Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Publikasi Indonesia

Thoriq Tri Prabowo Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
03/10/2017 10:30
Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Publikasi Indonesia
(ANTARA/WAHYU PUTRO A)

MERAIH gelar tinggi dalam pendidikan tentu menjadi impian hampir setiap orang. Motifnya tentu beragam, ada yang memang memiliki niat yang tulus untuk belajar, ada pula yang belajar untuk mendapatkan kenaikan pangkat atau sekadar pengakuan publik. Hal tersebut tentu sah-sah saja selama yang bersangkutan betul-betul menjalankan seperangkat aturan yang ditetapkan perguruan tinggi hingga dinyatakan lulus.

Namun, pada praktiknya, banyak mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi melalui jalur instan yang sudah tentu melanggar beberapa kaidah yang ditetapkan. Parahnya, hal tersebut ternyata juga diamini beberapa oknum penyelenggara pendidikan yang ‘nakal’. Dalam kasus ini, gelar tinggi seperti sudah tidak berarti karena menjadi barang murah yang bisa dijajakan dengan mudah.

Oknum kampus nakal sudah jelas mengabaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang merupakan visi diselenggarakannya pendidikan tinggi di Indonesia. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat, tentu merupakan hal besar yang tidak bisa diraih dengan instan, semuanya memerlukan proses dan kerja keras.

Baru-baru ini dugaan kasus plagiat di salah satu kampus ternama di Ibu Kota kembali mencoreng dunia pendidikan tinggi Indonesia. Hal tersebut tentu membuat miris dan menambah pesimisme masyarakat terhadap pendidikan tinggi di negara ini.

Betapa tidak, kampus yang seha­rusnya melahirkan agen perubahan, justru hanya melahirkan plagiat yang minim pengetahuan dan keterampilan. Tugas akhir berupa skripsi, tesis, atau bahkan disertasi yang notabenenya karya ilmiah dibiarkan begitu saja dibuat dari hasil copy paste yang membabi buta.

Sudah tentu plagiarisme di ka­langan akademisi akan mematikan inovasi, pasalnya sebuah karya tulis yang sama ditulis berulang-ulang sehingga pengetahuan mandek. Tidak mengherankan jika Indonesia kalah dengan Malaysia dalam hal kualitas dan kuantitas publikasi.

Berdasarkan penelusuran pada sebuah situs pemeringkat publikasi, SJR (Scimago Journal & Country Rank) www.scimagojr.com diketahui bahwa sampai dengan 2016, Indonesia hanya memiliki 54.146 publikasi dalam jurnal bereputasi internasional, sedangkan Malaysia memiliki 214.883 publikasi. Artinya, jumlah publikasi Indonesia hanya sekitar seperempat jumlah publikasi Malaysia. Padahal, Indonesia memiliki jumlah perguruan tinggi yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Malaysia. Hal tersebut tentu sangat miris.

Minimnya kuantitas dan kualitas publikasi akademisi Indonesia tersebut sudah tentu memengaruhi citra Indonesia di mata internasional. Dugaan kasus plagiat yang kini tengah mencuat memperparah citra buruk publikasi Indonesia sehingga sudah saatnya semua elemen, mulai mahasiswa, dosen, dan seluruh sivitas akademika berbenah. Bagi akademisi, inilah waktu yang tepat untuk berjihad menaikkan harga diri bangsa, yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi Indonesia.

Semua orang berhak berkontribusi membangun bangsa dengan apa yang mereka bisa. Mengetahui problem publikasi Indonesia yang sangat kompleks, ditambah dengan maraknya kasus plagiat, saat inilah kesempatan yang tepat bagi akademisi Indonesia untuk berjihad dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas publikasi, dengan harapan di kemudian hari harga diri bangsa juga akan turut meningkat.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya