Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Sinergi untuk Mencegah Duel Antarpelajar

Thoriq Tri Prabowo Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
27/9/2017 09:01
Sinergi untuk Mencegah Duel Antarpelajar
()

BARU-BARU ini dunia pendidikan Indonesia kembali berduka atas meninggalnya salah satu pelajar SMA karena aksi duel layaknya gladiator. Tentu kabar ini sangat mengkhawatirkan, terutama bagi para orangtua yang memiliki buah hati berusia remaja. Hal tersebut tentu sangat miris, bukannya kabar gembira akan prestasi remaja, melainkan justru kabar duka karena aksi nekat mereka.

Menurut informasi, aksi duel yang menewaskan seorang pelajar tersebut ternyata merupakan agenda rutin. Hal tersebut tentu menjadi peringatan untuk semua pihak, baik pelajar itu sendiri, orangtua, lingkungan, maupun pihak sekolah. Semuanya harus menyadari peran dan posisi masing-masing, serta bertanggung jawab atas segala hal yang menjadi tugas dan kewajibannya.

Tugas dan tanggung jawab pelajar tentulah belajar dan bermain untuk menghasilkan karya positif, bukan berduel. Menjalin relasi dengan pelajar yang berasal dari sekolah lain tentu tidak disalahkan selama tidak menimbulkan dampak negatif seperti tawuran pelajar dan tindak kekerasan lainnya.

Sudah banyak contoh pelajar yang berprestasi, baik di bidang akademik maupun nonakademik. Jika memang memiliki bakat untuk berduel, lakukan itu di ‘ring’ pertandingan yang resmi dan memiliki legalitas. Duel yang dimaksud di sini adalah duel prestasi, bersaing dan perebutkanlah prestasi bukan sensasi.

Remaja memang identik dengan aksi nekat untuk mencari sensasi. Hal tersebut terjadi salah satunya ialah karena kurangnya pengawasan orangtua. Tidak jarang para remaja yang tengah mencari jati diri tersebut melakukan aksi nekat hanya untuk mencari perhatian orangtua. Kesibukan orangtua akan dunianya sendiri membuat remaja merasa kurang diperhatikan. Orangtua perlu meluangkan waktu untuk memperhatikan buah hatinya, salah satunya dengan cara mengajak diskusi dan dialog agar mereka merasa diakui keberadaannya.

Untuk membentuk karakter dan kepribadian remaja yang baik, orangtua tentu tidak bisa bekerja sendiri. Lingkungan mengambil peranan penting dalam hal ini, remaja yang tinggal dan bergaul di lingkung­an yang penuh dengan aktivitas negatif lambat laun akan meng­anggap bahwa aktivitas tersebut hal yang lumrah, lantas lambat laun akan mempraktikkannya karena merasa hal tersebut tidaklah salah, begitu juga sebaliknya.

Aksi kekerasan remaja yang sering terjadi patut menjadi perhatian lingkungan masyarakat. Jika ada gelagat mencurigakan yang mengindikasikan adanya kekerasan, masyarakat sangat diimbau untuk responsif mencegahnya atau melaporkannya kepada pihak yang berwajib.

Selanjutnya, pihak sekolah tentu perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas peserta didiknya, tidak hanya aktivitas selama jam belajar, tetapi juga di luar jam pelajaran bila diperlukan.

Selain intrakurikuler, pihak sekolah memiliki ekstrakurikuler yang bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan energi generasi muda yang tengah membara. Mengalihkan energi besar tersebut kepada hal-hal yang positif tidak saja menjauhkan mereka dari petaka, tapi juga akan membuahkan karya dan prestasi.

Sinergi dan komunikasi yang baik antara remaja, orangtua, lingkungan, dan pihak sekolah akan mempermudah pengawasan dan pengontrol­an aktivitas remaja sehingga hal-hal yang tidak inginkan bisa dianulir. Jangan sampai generasi muda yang sangat dinanti-nantikan sumbangsihnya untuk bangsa justru meregang nyawa satu per satu karena kegiatan yang tidak mendatangkan manfaat tersebut.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya