permintaan saya cuma satu, carikan K tempat istirahat agar bisa tidur yang tenang entah di ruang guru atau di UKS. Permintaan tak direspons, disarankan agar istirahat di masjid saja.

Sesudah itu saya coba menghubungi Prof Ravik dan Bapak Widi. Bapak Widi menyarankan untuk menghubungi ibu Ismaini–koordinator sekretariat LTMPT. IS menyatakan komputer yang akan dipakai K lupa belum di-injeksi dengan soal ujian. Tapi dijanjikan K bisa ikut sesi siang pukul 12.30 wib.

Alasan komputer yang kosong soal, menurut saya mengherankan. Apakah panitia setempat tdak diberitahu oleh pusat bahwa ada peserta baru dan nama peserta baru itu sudah tertera di daftar. Kejadian ketiga ini amat fatal, LTMPT sudah menjatuhkan K baik secara fisik dan mental.

Kejadian keempat, nilai tes K terlambat empat hari dari jadwal. Pengumuman hasil tes dilakukan pada 1 Juni. Tapi K baru bisa mengakses nilai itu pada 4 Juni.

Dari kejadian di atas, saya tidak mengerti, mengapa semua tahapan tes K bermasalah? Yang fatal adalah kejadian pertama dan paling fatal adalah kejadian ketiga. Apa yang salah? Sistem, personal di belakang sistem, atau garis komando yang tak jelas? Penjelasan LTMPT berubah-ubah dan terkesan menyembunyikan sesuatu.

Mohon Kemenristekdikti untuk menjernihkan masalah ini. Agar semua masalah manjadi transparan dan untuk perbaikan LTMPT mendatang. Saya merasa LTMPT melakukan penzaliman terhadap anak saya.

Semua yang saya kemukakan di sini ada bukti bukti-nya, baik jejak digital maupun hard copy.

Hormat saya,


Achmad Luqman
Gandaria Utara - Jakarta Selatan



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya