Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
EMPAT puluh hari sudah Tragedi Kanjuruhan terjadi. Sebanyak 135 penonton pertandingan antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya menjadi korban. Pelajaran dan perbaikan besar apa yang kita lakukan atas insiden sepak bola terburuk di dunia sejak 1964 itu?
Tim Pencari Fakta sudah bekerja dan memberikan rekomendasi. Bahwa tragedi itu terjadi karena penembakan gas air mata yang dilakukan polisi ke tribune penonton. Beberapa gas air mata yang digunakan ditemukan sudah kedaluwarsa. Lebih fatal lagi, terungkap fakta penembakan gas air mata juga dilakukan di pintu keluar ketika penonton sedang berupaya menjauh dari gas air mata yang memenuhi tribune.
Menjadi tanda tanya besar, mengapa polisi melepaskan tembakan gas air mata ke tribune dan bahkan pintu keluar stadion? Bukankah kerusuhan terjadi di lapangan ketika pendukung Arema merangsek ke lapangan?
Kalau diperhatikan lebih saksama, penonton yang sempat masuk ke tengah lapangan perlahan-lahan sebenarnya sudah kembali ke tempat mereka semula dan mau keluar dari stadion. Mengapa lalu masih dilakukan penembakan gas air mata dan itu diarahkan ke tribun? Ketika sebagian penonton hendak berlari keluar, mengapa juga tiba-tiba di depan mereka ada lagi gas air mata lain yang ditembakkan sehingga arah gerakan penonton menjadi berlawanan dan akhirnya saling menginjak?
Tanpa ada keberanian untuk berbicara tentang kebenaran dari Tragedi Kanjuruhan, maka tidak pernah akan ada perbaikan dalam penanganan pertandingan sepak bola. Beberapa panitia pelaksana di Malang memang sudah dikenai ancaman pidana, beberapa pejabat polisi di Jawa Timur pun dimutasi dari jabatannya. Namun, itu bukan gambaran yang sesungguhnya dari tragedi mengenaskan yang terjadi 1 Oktober lalu itu.
Sepertinya kita berupaya untuk buying time dan perlahan-lahan mengharapkan orang kemudian mau melupakannya. Namun, bagi pecinta Arema dan keluarga yang kehilangan sanak keluarganya, tragedi itu tidak ingin dibiarkan berlalu begitu saja. Ribuan orang di Malang, Kamis (10/11), unjuk rasa menuntut agar tragedi itu diusut tuntas agar menjadi pembelajaran dan tidak terulang kembali di masa mendatang.
Polisi introspeksi
Judul berita Harian Kompas pada 10 November 2022 menuliskan: Hasil Uji Lab: Gas Air Mata Picu Kematian. Polisi harus berani melakukan introspeksi, apa yang salah dengan mereka sehingga tindakan polisional yang dilakukan justru menyebabkan ratusan orang mati?
Seperti terjadi di Prancis, saat pertandingan final Liga Champion, Mei lalu, polisi melakukan kesalahan fatal. Mereka melepaskan tembakan gas air mata ke arah pendukung Liverpool yang sedang antre masuk ke Stade de France sehingga menimbulkan kepanikan dan kekacauan.
Polisi Prancis pun mencoba berkelit dan menyalahkan pendukung Liverpool yang memang dikenal sering menimbulkan kerusuhan. Namun, Parlemen Prancis melakukan pengawasan dan pencarian fakta. Hasilnya, polisi Prancis dinilai melakukan kesalahan operasional dan dituntut meminta maaf serta melakukan perbaikan.
Penanganan ketertiban umum harus dilakukan bersamaan dengan penjagaan terhadap keselamatan publik. Jangan sampai hanya ingin menciptakan ketertiban malah mengorbankan jiwa masyarakat.
Kalau polisi berani untuk becermin diri, ada dua kemungkinan yang terjadi mengapa polisi yang bertugas mengawal pertandingan Liga 1 melakukan kesalahan fatal. Pertama, bisa karena faktor psikologis. Mereka sudah kelelahan karena berada di stadion sejak pukul 08.00 WIB. Pertandingannya sendiri baru dilangsungkan 12 jam kemudian.
Istirahat yang kurang ditambah dengan logistik, baik makan maupun minum, yang tidak mencukupi bisa membuat polisi berpikir pendek. Ketika pertandingan selesai pukul 22.00 WIB dan mereka sudah berpikir akan segera pulang ke rumah untuk beristirahat, masuk akal jika petugas kesal dan emosional saat terjadi kekacauan yang dilakukan sebagian penonton. Keputusan emosional sering fatal karena langkah yang diambil langsung yang paling drastis, yakni menembakkan gas air mata ke segala penjuru.
Kalau kemungkinan pertama ini yang terjadi, kunci jawabannya ialah pembinaan personel. Semua petugas harus ditanya satu persatu dan dievaluasi proses pengambilan keputusannya. Selanjutnya diperbaiki kekurangan yang ada, diminta masuk kembali pendidikan, dan diuji lagi kompetensinya sebelum ditugaskan kembali ke lapangan.
Faktor kedua yang lebih berat ialah jika ada anasir di dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia. Tragedi ini sengaja dilakukan untuk meruntuhkan kredibilitas institusi atau menggoyahkan kepemimpinan institusi kepolisian yang ada sekarang ini.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pernah menyampaikan adanya persaingan di tubuh Polri yang menyebabkan adanya upaya saling menjatuhkan di antara para pemimpin. Kasus eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Ferdy Sambo menjadi pemicu timbulnya persaingan yang tidak sehat di tubuh Polri. Apakah kasus itu kemudian mengimbas kepada penanganan yang sembrono di Kanjuruhan?
Kalau itu yang terjadi, harus ada transformasi besar di tubuh Polri. Para anasir harus dienyahkan karena akan terus merongrong organisasi dan pada gilirannya meruntuhkan kepercayaan publik kepada sistem hukum di Indonesia.
Pengungkapan secara tuntas Tragedi Kanjuruhan penting untuk mengembalikan kepercayaan internasional kepada Indonesia. Tahun depan, Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Bukan tidak mungkin setelah itu Indonesia bermimpi untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia. Kalau kita tidak mampu memenuhi standar penyelenggara dan pengamanan sebuah pertandingan sepak bola, bagaimana Indonesia akan bisa dipercaya menjadi tuan rumah turnamen besar?
Jadi pariah
Pekan depan dunia akan menyambut dimulainya perhelatan besar sepak bola empat tahunan. Saat semua orang berlomba untuk menjadi negara sepak bola terbaik di dunia, Indonesia justru menjadi pariah. Ketika berbicara tentang Indonesia, yang dibahas bukan kehebatan prestasinya, melainkan tragedi besarnya.
Jangan menganggap dunia tidak akan memperhatikan apa yang kita lakukan menyusul kejadian berdarah di Malang. Semua negara sekarang ini masih melihat tragedi itu sebagai sebuah musibah. Yang mereka ingin ketahui bagaimana lalu Indonesia belajar dari kesalahan dan kemudian memperbaiki dirinya.
Semua negara harus berupaya untuk bisa menjadi lebih baik. Qatar yang menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 juga menjadi sorotan dunia. Mantan Presiden FIFA Joseph Blatter menyebut penunjukan Qatar sebagai sebuah kesalahan besar dari organisasi yang ia pimpin. “Qatar terlalu kecil untuk menjadi tuan rumah turnamen yang sangat besar,” kata Blatter.
Ia pribadi tidak pernah memilih Qatar untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Saat pemilihan dilakukan, Blatter cenderung memilih Amerika Serikat untuk menjadi tuan rumah setelah Rusia. Namun, Presiden Asosiasi Sepak Bola Eropa Michel Platini yang mendorong Qatar untuk dipilih. Akibatnya, terungkap kasus korupsi di tubuh FIFA dan para petinggi FIFA itu harus tersingkir dari jabatannya.
Qatar kini mati-matian untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka pantas menjadi tuan rumah. Mereka membangun tujuh stadion baru, satu bandar udara baru, sistem transportasi kota, jalan, dan 100 hotel baru untuk menampung tamu-tamu yang akan datang ke negara mereka. Setidaknya 30 ribu pekerja kasar dari Asia Selatan dikerahkan untuk menyulap Qatar dan karena harus ngebut, banyak pekerja yang meninggal saat pembangunan. Namun, dengan stadion-stadion yang mudah terjangkau dari ibu kota Doha, para pencinta sepak bola akan dimudahkan untuk datang ke stadion. Jarak terjauh antarstadion hanya sekitar 55 km.
Pengalaman penyelenggaraan Piala Dunia 2018, Rusia kedatangan sekitar 3 juta turis. Kalau itu terjadi di Qatar nanti, jumlahnya sudah 10 kali jumlah penduduk asli negara itu. Inilah yang dikatakan Blatter sebagai terlalu kecil untuk sebuah turnamen terbesar di muka Bumi.
Untuk mencegah jangan sampai orang yang hadir di Qatar melebihi kapasitas, pemerintah Doha sejak 1 November mewajibkan semua orang asing untuk mengajukan permohonan hayya card apabila ingin datang ke Qatar. Mereka yang diberikan kartu masuk itu hanya yang memiliki tiket untuk menonton Piala Dunia 2022. Qatar tentu tidak ingin dikenang sebagai tuan rumah yang menciptakan tragedi seperti di Kanjuruhan.
Presiden pada kesempatan tersebut juga menyampaikan duka cita mendalam atas tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menyebabkan 129 orang meninggal dunia.
Ini tragedi kemanusiaan. Pukulan telak untuk kita semua. Hari yang kelam dalam sejarah olahraga Indonesia.
Ia mengatakan kejadian memilukan itu sudah menjadi sorotan internasional yang tentunya ikut menjadi perhatian federasi sepakbola bola dunia FIFA.
Perlu ada evaluasi secara menyeluruh sebelum menyimpulkan apakah tindakan aparat kepolisian dalam penanganan sesuai prosedur atau tidak.
PSM Makassar meminta PSSI dan PT Liga untuk berbenah agar jika menonton di stadion orang merasa aman. Sebab kejadian di Stadion Kanjuruhan bukan bentrok antar suporter.
"Citra kita sebagai bangsa yang beradab bisa berubah karena tragedi ini. Bayangkan, ada ratusan orang meninggal dunia."
Lippi mundur setelah Tiongkok kalah 1-2 dari Suriah di laga kualifikasi Piala Dunia 2020.
PDRM meminta individu yang menjadi korban agar tampil membuat laporan ke polisi.
Sebelum membidik Piala AFF 2020, Tae-yong diharapkan bisa memberi raihan maksimal untuk Indonesia di tiga laga tersisa kualifikasi Piala Dunia 2022.
Pertandingan babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 2022 yang sedianya dilangsungkan Maret digeser ke Oktober dan laga bulan Juni menjadi bulan November 2020.
Gugatan hukum AS itu berkaitan dengan skandal korupsi besar-besaran pada 2015 yang membuat FIFA bergolak dan membuat presiden FIFA saat itu, Sepp Blatter memilih mundur
Sekretaris Kemenpora, Gatot S Dewa Broto, mengatakan pemerintah dan PSSI memang telah merekomendasikan enam stadion sebagai tempat penyelenggaraan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved