Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Menyesal Menjadi Nasabah ACC Finance!

Abdul Halim Perum Taman Walet, Sindangsari, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang
06/6/2018 08:33
Menyesal Menjadi Nasabah ACC Finance!
(acc)

SEJAK 2015 lalu, istri saya menjadi nasabah Astra Credit Companies (ACC) Finance, Kantor Cabang Fatmawati, Jakarta Selatan, dengan nomor angsuran 01100103004363780. Mobil saya Avanza G Luxury dengan angsuran Rp3.435.000 perbulan selama 35 bulan dengan DP Rp35 juta dan totalnya sebesar Rp120.260.000.

Kemudian bisa diperpanjang lagi selama 35 bulan ke depan untuk kontrak kedua dengan angsuran Rp3.540.000 perbulan plus denda Rp8 juta dengan total Rp131.900.000 yang sekarang sudah menjadi utang pokok. Jadi dalam 6 tahun, praktis uang yang harus saya keluarkan sebesar Rp252.160.000 untuk sebuah mobil Avanza G Luxury tahun 2015. Itu pun masih berisiko, jika dalam tiga tahun ke depan pembayarannya terlambat, mobil bisa dirampas preman bayaran ACC.

Rasanya selama tiga tahun ini, waktu, tenaga, dan pikiran habis hanya untuk berurusan dengan pihak ACC. Rumah sering didatangi debt collector, ditelepon terus-menerus jika angsuran terlambat hanya 15 hari. Tidak hanya itu, anak saya yang masih SD pernah diteror preman sampai trauma. Bahkan, mobil di rumah hampir saja dirampas preman bayaran ACC.

Kejadian terbaru, saat saya akan memperpanjang kontrak kedua karena kontrak pertama setelah tiga tahun habis pada 31 Mei 2018 dan masih ada beban pembayaran Rp80 juta. Pihak ACC Fatmawati mengatakan, saya dibebani denda Rp8 juta, tetapi dipotong 50% sehingga beban pembayaran tinggal Rp84 juta.

Pada 18 Mei saya sudah mengirim seluruh berkas persyaratannya. Namun, ACC Fatmawati berusaha mengulur-ulur waktu, padahal setiap hari selalu saya tanyakan perkembangannya ke karyawan ACC melalui WA. Baru pada 31 Mei, saya dan istri diminta datang ke ACC Fatmawati untuk tanda tangan kontrak kedua sambil membawa mobil saya.

Tentu saja saya tolak, sebab hari kerja dan tak mungkin saya dan istri membolos kerja. Kemudian saya memberi solusi agar pihak ACC datang ke rumah saya saja, tetapi mereka menolaknya. Karena saya menolak, pihak ACC mengancam dan mengultimatum jika sampai Sabtu (2/6) pukul 12.00 saya dan istri tidak datang, kontrak kedua akan dicabut dan seluruh beban denda akan dikenakan kepada saya. Termasuk denda harian 0,3% untuk setiap 2 hari dari Rp80 juta sisa pembayaran plus denda Rp8 juta, jadi Totalnya Rp88 juta.

Setelah berunding dengan istri, akhirnya saya memutuskan akan melunasi saja, meski dengan cara mencari utang. Namun, ternyata ACC Fatmawati kembali mempersulit dengan mengatakan kalau dengan Rp8 juta tidak dipotong 50%, tetapi cuma dipotong 15% sehingga pembayaran pokok saya bukannya Rp84 juta, tetapi menjadi Rp86,8 juta.

Tentu saja saya keberatan dan menganggap ini hanya akal licik dan akal bulus dari pimpinan ACC Fatmawati agar saya tetap menjadi nasabahnya dan tetap menjadi sapi perahannya selama 3 tahun mendatang. Dengan demikian, saya tetap membayar angsuran Rp3.540.000 perbulan selama 35 bulan atau totalnya menjadi Rp123.900. 000.

Jika nanti terlambat satu bulan saja, mobil bisa dirampas preman bayaran. Padahal, seharusnya pihak ACC bersyukur saya telah beriktikad baik mau melunasinya, bukannya malah mempersulit. Seharusnya saya dapat reward dengan pemotongan denda 100%, bukan malah dapat punishment dengan ancaman dan ultimatum.

Ini bentuk ketidakadilan dan tindakan zalim dari pimpinan ACC Fatmawati terhadap saya sebagai nasabahnya selama 3 tahun ini. Bayangkan, mengurus perpanjangan saja memakan waktu 13 hari, padahal seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu 2 hari. Ini menunjukkan pimpinan ACC Fatmawati tidak profesional. Bahkan, kesalahannya sendiri justru dibebankan kepada nasabahnya. Seandainya waktu itu bisa diselesaikan dua hari atau pada 20 Mei, tentu ceritanya akan lain.

Tidak hanya itu, pihak ACC telah melakukan praktik rentenir. Denda Rp8 juta yang semula hanya sebagai 'anak', sekarang telah menjadi 'induk', alias bunga berbunga dan beranak pinak sehingga angsuran pokoknya yang belum saya bayar menjadi Rp88 juta.

Sebagai rakyat, saya meminta pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas yang paling berhak mengawasi finance nakal seperti ini, agar memperingatkan, meninjau kembali, membekukan, bahkan kalau perlu mencabut izin operasionalnya.

Sebab, mereka telah melakukan berbagai pelanggaran hukum berbisnis dengan cara kurang terpuji seperti memelihara preman bayaran, melakukan teror terhadap nasabah dan keluarganya, serta melakukan praktik rentenir secara terselubung.

Finance semacam itu tidak pantas untuk berkembang biak di negara Indonesia yang religius berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sungguh saya menyesal berat menjadi nasabah ACC Finance!

Kirimkan keluhan dan komentar Anda tentang pelayanan publik ke e-mail: [email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya