Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
PERAN suporter memang tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan penyelenggaraan setiap pertandingan sepak bola. Mereka melambangkan permintaan bagi pasar produk, katalisator dalam pertandingan, dan tentu saja penikmat kompetisi itu sendiri.
Aksi suporter bisa membuat sebuah pertandingan menjadi lebih hidup, lebih semarak. Sebaliknya, ulah mereka juga dapat merusak hingga membatalkan pertandingan.
Ketika menyebut suporter fanatik klub atau kesebelasan, tidak jarang bayangan kita melayang ke perilaku brutal yang meresahkan. Bulan lalu, misalnya, kita disuguhi aksi anarkistis suporter fanatik Persija yang biasa disebut Jakmania.
Hanya karena tim kesayangan mereka kebobolan, Jakmania meluapkan kekesalan dengan merusak pagar dan merangsek ke lapangan. Terhadap para petugas keamanan yang menghalau, Jakmania melempari mereka dengan batu sehingga jatuh korban luka.
Ulah yang tidak beradab seperti itu bukan hanya milik sejumlah suporter fanatik di Indonesia. Di negara-negara yang sudah dikatakan maju, para pembuat onar juga masih kerap ditemukan. Tidak terkecuali dalam ajang Piala Eropa 2016.
Beberapa kali insiden vandalisme dan tawuran para holigan terjadi. Suporter fanatik Inggris yang paling sering terlibat. Mereka dicap sebagai suporter paling dibenci dalam kompetisi empat tahunan tersebut.
Yang terbaru, perkelahian di antara mereka sendiri setelah kesebelasan Inggris dipecundangi Islandia. Inggris terpaksa hengkang dari Piala Eropa 2016, mengikuti hasil referendum Inggris Raya yang memenangkan kelompok pro-Brexit (Britain’s exit) dari Uni Eropa.
Kecaman demi kecaman terlontar ke para holigan. Meski begitu, gambaran suporter fanatik tidak selalu buruk. Pendukung asal Irlandia bahkan menyandang predikat ‘paling disukai’.
Mereka bukan sekadar pemberi semangat dengan mengedepankan perdamaian. Para suporter Irlandia yang murah senyum tersebut di luar lapangan sering melakukan aksi simpatik yang mengundang pujian banyak orang.
Lebih mengagumkan lagi, aksi mereka tampak timbul dari kebiasaan sehari-hari, tidak dibuat-buat. Sebagai contoh, beberapa suporter Irlandia ditemukan tengah membantu pengemudi manula mengganti ban mobilnya yang kempis di jalan.
Di lain hari, sekelompok kecil suporter Irlandia terekam sedang meninabobokan balita yang berada di pangkuan sang ibu di sebuah kereta.
Video tersebut menjadi viral di media sosial dan membuat banyak orang tersenyum haru.
Kolumnis Independent Billy Keane menuliskan pengalamannya di hari pertandingan Irlandia versus Belgia di Bordeaux. ‘Trem menuju stadion penuh sesak. Seorang gadis belia Prancis terkena serangan panik. Beruntung dua fan Irlandia menyelamatkannya dengan menarik gadis itu ke tempat lebih aman dari desakan penumpang’, tulis Keane.
Di lapangan, suporter Republik Irlandia dan Irlandia Utara, bersama Islandia, disebut-sebut sebagai pendukung yang paling sportif sekaligus atraktif. Dalam pertandingan yang mempertemukan Swedia dan Republik Irlandia, suporter Irlandia tanpa sungkan ikut menyanyikan lagu Dancing Queen yang dipopulerkan band asal Swedia, ABBA. Tidak ada rivalitas yang negatif di balkon penonton.
Tentu sangat layak bila kemudian Pemerintah Kota Paris memutuskan untuk menganugerahi suporter Irlandia Medal of the City of Paris. Dengan cara sederhana, mereka telah mendapatkan tempat terbaik di hati masyarakat Paris, sekaligus menjadi duta negara yang mengharumkan nama bangsa Irlandia. (R-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved